Potret Ni Luh Sri Wahyuningsih bersama anaknya. (Dok.Pribadi/Komang Mega)
Tahun 1997, Sri baru saja melahirkan seorang putri, buah hati pertamanya. Pada saat itu Sri hidup pas-pasan karena hanya bergantung dari penghasilan suami yang bekerja sebagai satpam. Sri lantas berpikir untuk membantu suaminya agar mendapatkan penghasilan tambahan. Namun rasanya tidak mungkin jika ia harus bekerja ikut orang, karena baru saja memiliki bayi.
Suatu ketika, keluarganya mengadakan sebuah acara dan mereka membuat olahan makanan dari daging ayam. Sri melihat limbah ayam seperti bagian kepala dan lehernya dibuang begitu saja.
"Saya lihatnya sayang sekali kalau kepala dan leher ayam dibuang. Saya yakin kepala dan leher ayam ini dapat diolah dan menjadi sesuatu yang ekonomis. Akhirnya saya terpikirkan untuk membuat keripik ayam," kata Sri.
Ia memilih mengolahnya menjadi keripik karena pada umumnya memilki masa ketahanan yang cukup lama, dan dapat dinikmati oleh semua orang. Namun tentu saja tidak mudah bagi Sri untuk memulai bisnis kecilnya tersebut.
Berbagai resep keripik ayam sudah dicobanya. Hingga ia menemukan satu resep yang membuat keripik buatannya layak untuk dijual. Penolakan demi penolakan sudah pernah ia lalui. Sri harus bersaing dengan bisnis keripik lain yang sudah memiliki nama.
"Dulu saya menawarkan keripik ini pakai sepeda gayung. Saya teringat, waktu itu saya baru tiba di sebuah warung, belum sempat saya tawarkan keripik, saya sudah diusir. Hehe," kenangnya.