Pengalaman Putra Bali Jadi Tim Khusus Jokowi, Siapkan Draft Naskah

Gung Ari harus sigap menyiapkan bahan untuk Presiden

Putra Bali kelahiran Ubud, Kabupaten Gianyar, Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana, masih mengemban tugasnya sebagai Koordinator Staf Khusus Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Tanggung jawab yang diembannya tidaklah mudah. Gung Ari, sapaan akrabnya, harus sigap dan cekatan menyiapkan bahan-bahan yang akan digunakan Presiden, baik untuk rapat terbatas, maupun dalam penyampaian pidato.

Gianyar, IDN Times - Kepercayaan yang diperoleh Gung Ari untuk menjalankan tanggung jawab sebagai Koordinator Staf Khusus Presiden Jokowi tidaklah lepas dari pengalamannya sebagai peneliti dan pengajar di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Selama ini Gung Ari banyak melakukan riset di bidang pemerintah dan politik. Pada tahun 2013, ia menulis disertasi berjudul Runtuhnya Pembiayaan Gotong-Royong, Studi tentang pembiayaan PDIP 1993-2009. Dari penelitiannya ini, Gung Ari banyak berinteraksi dengan para tokoh di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Gung Ari juga pernah terlibat di Tim 11 dan diminta oleh Megawati Soekarnoputri untuk memberikan masukan serta pertimbangan terkait dengan situasi politik menjelang pemilu tahun 2014, termasuk nominasi calon presiden yang diusung oleh PDIP pada tahun itu. Setelah Jokowi terpilih menjadi presiden, Gung Ari diminta untuk membantu di rumah transisi. Tim transisi dibentuk dari kemenangan presiden sampai penyerahan kekuasaan, yakni pada Oktober 2014.

Ketika itu, Gung Ari bertugas khusus untuk merancang arsitektur kabinet dan memikirkan kelembagaan kantor Kepresidenan. Setelah beberapa bulan menjadi staf khusus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), tepatnya mulai Desember 2014, akhirnya pada Agustus 2015, Gung Ari diangkat menjadi Staf Khusus Presiden. Pada periode kedua kepemimpinan Jokowi, setelah terbentuknya tim Kabinet Indonesia MAJU, Gung Ari diberikan tanggung jawab oleh Jokowi untuk menjadi Koordinator Staf Khusus Presiden.

Bagaimana perjalanan Gung Ari selama ini menjadi tim "di balik layar" Jokowi? Berikut wawancara IDN Times dengan Koordinator Staf Khusus Presiden Jokowi, Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana, di tanah leluhurnya, Puri Kauhan Ubud, Kabupaten Gianyar, pada Kamis (2/9/2021):

Baca Juga: Ini Dia Gubernur Bali Pertama, Sutedja yang Hilang Jadi Korban Politik

1. Bertugas mengolah berbagai informasi untuk disampaikan ke Presiden Jokowi

Pengalaman Putra Bali Jadi Tim Khusus Jokowi, Siapkan Draft NaskahKoordinator Staf Khusus Presiden Jokowi, AA.GN Ari Dwipayana. (IDNTimes/Ni Ketut Sudiani)

Gung Ari menceritakan, dari tahun 2015 sampai sekarang tugasnya masih sama. Yakni menyiapkan bahan untuk Presiden Jokowi. Baik terkait bahan bacaan maupun analisis.

"Nah itu pekerjaan dapur untuk menggodok informasi. Data yang ada kemudian disampaikan ke presiden," ungkapnya. 

Namun Gung Ari menekankan, bahwa data yang ia berikan, bukanlah satu-satunya bahan yang digunakan oleh presiden. Ada sejumlah sumber lainnya yang juga digunakan presiden.

"Pak Presiden juga memiliki sumber data yang lain. Pak Presiden orangnya juga update dan bisa mendapatkan informasi dari para Menteri, searching. Juga langsung dari ketemu orang, blusukan. Sumber datanya cukup banyak. Tapi kami juga siapkan, sebagai sumber informasi dari presiden," terangnya.

Dari sekian tahun lamanya membantu presiden, Gung Ari mengatakan masa pandemik inilah yang paling berat dan memerlukan perhatian sangat serius. Menurutnya, dinamika dalam satu minggu berlangsung begitu cepat. Ia menyebutkan, Presiden Jokowi setiap minggu selalu menggelar rapat.

"Terkait PPKM Jawa dan Bali dan hal-hal di luar itu. Data-data disampaikan ke beliau selama perkembangan satu minggu ini. Kita bisa melihat apa yang harus dilakukan dan bagaimana langkah-langkah ekonominya. Tidak hanya kesehatan, tapi juga ekonomi, termasuk percepat realisasi APBN dan APBD. Belanja sosial dan modal agar dipercepat," jelasnya. 

Saat ditanya, apakah Gung Ari juga termasuk memberikan pertimbangan apakah PPKM perlu diperpanjang atau tidak, ia menjawab, "Itu tetap adalah keputusan presiden. Presiden memegang komando, kendali langsung," tegasnya.

"Saya gak bekerja langsung interaksi (dengan presiden). Intinya, agenda setiap hari itu agendanya sangat padat. Di istana, dalam seminggu bisa 3 sampai 4 rapat terbatas sehingga kami perlu menyiapkan bahan lebih cepat. Sebelum ratas, bahan-bahan itu harus sudah siap disampaikan ke presiden. Sumbernya tentu bukan kami saja, tapi ada yang lain. Jadi agar beliau bisa membacanya lebih awal."

Dalam menjalankan tugasnya, Gung Ari dibantu oleh dua orang asisten. Sementara asistennya masing-masing memiliki dua orang pembantu asisten, sehingga total ada enam orang. Tugas mereka adalah membantu Gung Ari menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan. Bahan-bahan tersebut berasal dari Kementerian, Sekretariat Kabinet, maupun sumber lainnya.

"Baik itu untuk ratas, pidato, kepentingan arahan presiden, ketika ada pertemuan dengan berbagai pihak, itu kita siapkan," ungkapnya.

2. Latar belakang suku agama tidak pernah menjadi penghalang

Pengalaman Putra Bali Jadi Tim Khusus Jokowi, Siapkan Draft NaskahKoordinator Staf Khusus Presiden Jokowi, AA.GN Ari Dwipayana. (IDNTimes/Ni Ketut Sudiani)

Di tengah minimnya putra atau putri Bali yang bisa masuk dan bertugas di lingkaran utama Istana, apakah Gung Ari memiliki tantangan tersendiri?    

"Saya beruntung hidup di kultur yang kuat keIndonesiaannya. Dulu kuliah di UGM yang mahasiswa dan dosennya dari seluruh Indonesia. Latar belakang suku agama tidak pernah menjadi penghalang. Semua orang dilihat dari prestasi. Saya juga beruntung ketika Pak Jokowi punya prinsip yang sama. Beliau tidak pernah melihat latar belakang agama, suku dari pembantu-pembantu beliau. Semua dilihat dari prestasi dan kemampuan yang dimiliki dan ditambah kepercayaan. Kepercayaan ini juga menjadi faktor yang penting," jelas putra Bali kelahiran 24 Februari 1972 ini. 

Gung Ari menekankan, stafsus Jokowi berasal dari berbagai agama dan latar belakang suku. Menurutnya, tidak ada persoalan suku dan agama dalam membantu seorang Presiden.

Selama ini perjalanan karier Gung Ari terbilang cukup panjang dan meroreh banyak prestasi. Ia juga mendirikan Yayasan Uluangkep, yakni sebuah NGO yang bergerak dalam penelitian dan pemberdayaan desa adat di Bali. Pada tahun 2011, ia juga diminta menjadi Ketua Yayasan Tat Twam Asi di Yogyakarta.

Dilansir dari ugm.academia.edu, Gung Ari telah menerbitkan sejumlah buku di antaranya Kelas dan Kasta: Pergulatan Kelas Menengah di Bali (Lappera Pustaka Utamapada:2001). Pada bulan April 2004, terbit bukunya yang kedua Bangsawan dan Kuasa: Kembalinya Para Ningrat di Dua Kota (IRE Press:2004). Bukunya yang ketiga, GLOBALISM”: Pergulatan Politik Representasi atas Bali, Uluangkep Press, terbit tahun 2005. Pada tahun yang sama diterbitkan pula buku Cost of Democacy di Tiga Kabupaten, Laboratorium Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM. Tahun 2011, bersama-sama dengan tim Knowledge Programme CRCS UGM menulis buku Pluralisme Kewargaan: Arah Baru Politik Keragaman di Indonesia, CRCS UGM-MIZAN.

3. Belajar dari pegangan dan prinsip hidup integritas sang kakek

Pengalaman Putra Bali Jadi Tim Khusus Jokowi, Siapkan Draft NaskahKoordinator Staf Khusus Presiden Jokowi, AA.GN Ari Dwipayana. (IDNTimes/Ni Ketut Sudiani)

Bagaimana Gung Ari memandang pencapaiannya kini sebagai Koordinator Stafsus Presiden Jokowi? Menurutnya, posisi di pemerintahan dan kekuasaan, bukanlah hal yang utama atau menjadi tujuan paling atas. Baginya, dengan jabatan yang dipegangnya saat ini, merupakan medium untuk berguna bagi masyarakat.

"Saya akan selesaikan tugas dulu membantu Pak Jokowi sampai selesai dan setelahnya, bisa pulang kembali ke kampus untuk mendapatkan guru besar. Bagi akademisi, di sana adalah puncaknya. Intinya jangan lupa jalan pulang," tuturnya. 

Sejak tahun 1997, Gung Ari bekerja menjadi dosen di Jurusan Politik dan Pemerintahan FISIPOL UGM, Program Studi Ilmu Politik Pasca Sarjana UGM dan Program S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah UGM. Ia juga menjadi peneliti di Institute for Research Empowerment Yogyakarta, dan Sekretaris Yayasan Interfidei Yogyakarta.

Selama melakoni kehidupannya, Gung Ari mengaku banyak belajar dan terinspirasi dari sang kakek yang juga Pendiri Puri Kauhan Ubud, Ida Anak Agung Gde Oka Kerebek.

"Kakek meninggal tahun 1955. Saya belum lahir, tapi saya banyak diceritakan tentang figur beliau. Ayah juga banyak menginspirasi. Keluarga kami sangat terbuka terhadap beragam pihak yang menyampaikan pikiran di sini. Kakek bergaul dengan siapa saja, Melayu, China, Belanda, dan kerajaan-kerajaan di Bali. Pergaulannya sangat terbuka. Beliau juga bergaul dengan sastrawan terbaik saat itu. Pikiran terbukanya terbangun. Beliau berinteraksi dengan berbagai figur," ungkapnya. 

Sebagaimana sang kakek, sosok ayahnya, Anak Agung Gde Raka, juga sangat terbuka. Menurut Gung Ari, dulu ayahnya banyak berinteraksi dengan peneliti asing dan antropolog yang ingin belajar dan menyusun buku tentang Bali.

"Ini satu hal yang menurun ke kami. Prinsip penting dari beliau adalah memegang teguh integritas. Mengemban tugas dan menjaga nama baik keluarga, satia (Setia). Apa yang menjadi Bhisama (nasihat) para leluhur, itu agar dipegang teguh."

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani
  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya