Kisah Mantan Pasien COVID-19 di Bali, Sempat Stres dan Susah Makan

Salut sama ibunya. Terima kasih udah berbagi tipsnya ya

Klungkung, IDN Times - Pengalaman seorang pasien yang sembuh dari COVID-19 sangat jarang terekspos media. Satu alasan mereka tidak mau terbuka adalah masih adanya diskriminasi dari masyarakat yang menjauhi dan takut bertemu pasien serta seluruh keluarganya.

Namun Jro Puspa bersedia untuk diwawancarai oleh IDN Times. Warga asal Kabupaten Klungkung ini adalah pasien COVID-19 yang telah sembuh. Ia sempat tidak percaya jika terinfeksi dan harus berpisah dari anak serta suaminya selama tiga mingguan. Hal ini membuatnya pasrah dan fokus untuk menjaga stamina tubuh.

Kunci utama kesembuhannya adalah tidak stres dan menjaga stamina tubuh. Ia juga mendapat dukungan penuh dari keluarganya selama karantina mandiri. Berikut hasil wawancaranya bersama IDN Times via WhatsApp, pada Jumat (18/9/2020):

Baca Juga: Cerita 2 Remaja OTG di Bali, Sembuh Karena Terapi Arak Bali dan Madu

1. Gejala awal yang dirasakannya adalah demam

Kisah Mantan Pasien COVID-19 di Bali, Sempat Stres dan Susah MakanIlustrasi Lorong Rumah Sakit (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Berawal ketika anaknya mengalami demam, namun hanya berlangsung selama dua hari. Kemudian menyusul suaminya juga demam. Giliran Jro Puspa mulai merasakan demam pada tanggal 7 Agustus 2020 lalu.

"Awalnya anak sakit dua hari, lalu sembuh. Kemudian menyusul suami sakit. Di sinilah awalnya saya merasakan demam. Tapi waktu itu saya masih bisa berolahraga zumba. Pada waktu itu berpikir sakit karena kecapekan" ujarnya.

Tanggal 8 Agustus 2020, seorang karyawan yang satu kantor dengan Jro Puspa melapor jika suaminya dinyatakan positif COVID-19. Mendengar kabar itu, Jro Puspa masih belum berpikir jika ia sakit karena COVID-19 dan tetap bekerja seperti biasanya.

"Saya masih kerja seperti biasa sampai akhirnya tanggal 14 Agustus mulai lemas dan pilek. Tetapi dicek suhu masih 36 derajat celsius," jelasnya.

Tanggal 18 Agustus 2020, karyawan yang suaminya positif tersebut kembali melaporkan jika ia juga positif COVID-19. Dari sini, Jro Puspa melakukan isolasi mandiri karena pernah kontak erat dengan karyawan tersebut.

Baca Juga: Pakar Virologi Unud Prediksi Desember Kasus COVID-19 di Bali Meningkat

2. Jro Puspa sempat tidak percaya dan menyangkal kalau dirinya terinfeksi COVID-19. Ia isolasi mandiri di dalam kamar area sudut rumahnya. Sampai akhirnya ia kehilangan indra penciuman dan pengecap

Kisah Mantan Pasien COVID-19 di Bali, Sempat Stres dan Susah MakanIlustrasi virus corona (IDN Times/Sukma Shakti)

Meski Jro Puspa menyadari kalau ia terinfeksi COVID-19, namun tetap ada rasa penyangkalan dan tidak terima dalam hatinya. Ia stres dan terus menangis. Memikirkan bagaimana nasib anak dan keluarganya, apakah terinfeksi juga, siapa yang akan mengurusnya, kondisi kantor, dan seluruh pikiran lain yang membebaninya.

"Mungkin karena itu gejala yang saya alami semakin parah. Pada tanggal 19 Agustus 2020, saya sudah tidak bisa mencium aroma dan merasakan rasa makanan lagi," kata Jro Puspa.

Jro Puspa telah mengisolasi diri di kamar area sudut rumahnya sejak 18 Agustus 2020. Ia menerima makanan dari keluarganya yang diletakkan di depan pintu. Peralatan makan, mandi, dan keperluan pribadi lainnya dipisah. Semua komunikasinya dengan keluarga hanya melalui WhatsApp. Jro Puspa semakin stres karena mendengar anaknya menangis ingin bertemu dirinya.

"Lalu saya mulai maag karena tidak selera makan. Dua hari setelah tidak mencium dan merasakan apapun, mulai susah buka mulut. Ngunyah juga susah. Tapi saya tetap berpikir sepertinya sakit ini karena panas dalam," tuturnya.

Baca Juga: Pakar Virologi Unud Tegaskan Tidak Perlu Rapid Test, PCR Lebih Akurat

3. Minum obat penurun panas dan penghilang rasa sakit hanya bertahan empat jam saja reaksinya. Setelah itu, kondisi Jro Puspa kembali parah. Ia lalu memberanikan diri untuk melapor ke petugas dan menjalani swab

Kisah Mantan Pasien COVID-19 di Bali, Sempat Stres dan Susah MakanSeorang tenaga kesehatan yang mengenakan alat pelindung diri lengkap membawa sample tes usap (swab test) COVID-19 milik warga (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Karena sakitnya tak kunjung sembuh dan semakin parah, Jro Puspa memberanikan diri untuk melapor ke petugas COVID-19 kecamatan pada tanggal 21 Agustus 2020. Petugas lalu berkunjung ke rumahnya dan menanyakan keluhan Jro Puspa. Ia mengaku ada keanehan ketika mengecek suhu tubuhnya. Hasilnya tetap berada di kisaran 36 derajat celsius, sementara Jro Puspa merasakan panas mulai area mata, hidung, kepala, dan telapak kakinya.

"Apa mungkin ciri COVID-19 seperti ini? Kita merasa panas tapi cek suhu tidak panas," katanya.

Sebagai catatan, sebelum melapor ke petugas, Jro Puspa sudah minum obat penurun panas dan penghilang rasa sakit. Reaksi obatnya hanya mampu bertahan empat jam. Setelah itu, kondisinya kembali parah.

Selama sakit, Jro Puspa dipantau serta dikunjungi oleh satuan petugas (Satgas) desa. Petugas dari puskesmas yang menanganinya juga sangat kooperatif dan membantu. Setiap kali berkunjung ke rumahnya, mereka mengirim pesan WhatsApp dan menanyakan vitamin apa yang habis untuk dibawakan lagi oleh petugas puskesmas.

"Setiap saya tanya, pasti dijawab. Lalu saya dijadwalkan tes swab," ujar Jro Puspa.

Tes swab pertama dijadwalkan pada 26 Agustus 2020, dan swab kedua tanggal 27 Agustus 2020. Kedua hasil tesnya sama-sama baru turun pada tanggal 29 Agustus 2020. Hasilnya, tes swab pertama dinyatakan positif, dan yang kedua hasilnya negatif.

Baca Juga: Mau Konsultasi Kesehatan? Ini Daftar Nomor Telepon Dokter di Tabanan

4. Mulai pasrah berserah diri dan menjaga stamina tubuh

Kisah Mantan Pasien COVID-19 di Bali, Sempat Stres dan Susah Makanunsplash/Kelly Sikkema

Kata Jro Puspa, siklus sakitnya adalah mulai merasakan lelah (Meliputi lemas, demam, dan pilek) selama seminggu. Minggu berikutnya, gejalanya semakin parah (Meliputi panas di area mata-hidung-kepala-telapak kaki, kehilangan indra penciuman, kehilangan indra pengecap, tidak selera makan, maag, kesulitan buka mulut dan mengunyah). Lalu berangsur membaik pada minggu berikutnya lagi.

Jro Puspa merasa mulai membaik setelah pasrah menerima kondisinya, menerima apa yang menimpanya, dan tidak banyak pikiran. Benar saja, pikiran yang tenang membuat kondisinya semakin membaik. Hal itu juga didukung oleh makanan dan minuman bergizi yang dikonsumsinya selama sakit.

"Kebetulan paman saya dokter. Ia menyarankan saya untuk minum Natur-E, Enervon-C, Neurobion Forte, juga air kelapa muda dan madu kele-kele. Setiap jam lima pagi ketika semua orang belum bangun, saya keluar olahraga. Mengatur pernapasan," terangnya.

Gejala-gejala pemulihan Jro Puspa ditandai oleh kembalinya indra penciuman. Ia sudah bisa menyium aroma parfum, minyak gosok, dan lainnya. Nafsu makannya juga kembali. Ia dinyatakan bebas COVID-19 setelah hasil swabnya turun tanggal 29 Agustus 2020.

"Tetapi meski sudah negatif saya tetap diminta karantina mandiri selama tujuh hari lagi."

5. Tidak diisolasi di rumah sakit karena tidak memiliki penyakit penyerta dan gejalanya tidak parah

Kisah Mantan Pasien COVID-19 di Bali, Sempat Stres dan Susah MakanIlustrasi tenaga medis mengenakan APD. ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah

Meski dadanya terasa berat, tetapi Jro Puspa tidak sampai mengalami sesak. Riwayat kesehatannya juga bagus dan tidak memiliki penyakit penyerta. Sehingga ia menjalani isolasi mandiri di rumah dan tidak masuk ke rumah sakit. Meski karantina mandirinya baru berakhir 5 September 2020 lalu, tetapi tubuhnya benar-benar mulai fit pada tanggal 8 September 2020. 

Pada awal kesembuhannya, ia mengaku seperti ibu hamil yang ngidam. Bawaannya mau menyantap banyak jenis makanan dan pengin tidur terus.

"Akhirnya tanggal delapan baru mulai fit. Sampai sekarang tidak ada gejala sisa dan sehat."

Ia bersyukur penyakitnya tidak sampai menimpa keluarganya yang lain karena Jro Puspa benar-benar mengisolasi diri. Dari pengalamannya itu, Jro Puspa berharap agar masyarakat patuh pada protokol kesehatan. Memakai masker, jaga jarak, sampai cuci tangan dengan sabun.

"Jaga stamina tubuh juga. Olahraga dan istirahat yang cukup."

Ia juga berharap agar masyarakat membantu pasien COVID-19 yang menjalani karantina mandiri di rumah.

"Jangan takut kalau sekadar membantu membelikan makanan. Tidak menular jika tidak ketemu langsung dan kontak erat. Lagipula makanannya kan pasti digantung atau ditaruh depan rumah."

Bantuan sekecil apapun dari masyarakat, sudah dianggap sangat membantu para pasien COVID-19 yang karantina mandiri. Sebab mereka mendapatkan dukungan moril yang bisa mempercepat proses kesembuhannya.

Baca Juga: 7 Doa Agama Hindu Agar Mendapat Kedamaian Hidup

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya