Kena PHK saat Pandemik, Pemuda Bali Sukses Geluti Bisnis Tanaman

Badung, IDN Times – Pandemik tidak hanya berdampak pada kualitas kesehatan masyarakat, akan tetapi juga memporak-porandakan perekonomian. Dampak yang sangat kuat juga dirasakan oleh para pekerja pariwisata di Provinsi Bali.
Sumber perekonomian yang mengepul dari sektor pariwisata selama bertahun-tahun seakan tidak habisnya, namun belakangan ini, sudah hampir dua tahun lumpuh. Banyak para pekerja pariwisata tidak diperpanjang kontraknya, padahal sebagian dari mereka merupakan tulang punggung keluarga.

Seperti yang dialami pemuda adal Mambal, Kabupaten Badung yang bernama I Putu Gede Wijaya (28). Ia mengalami pahitnya diberhentikan kerja di saat-saat kondisinya sedang di bawah. Tabungannya pun terkuras habis dalam jangka waktu satu bulan saja. Sempat menganggur, ia kini malah bangkit menjadi pengusaha tanaman yang sukses. Seperti apa kisahnya?
1.Sebagai Butler Service, ia bekerja full time hingga tidak diperpanjang kontraknya

Jarak Mambal ke lokasinya bekerja di Uluwatu cukup jauh, memakan waktu 1,5 jam perjalanan. Putu Gede harus berangkat pagi-pagi benar pukul 05.30 Wita untuk bekerja sebagai Butler Service (Personal Assistant Tamu) di sebuah villa di kawasan Uluwatu. Pergi pagi pulang lewat tengah malam sudah biasa. Selama 2,5 tahun ia bekerja di lokasi tersebut. Sebelum bekerja di sana, ia mengaku telah melalangbuana di sektor pariwisata sekitar 10 tahun.
“Waktu di villa itu kami kan kerjanya full time itu. Dari pagi jam 07.00 sampai jam 24.00. Karena kan kami personal assist, jadi tamu baru bangun sampai tahu tidur lagi, kami yang assist semuanya gitu,” jelasnya.
Pekerjaan sebagai Butler Service terakhir ia geluti pada Mei 2020, dua bulan setelah COVID-19 terkonfirmasi di Provinsi Bali. Artinya, ia harus kehilangan pendapatan sekitar Rp9 juta setiap bulannya saat itu. Besaran kisaran upah tersebut merupakan akumulasi gajinya bekerja dan juga uang tip dari para tamu yang dihandle-nya selama sebulan. Ia kemudian kembali menganggur karena kontraknya tidak diperpanjang.
“Mei terakhir kerja sebagai Butler. Mei itu masih adalah bookingan-bookingan tamu, masihlah. Kami masih support di bagian kebersihan, front desk di reception itu. Mei sudah selesai total. Juni, Juli, Agustus saya nggak ada pekerjaan sama sekali,” ungkapnya pada Jumat (10/12/2021).
Cobaan yang ia alami berturut-turut saat itu. Sekitar Januari 2020 ibu tercinta harus dirawat selama 14 hari di rumah sakit karena gejala stroke ringan. Sebagai tulang punggung keluarga, ia langsung mengambil alih kondisi ini dan menguras habis tabungannya untuk sang ibu, hingga ibunya dinyatakan sehat kembali.
“Yang kami kumpulin, udah habis ke situ semuanya. Jadi pas mau ngumpulin uang lagi, udah nggak bisa karena kan udah pandemik itu. Jadi di situ berasanya,” jelasnya.
2. Sempat berusaha menyambung hidup dengan berbisnis makanan dan minuman

Tabungan habis dan ia pun sempat menganggur selama beberapa bulan. Keinginannya mencari pekerjaan yang baru, terkendala pandemik COVID-19. Ia berusaha menyambung hidup dengan mencoba berbisnis makanan dan minuman. Namun bisnis tersebut tidak bertahan lama karena modalnya tidak cukup kuat dan tidak sesuai dengan passion-nya.
Ia kembali teringat akan kondisi ibunya dan adiknya, menyadari besarnya tanggung jawab yang diemban. Putu Gede hanya bisa menekuni hobinya saja, yakni soal tanaman. Ia berusaha untuk berjualan tanaman hias. Saat itu tanaman anggrek dengan sistem Cash On Delivery (COD). Ia juga bereksperimen pasar dan optimistis bisa bangkit dari keterpurukan tersebut.
“Jadi di situ saya mulai melihat peluang bahwa kita kayaknya bisa struggle nih di pandemik ini. Karena pandemik itu kan orang-orang pada di rumah. Lagi nggak ada hobi, lagi kurang kegiatan lah. Mungkin kami bisa ngasih mereka sesuatu biar mereka tetap di rumah. Tetap ada kegiatan di rumah. Tanamanlah salah satu pilihannya,” jelasnya.
Dari berjualan anggrek COD, ia kemudian memantapkan menggeluti hobinya sebagai bisnis. Dengan memulai membaca peluang pasar, mendatangkan tanaman dari luar pulau dari jumlah 5 batang tanaman hingga kini ratusan tanaman setiap dua minggunya.
“Kalau sebulan, kalau memang fokus di tanaman, itu bisa sampai 2 kali. Kadang sebulan itu bisa datangnya 100, 150, gitulah,” jelasnya.
3.Harus memiliki pemikiran untuk memutar uang

Kini, ia merasakan sejumlah perbedaan ketika bekerja sebagai Butler dan berwirausaha sendiri, terutama soal waktu. Menurutnya ketika ia bekerja sebagai Butler, ia harus berkorban waktu lebih baik untuk keluarga maupun teman-temannya.
“Emang enak sih kerja sama orang. Maksudnya ada profit yang kita bisa pastikan datang setiap bulan. Tapi ada hal yang tidak bisa kita push,” jelasnya.
Berbeda dengan menjadi wirausahawan. Ketika menginginkan sesuatu yang lebih, bisa mengusahakannya dengan memaksimalkan potensi yang ada. Misalnya berjualan lebih sering, membangun koneksi, dan mengembangkan ide-ide lainnya. Harus memiliki pemikiran untuk memutar uang sehingga bisa berkembang.
“Jadi kreativitas bawah sadar kita diasah terus gitu lho. Jadinya biar kena pasar, gimana caranya,” jelasnya.
Dengan usahanya kali ini, ia bersyukur karena bisa memulihkan kondisi ekonomi keluarganya di tengah pandemik. Ke depannya ia memutuskan melebarkan bisnis ini dan membuat sejumlah event untuk menjaga eksistensi pelaku usaha tanaman hias.
Ia berpesan agar anak-anak muda saat ini maupun mereka yang bernasib sama yakni kontraknya tidak diperpanjang, tetap menggali potensi diri dan melihat peluang pasar.