Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Rahasia Menenangkan di Balik Aroma Hujan: Sains yang Membuatmu Rileks

ilustrasi hujan asam (pexels.com/Genaro Servín)
ilustrasi hujan asam (pexels.com/Genaro Servín)

"Kadang yang kita butuhkan hanya hujan, aroma tanah, dan secangkir kopi untuk merasa damai."

Bau khas tanah basah setelah hujan sering kali membawa ketenangan yang sulit dijelaskan. Rasanya seperti kembali ke masa kecil, atau momen tenang saat semua terasa lebih lambat dan damai. Tapi sebenarnya, apa yang menyebabkan bau hujan itu terasa menenangkan? Jawabannya ternyata melibatkan sains, psikologi, dan kenangan (eits, bukan kenangan mantanmu yang cuman 3 bulan itu).

Mengapa bau hujan menenangkan?

ilustrasi hujan asam (pexels.com/Pixabay)
ilustrasi hujan asam (pexels.com/Pixabay)

  1. Aktivasi Sistem Limbik

    Saat kita mencium aroma hujan, sistem limbik, bagian otak yang mengatur emosi dan memori, teraktivasi. Ini bisa memicu perasaan nostalgia dan kenangan positif yang memberi rasa nyaman.

“Aroma memiliki jalur langsung ke sistem limbik, yang menjelaskan kenapa bau tertentu bisa membawa kita kembali ke masa lalu.”
Neuroscience Research Journal, 2019

  1. Efek Psikofisiologis

    Sebuah studi dari Korea Selatan (Kim et al., 2017) menunjukkan bahwa paparan geosmin mampu menurunkan gelombang beta (penanda stres) dan meningkatkan gelombang alfa (relaksasi) pada otak manusia.

  2. Faktor Lingkungan

    Hujan biasanya menurunkan suhu, membersihkan udara, dan menciptakan suara rintik yang menenangkan—semua ini menciptakan lingkungan alami yang mendukung rasa damai.

Kenangan dan biophilia

ilustrasi hujan (pexels.com/Aleksandar Pasaric)
ilustrasi hujan (pexels.com/Aleksandar Pasaric)

Bau hujan sering dikaitkan dengan momen-momen sederhana tapi bermakna, seperti bermain di luar saat kecil atau menikmati teh hangat saat hujan. Ini adalah bagian dari konsep biophilia dorongan alami manusia untuk terhubung dengan alam.

“Manusia merespons aroma alami karena kita secara evolusioner hidup berdampingan dengan alam.”
Biophilic Design: Theory, Science and Practice (2014)

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us