Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi seorang wanita frustasi di depan laptop (unsplash.com/JESHOOTS.COM)

Media sosial (medsos) memiliki dua sisi, dia bisa menyatukan dan memecah. Meskipun dapat mempererat hubungan dan memberi akses cepat ke informasi, Media sosial juga rawan menjadi arena debat terbuka yang panas, melelahkan dan tidak berujung. Komentar-komentar tajam dan provokatif bisa dengan mudah ditemukan, terutama karena pengguna merasa lebih berani dan leluasa berpendapat tanpa tatap muka.

Kondisi ini sering membuat kita tergoda untuk ikut berkomentar, apalagi saat topik yang dibahas menyentuh sisi emosional kita. Sayangnya, perdebatan semacam ini jarang membawa solusi. Sebaliknya, hal itu malah menimbulkan tekanan batin, rasa marah, hingga menambah tingkat kecemasan.

1. Sadari pemicu emosi

ilustrasi orang frustrasi (unsplash.com/Elisa Ventur)

Identifikasi topik-topik yang bisa membuat kamu mudah terbawa emosi. Setiap orang punya pemicu berbeda, bisa soal politik, keyakinan, hingga hal sederhana seperti pandangan terhadap hobi atau gaya hidup. Menyadari pemicu ini akan membuat kamu lebih mawas diri ketika menjumpai konten serupa.

Begitu tahu apa saja topik sensitif bagi kamu, selanjutnya adalah mengambil langkah antisipasi. Misalnya, menghindari membaca kolom komentar di postingan yang memancing konflik atau berhenti mengikuti akun-akun yang sering membagikan konten kontroversial. Mengurangi paparan terhadap hal-hal yang mengganggu emosi adalah langkah untuk menjaga ketenangan pikiran.

2. Ambil napas dan tunggu sebentar

Orang memegang smartphone (pexels.com/ MayoFi)

Ketika membaca komentar yang membuat darah mendidih, reaksi pertama biasanya ingin langsung membalas. Namun sebelum jari mulai mengetik, cobalah berhenti sejenak. Ambil napas dalam-dalam dan beri waktu bagi diri sendiri untuk menenangkan pikiran. Respons yang muncul secara tiba-tiba biasanaya diawali oleh ledakan emosi sesaat dan berakhir dengan rasa penyesalan.

Gunakan jeda itu untuk bertanya pada diri sendiri, “Apa manfaatnya jika membalas komentar ini?” atau “Apakah aku hanya ingin melampiaskan amarah?” Kamu akan menyadari bahwa tidak membalas adalah keputusan terbaik. Mengabaikan komentar provokatif bukan berarti kalah, tapi justru bentuk dari kendali diri yang matang.

3. Kembali ke tujuan awal bermedia sosial

Seseorang sedang mengakses facebook di laptop (unsplash.com/Nghia Nguyen)

Setiap orang punya alasan berbeda dalam menggunakan media sosial. Entah untuk hiburan, berbagi kabar, belajar, atau sekadar terhubung dengan orang-orang terdekat. Tapi sering kali, kita lupa tujuan itu ketika emosi mengambil alih. Alih-alih merasa terhubung, kita malah terjebak dalam konflik yang menyita waktu dan energi.

Dengan terus mengingat alasan awal bermain media sosial, kamu akan lebih mudah menentukan mana interaksi yang layak dilanjutkan dan mana yang sebaiknya dilewatkan. Fokuslah pada konten yang membuatmu merasa positif, produktif, dan terinspirasi.

4. Tetapkan batasan

Ilustrasi seorang wanita bermain sosmed sebelum tidur (pexels.com/cottonbro studio)

Batasan waktu dan keterlibatan di dunia maya perlu ditentukan. Tanpa kontrol, kamu bisa saja menghabiskan berjam-jam hanya untuk membaca komentar yang meresahkan. Lebih buruknya lagi, kebiasaan ini juga bisa berdampak pada mood dan mengubah cara kita melihat dunia di sekitar.

Selain batas waktu, kamu juga perlu menetapkan batas mental. Kamu tidak bertanggung jawab untuk merespons semua pendapat atau meluruskan informasi yang salah. Tidak semua orang terbuka untuk berdiskusi secara sehat, dan memaksakan diri dalam percakapan seperti itu hanya akan membuang energi.

5. Prioritaskan kestabilan emosi

Seorang wanita minum teh dan menggunakan smartphone (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Apa pun alasannya, ketenangan batin dan kestabilan emosi adalah hal yang tak ternilai. Terlibat dalam perdebatan sengit, apalagi yang berujung pada serangan pribadi atau sindiran tajam, bisa memberi dampak serius pada kondisi psikologis. Jika kamu mulai merasa tertekan, marah, atau cemas karena interaksi di media sosial, itu tanda bahwa kamu perlu istirahat.

Tidak ada salahnya mengambil jeda total dari media sosial untuk sementara waktu. Aturlah ruang digital dengan bijak, sebagaimana kamu merawat lingkungan di kehidupan sehari-hari. Pada akhirnya, kamu bisa lebih bertanggung jawab atas apa yang kamu konsumsi termasuk secara emosional.

Kamu tidak harus menanggapi setiap opini yang berbeda. Ketika terlibat perdebatan tidak berujung, yang terpenting adalah segera sadar bahwa menjaga ketenangan hati dan kewarasan pikiran adalah prioritas. Pada akhirnya, kedamaian batin jauh lebih berharga daripada memenangkan argumen di kolom komentar.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team