Ibu HIV di Tabanan Melahirkan Bayi Sehat: Vitamin Saya ARV

Ia terpaksa berbohong kalau ASInya tidak keluar

Tabanan, IDN Times - Desember adalah bulannya perjuangan perempuan Indonesia pada 22 Desember, dan AIDS tanggal 1 Desember. Menjadi seorang istri atau ibu, perannya tak harus melulu tentang domestik belaka. Semangat Kongres Perempuan yang terjadi 22 Desember 1928 harus terus diperjuangkan, terutama terkait akses pendidikan, kesehatan, keluarga, berpolitik, dan lainnya.

Cerita berikut ini mungkin bisa membuka wawasan kamu tentang arti perjuangan seorang perempuan dalam akses kesehatan, dan dukungan positif dari pasangannya. Sebut saja namanya I, asal Kabupaten Tabanan. Dia adalah perempuan yang positif terjangkit virus human immunodeficiency virus (HIV), dan berhasil melahirkan bayi sehat. Berikut ini wawancaranya bersama IDN Times, Kamis (22/12/2022).

Baca Juga: 5 Cara Spill Kasus Kekerasan Seksual di Medsos

Baca Juga: Sisi Gelap Bali: Sejarah Perbudakan di Pulau Dewata  

1. I sedih dan takut begitu mengetahui dirinya tertular HIV dari mantan pacarnya

Ibu HIV di Tabanan Melahirkan Bayi Sehat: Vitamin Saya ARVIlustrasi bergandengan tangan sesuai arti tembang kinanthi (pexels.com/Git Stephen Gitau)

I baru mengetahui dirinya positif HIV sekitar tahun 2014 di kala usia 23 tahun. Awal mulanya ia sering sakit-sakitan dan tak kunjung sembuh. Ia lalu dirawat di rumah sakit karena mengalami Infeksi Oportunistik (IO). Sampai akhirnya pihak dokter menyarankan dia untuk menjalani tes. Jauh di dalam hati I sudah mencurigai, dirinya telah terinfeksi virus HIV dari sang mantan pacar, namun berusaha disangkal. Ia lalu memutuskan untuk menjalani tes.

"Ketika tahu hasilnya positif, saya ke kamar mandi dan menangis. Sedih dan takut jadi satu," katanya.

I berupaya tidak menghabiskan banyak waktunya untuk terpuruk. Ia kemudian menjalani konseling di Voluntary Counseling and Testing (VCT) Pelangi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tabanan. Ia yang dari awal menjalani pengobatan untuk penyakit IO, akhirnya menjalani terapi ARV.

"Sampai sekarang saya minum ARV secara rutin dan tepat waktu. Awalnya memang sempat ada gejala ruam merah, tetapi sekarang sudah tidak ada efek samping," tuturnya.

Ia mengaku bosan harus minum obat setiap hari dan tepat waktu. Namun obat ini semakin lama dapat menekan virus HIV, membuatnya tidak cepat sakit sehingga dia bisa bekerja dan beraktivitas. Tahu bahwa efeknya positif, I terus rutin menelan ARV dan menganggapnya sebagai vitamin.

"Semua orang pasti minum vitamin. Jadi vitamin saya ya ARV ini."

2. Bertemu jodoh dan berjuang memiliki anak

Ibu HIV di Tabanan Melahirkan Bayi Sehat: Vitamin Saya ARVIlustrasi menikah (IDN Times/Alfisyahrin Zulfahri Akbar)

I lalu bertemu seorang pria. Selama menjalani hubungan itu dia khawatir, dan memilih terbuka kepada pria tersebut bahwa dirinya positif HIV. I terharu, karena sang pria menerima apa adanya. Pada tahun 2018, pria tersebut menikahi I dan kini menjadi suaminya sampai sekarang.

"Meski suami tahu, tetapi keluarga besar suami hingga sekarang tidak tahu," ceritanya.

Selama empat tahun menikah, I masih rutin terapi ARV. Sehingga pada saat menjalani pemeriksaan virus load, tidak terdeteksi ada HIV di dalam tubuhnya. Dengan syarat ini, I bersama suami berencana untuk memiliki momongan. Selama berhubungan seksual, I dan suami selalu memakai pelindung atau kondom. Namun I kembali cemas ketika suami harus melepaskan kondom untuk membuat program anak.

"Tetapi saat hendak punya anak, pengaman dilepas pada masa subur saya. Proses ini sempat bikin saya cemas dan takut. Meskipun sudah banyak yang menjalani program ini dan berhasil, tetapi tetap saya khawatir suami ikut terinfeksi."

Tapi ia lega ketika suaminya menjalani pemeriksaan virus, hasilnya negatif HIV. Terlebih I kemudian dinyatakan hamil.

3. Lebih ekstra hati-hati merawat anak

Ibu HIV di Tabanan Melahirkan Bayi Sehat: Vitamin Saya ARVilustrasi bayi (pexels.com/Szabina Nyíri)

Sekitar akhir tahun 2018, I melahirkan bayi perempuan. Perasaannya berlarut bersama bahagia, sedih, dan khawatir. I takut anaknya membawa virus dan menjalani hidup seperti dirinya. Sampai-sampai ia memeriksakan anaknya ke laboratorium swasta secara mandiri untuk mengetahui lebih dini, apakah positif HIV atau tidak.

"Program PPIA itu, anak akan dites ketika usia 18 bulan. Tetapi saya sudah cemas dan ingin tahu hasilnya lebih awal. Ternyata hasilnya negatif. Begitu juga saat pemeriksaan di usia 18 bulan. Ini membuat saya lega," paparnya.

Sekadar diketahui, dalam Program PPIA, seorang ibu hamil yang positif HIV harus melahirkan secara caesar. Ia tidak boleh melahirkan normal karena dikhawatirkan akan menularkan virus kepada bayinya. Selain itu, ibu dengan HIV juga disarankan tidak memberikan ASI untuk mengurangi penularan. Ini menjadi tantangan besar lagi bagi I. Sebab keluarga besarnya mendorong dia untuk memberikan ASI.

"Jadi terpaksa berbohong kalau ASI saya tidak keluar."

I ekstra berhati-hati selama merawat si buah hati, terutama ketika dirinya terluka. Kalau ada yang terluka, dia harus segera menutupnya. Biasanya I langsung menyerahkan anaknya kepada suami atau mertua untuk diurus sementara.

Kini anaknya memasuki usia empat tahun dan sehat. I bersama suami merencanakan punya momongan lagi, dan sedang mempersiapkan segala persyaratannya. I kemudian berpesan kepada para ibu dengan HIV, bahwa kesempatan mereka memiliki anak yang sehat sangatlah besar asal rutin meminum obat ARV.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya