ilustrasi vaksinasi (IDN Times/Arief Rahmat)
Dewi Mahayani menyayangkan masih adanya stigma negatif bagi pencandu napza untuk sembuh, dan hal ini terjadi di lingkungan keluarganya.
"Ada satu pasien yang benar-benar mau lepas dari kecanduan, dimarahi mertuanya karena sering ke Klinik PTMR untuk berobat. Sampai sembunyi-sembunyi dia untuk datang ke sini," papar Dewi Mahayani.
Ia merasa, pecandu napza membutuhkan dukungan dari keluarganya agar bisa sembuh. Apalagi kerahasiaan pasien di Klinik PTMR sangat dijaga. Begitu juga pemberian obatnya tidak sembarangan, dalam pengawasan, dan sesuai dosis. Obat metadon berbentuk sirup yang langsung diminum langsung di klinik. Untuk memastikan obat ditelan, pasien diberikan permen.
Bagi pasien yang benar-benar stabil, barulah diperbolehkan membawa obat untuk diminum di rumah dengan dosis tiga hari sekali.
"Ini hanya untuk pasien yang benar-benar stabil. Biasanya diberikan karena mereka tidak bisa datang setiap hari ke klinik karena sudah bekerja," jelas Dewi Mahayani.
Ia berharap stigma negatif bagi para pecandu napza, terutama di lingkungan keluarga, bisa hilang. Sebab rata-rata pecandu napza ini adalah tulang punggung keluarga. Jika mereka tidak menjalani terapi, tentunya mereka akan semakin kecanduan, tidak bisa bekerja, bahkan melakukan tindakan kejahatan agar bisa membeli napza.
Biaya yang dikeluarkan untuk terapi tidak mahal. Hanya Rp5000 untuk biaya layanan. Sedangkan obatnya gratis dari Kementerian Kesehatan.