“Seperti mencari sebuah jarum di tumpukan jerami.” Pepatah ini sepertinya cocok untuk menggambarkan aktivitas keturunan Tionghoa yang menekui bidang pekerjaan selain pebisnis dan dokter. Termasuk di Pulau Bali ini, memang ada beberapa, tapi cukup sulit menemukan keturunan Tionghoa yang memilih jalan hidup sebagai seniman seni rupa. Biasanya mereka lebih dikenal sebagai seorang pengusaha.
Badung, IDN Times – Jumat (28/1/2022), pukul 11.10 Wita, IDN Times berkunjung ke kediaman seniman Lie Ping Ping atau Ade Kurniawan (32), di Sempidi, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Seniman keturunan Tionghoa dari Kintamani, Kabupaten Bangli, ini lahir pada 7 September 1989.
Bagaimana proses dan perjalanan kreatif Lie Ping Ping selama ini sehingga memutuskan untuk menjadi seorang seniman?
Ping Ping, sapaan akrabnya, sangat berbeda dari keempat belas saudara kandungnya. Sebagai anak bungsu, selain lebih dekat dengan sang mama, ia juga cenderung memiliki pemikiran hingga prinsip hidupnya yang tidak mudah disetujui keluarga. Termasuk pilihannya menekuni seni rupa, belum direstui mamanya.
“Saya ingin menemukan jati diri saya. Ya saya pernah jual, jadi penjual sepeda. Sepeda bekas ke sana kemari jual. Terus pernah juga jadi kurir tukang angkat sofa, tukang kirim yoghurt, kurir juga. Terus juga pernah jualan masker. Pernah jualan toothbag, baju segala macam. Tapi dari perjalanan itu, akhirnya saya kembali sadar bahwa seni itu tidak bisa dibohongi. Seni itu juga nggak bisa bohong. Ternyata seni itu hal yang paling jujur,” ungkapnya.