potret banner dan bendera di aksi tolak PPN 12 persen (IDN Times/Elizabeth Chiquita)
Brough dan Shresthova dalam jurnal ilmiahnya Fandom meets activism: Rethinking civic and political participation. Transformative Works and Cultures menuliskan aktivisme penggemar dipahami sebagai "upaya yang digerakkan oleh penggemar untuk mengatasi isu-isu sipil atau politik melalui keterlibatan dan penyebaran konten budaya populer yang strategis".
Gerakan para KPopers ini digolongkan dalam gerakan sosial kontemporer. Aktivisme dari penggemar menurut Andini dan Akhni lahir melalui afeksi, kebutuhan untuk menyuarakan pendapat mereka, dan identitas mereka dalam fandom terkait isu-isu tertentu.
Sementara figur Hanni, sebagai idol yang bersaksi di Majelis Nasional Korea pada kasus perundungan dan haknya sebagai pekerja, dianggap memenuhi unsur pemenuhan identitas yang mewakili penggemar. Andini dan Akhni juga memaparkan dalam jurnal mereka. Dari ketiga faktor tersebut, kasus di Indonesia dan Thailand bertepatan dengan isu-isu seperti iklim dan kondisi sosial-politik terkini yang dihadapi oleh negara mereka. Sederhananya, para KPopers ini merasa terwakili karena apa yang dialami idol relate dengan keseharian mereka.
Sehingga, gerakan KPopers di Indonesia jadi pembuktian bahwa mereka tidak apatis. Justru penelitian ini juga mengungkap cara KPopers memahami isu terlebih dahulu sebelum mengunggah ulang poster gerakan. Jadi yang masih menganggap gerakan konvensional efektif, mungkin coba dipikir lagi gerakan kontemporer ala KPopers ini efektif juga. Kamu ada yang KPopers, relate gak? Share pengalaman kamu ya.