Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Potret Orang Terpasung di Bali, Karya Rudi Akrab dengan Bau Pesing

Hasil jepretan foto Rudi Waisnawa tentang kondisi Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang dipasung. (Dok.IDN Times/Rudi Waisnawa)

Denpasar, IDN Times - Seorang fotografer yang lekat dengan human interest dalam karyanya sekaligus relawan Suryani Institute for Mental Health, Rudi Waisnawa, membagikan cerita soal kondisi orang-orang yang terpasung di Bali secara live di akun Facebook Cap Macan Channel, Senin (17/8/2020).

Selain memotret mereka, Rudi pun melakukan bakti sosial seperti membantu memandikan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), membersihkan dan lainnya. Dalam setiap membuat karyanya, Rudi selalu akrab dengan bau pesing.

“Ada hal lain yang bisa saya lakukan. Membersihkan kamar, memandikan pasien Orang Dengan Gangguan Jiwa itu yang sudah bertahun-tahun mungkin tidak mandi. Terutama kamarnya ya, bahkan ada yang penuh kotoran manusia ya. Yang paling akrab di fotografi saya bau pesing sebenarnya. Bau pesing, gelap,” jelasnya.

Rudi mengaku, yang tidak ia pahami sampai sekarang adalah para ODGJ justru akrab dengan dirinya. Nyalinya memang sempat ciut ketika harus menemui ODGJ perempuan di Bali bagian Timur. Sebab ODGJ perempuan yang dipasung itu mengaku telah menggorok leher ibu tirinya. Bahasa-bahasa yang jujur dan vulgar inilah yang membuat nyali Rudi sempat ciut.

“Saya berpikir sedikit nakal. Jangan-jangan saya sama frekuensinya dengan mereka. Takutnya ada frekuensi yang sama,” kelakarnya.

1.Seorang fotografer bukan hanya datang dan memotret. Tapi harus ada interaksi dan tanggung jawab

Hasil jepretan foto Rudi Waisnawa tentang kondisi Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang dipasung. (Dok.IDN Times/Rudi Waisnawa)

Bukan soal ketertarikannya pada dunia orang-orang yang terpasung, Rudi merasa sudah sejak awal memang memilih fotografi yang berproses. Ia belajar fotografi secara otodidak dan mengawali kariernya sebagai fotografer komersial. Selama perjalanan menekuni dunia ini, ia lebih memikirkan soal sense (Rasa) sebuah foto. Fotografer perlu menumbuhkan rasa secara dominan dalam setiap karya. Kemampuan ini yang menggiring ia bergabung bersama Suryani Institute for Mental Health, tujuh tahun lalu.

“Artinya bukan hanya datang dan motret. Tapi ada interaksi, tanggung jawab dan berguna bagi objek yang saya foto. Saya menyebutnya empati,” ungkap Rudi.

“Kalau gaya fotografi saya memang lebih menyukai jurnalism photo dan documentary photo. Kalau project bisa juga, karena saya bukukan dan pamerkan bersama Suryani Institute for Mental Health,” tambahnya.

2.Hasil karyanya menuai pro kontra, dituduh telah mengeksploitasi

Hasil jepretan foto Rudi Waisnawa tentang kondisi Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang dipasung. (Dok.IDN Times/Rudi Waisnawa)

Pro kontra sudah pasti pernah dialami oleh Rudi. Ia pernah mengalami dilema ketika karyanya dianggap mengeksploitasi orang-orang yang dipasung. Ia juga pernah dituduh mengekploitasi oleh suatu lembaga resmi di Indonesia. Sebab karyanya dinilai memperlihatkan penderitaan orang, menampilkan wajah, bahkan ketika pameran pernah dikatakan telah melempar kotoran ke wajah pemerintah.

“Misalnya dikatakan mengekploitasi kondisi sosial masyarakat dan lain-lain. Tapi saya tidak mau terjebak soal kontroversi. Saya mempunyai tanggung jawab untuk mengungkap kondisi real yang ada di masyarakat dan memberikan bantuan secara gratis yang dilakukan oleh Suryani Institute for Mental Health,” kata Rudi.

Lalu bagaimana cara mengemas karyanya supaya diterima oleh masyarakat? Sesungguhnya menurut Rudi, foto-foto orang yang terpasung itu hanya 10 persen dari semua proses yang ia kerjakan. Sebab dalam setiap prosesnya, ia tidak sekadar mengambil foto.

“Ketika fotografi saya dilihat secara utuh, maka karya ini bisa diterima khalayak. Karena di sana ada proses. Saya tidak hanya datang untuk memotret. Tapi biasa memandikan mereka, membersihkan kamarnya dan lain-lain. Jika dilihat sebagai single foto, bisa jadi disebut mengekploitasi,” jelasnya.

3. Pemasungan itu tidak manusiawi

Hasil jepretan foto Rudi Waisnawa tentang kondisi Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang dipasung. (Dok.IDN Times/Rudi Waisnawa)

Karyanya memiliki pesan yang dalam. Bahwa pemasungan ODGJ adalah tindakan yang tidak manusiawi, dan hanya membuat penderitaan mereka semakin parah.

“Yang ingin saya sampaikan bahwa pemasungan ODGJ berat adalah tindakan yang tidak manusiawi. Itu akan membuat penderitaan mereka semakin parah. Sakit jiwa bisa disembuhkan dengan metode yang tepat dan dilakukan oleh ahlinya,” terang Rudi.

4.Apakah perlu memikirkan nilai estetika ketika memotret?

Hasil jepretan foto Rudi Waisnawa tentang kondisi Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang dipasung. (Dok.IDN Times/Rudi Waisnawa)

“Bagi saya tidak ada objek yang harus dihindari, dengan catatan kita sesuaikan dengan kaidah umum saja, tidak mengandung SARA, ekploitasi secara seksual. Misalnya ada yang menasihati mukanya diblur atau disamarkan. Tapi saya tidak lakukan. Saya lebih memilih dengan frame yang berbeda. Misalnya motret dari belakang atau bagian-bagian tubuh seperti kaki dan tangan.”

5. Cerita ODGJ dipasung selama 20 tahun

Hasil jepretan foto Rudi Waisnawa tentang kondisi Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang dipasung. (Dok.IDN Times/Rudi Waisnawa)

Ia pernah mendapatkan penolakan dari keluarga ODGJ untuk melepas anggota keluarga mereka yang dikurung di kamar. Kejadian itu ia alami di Kabupaten Jembrana, ketika mengikuti rombongan untuk mengobati yang bersangkutan. Kondisi ODGJ dalam keadaan kukunya panjang dan rambutnya gondrong. Ini menjadi pasien ODGJ pertama yang dimandikan oleh Rudi. Rudi lantas bersyukur, akhirnya pasien tersebut sembuh.

“Rata-rata kondisinya sangat parah. Ada yang dikurung dalam kamar 12 tahun. Semua dilakukan di kamar. Kotorannya sampai memenuhi kamar. Karena kamar mandinya gak ada air,” cerita Rudi.

Selain itu, ia menceritakan pernah melihat ODGJ yang dipasung kakinya selama 20 tahun. Jadi selama itu pula, ODGJ ini dalam posisi duduk di tempat yang sama. Namun sekarang, ODGJ tersebut sudah dilepas. Tetapi masih dikurung di dalam kamar bantuan bedah rumah. Secara umum, ia menemukan ODGJ dalam kondisi tidur tanpa alas dan bantalnya dari kayu. Hingga membuat para ODGJ tersebut terbiasa dengan kondisi itu.

6. Para ODGJ masih belum merdeka

Hasil jepretan foto Rudi Waisnawa tentang kondisi Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang dipasung. (Dok.IDN Times/Rudi Waisnawa)

Ia berpendapat,sistem pemasungan ini tidak manusiawi. Apalagi Indonesia yang tepat berusia 75 tahun, tetapi para ODGJ tidak pernah merasakan kemerdekaan.

“Tentu saya sangat tidak setuju, karena tidak manusiawi dan tidak memberikan solusi. Mereka mereka inilah sejatinya orang yang tak pernah merasakan apa itu merdeka,” ucapnya.

“Kami punya hastag #BaliBebasPasung, dengan program ini setidaknya kita memberikan kesempatan bagi mereka yang dipasung untuk merasakan kebebasan tentu dengan pengobatan dan penyembuhan yang bertahap,” lanjutnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ayu Afria Ulita Ermalia
Irma Yudistirani
Ayu Afria Ulita Ermalia
EditorAyu Afria Ulita Ermalia
Follow Us