Denpasar, IDN Times - Staf Sub Bagian Psikologi Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar, Lyly Puspa Palupi, menanggapi fenomena crossdresser dan crosshijaber yang mencuat di media sosial (Medsos) beberapa waktu lalu. Berbagai motif menjadi alasan yang melatarbelakangi para pelaku tampil berlawanan dengan jenis kelaminnya tersebut. Ada yang mengikuti trend terkini, namun ada juga yang memang karena penyimpangan.
“Sejak lama kita sudah terpapar dengan pria yang berpenampilan, bertingkah seperti wanita. Biasa disebut waria atau transgender. Nah, fenomena crosshijab ini perlu disikapi khusus, karena ada simbol keagamaan yang dipakai. Hijab seperti yang diketahui adalah pakaian wanita muslim atau muslimah,” terangnya kepada IDN Times, Senin (21/10).
Para crosshijaber maupun crossdresser, mendapatkan perhatian dari lingkungan terdekat, terutama keluarga. Perlunya menelusuri dan memahami motif atau alasan mereka melakukan hal tersebut. Lalu memberikan edukasi tentang perilaku, cara berpakaian, sikap yang sesuai dengan jenis kelaminnya, dan sesuai dengan norma sosial.
“Jika diperlukan, keluarga atau lingkungan bisa menyarankan individu berkonsultasi dengan praktisi kesehatan mental seperti psikolog dan psikiater untuk mendapatkan pendampingan,” sarannya.