Ini Dia Pria di Balik Penyusun Diagram Kalender Saka Bali

Kalender Bali buatannya berlaku sampai 100 tahun mendatang

Denpasar, IDN Times - Tak pernah terbayangkan bagi I Gede Marayana akan menjadi penyusun kalender Saka Bali. Berawal dari rasa penasaran akan perhitungan baik buruknya suatu hari yang dijadikan patokan dalam melaksanakan upacara agama (Biasa disebut wariga), kini ia menjadi praktisi wariga yang dikenal luas.

Bahkan ia mampu menciptakan penanggalan untuk menentukan hari raya Purnama-Tilem (Disebut Pangelantaka) dalam kalender Saka Bali untuk jangka waktu 100 tahun.

Berkat kegigihannya mengkaji ilmu wariga Bali dari berbagai sumber, ia berhasil menciptakan pengelantaka hingga tahun 2079 mendatang. Pengalantaka ini pun sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia tahun 2019. Kemudian, belum lama ini Marayana juga menerima penghargaan Bali Kerthi Nugraha Mahottama Provinsi Bali karena dedikasinya untuk pelestarian Bahasa, Aksara dan Sastra Bali.

Berikut ini kisah Marayana hingga menjadi penyusun kalender Saka Bali sekaligus praktisi wariga:

Baca Juga: 7 Doa Agama Hindu Supaya Mendapatkan Kedamaian Hidup

1. Berawal ketika ia melihat ayahnya mencari hari baik hanya menggunakan rumus tangan

Ini Dia Pria di Balik Penyusun Diagram Kalender Saka BaliIDN Times/Irma Yudistirani

Ketika masih Sekolah Dasar (SD), Marayana kerap melihat ayahnya mencari hari baik menggunakan rumus tangan. Ia semakin penasaran, karena kondisi ayahnya yang buta huruf namun bisa menentukan kapan hari baik untuk melakukan kegiatan tertentu tanpa melihat kalender.

“Dulu ada orang bertanya ke rumah, minta dicarikan hari baik mencari bibit babi. Bapak saya buta huruf, tapi bisa menghitung lewat jari tangannya tanpa melihat kalender. Saya berpikir saat itu, kok bisa? Ternyata setelah tahu ilmunya, saya juga ajarkan ke mahasiswa saya sekarang,” tutur Marayana ketika dihubungi IDN Times, Kamis (11/3/2021) lalu.

Baca Juga: 7 Peribahasa Bali yang Mencerminkan Perilaku Manusia

2. Marayana mendalami sejak tahun 1975 dan ketika menyaksikan upacara besar setiap 100 tahun sekali di Pura Besakih

Ini Dia Pria di Balik Penyusun Diagram Kalender Saka BaliIDN Times/Vanny El Rahman

Marayana baru sekadar tertarik saja ketika itu. Begitu tahun 1975, ia yang berusia 27 tahun mulai tertarik untuk mendalaminya. Kebetulan Marayana bekerja di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Buleleng bidang irigasi, yang tentu saja sering berhubungan langsung dengan petani dan kehidupan agraris.

Pada saat yang sama, ia ditarik menjadi Wakil Kelian Adat Banjar Galiran, Desa Baktiseraga, Kabupaten Buleleng. Sebagai prajuru (Pengurus) adat, Marayana harus memahami penghitungan hari baik-buruk. Dari situ, ia semakin tertarik untuk mengkajinya.

“Tahun 1979 kemudian ada upacara besar di Pura Besakih. Namanya upacara Eka Dasa Rudra yang dilaksanakan setiap 100 tahun sekali. Saya tambah tertarik lagi untuk mengkaji wariga itu, bagaimana menentukan upacara 100 tahun itu jatuh pada hari dan tanggal berapa. Mulai dari situ saya ingin mengkaji lebih dalam."

3. Mulai mencari referensi lontar hingga mempelajari berbagai kalender

Ini Dia Pria di Balik Penyusun Diagram Kalender Saka BaliIDN Times/Irma Yudistirani

Marayana mendalami ilmu wariga secara otodidak tanpa ada yang membimbing. Ia mempelajari berbagai referensi lontar dan ilmu sistem penanggalan yang ada. Akhirnya menemukan referensi sistem penyusunan kalender yang disusun oleh Ida Bagus Sugriwa, yaitu tokoh Bali asal Kabupaten Buleleng. Ia juga mempelajari ilmu pengalantaka di Desa Tua Sudaji, Buleleng yang berbeda daripada umumnya. Pengelantaka itu disebut pengalihan Purnama-Tilem Tri Lingga.

Tahun 1980, ketika Marayana mendapatkan tugas pendidikan di Yogyakarta, ia juga mempelajari ilmu-ilmu polygon dan mengombinasikan semuanya menjadi sistem penanggalan yang akurat.

“Saya kaji, kemudian kombinasikan dengan pangelantaka yang umum. Namanya menjadi pengelantaka eka sungsang ke paing. Dengan menggunakan ilmu itu, kita bisa menghitung purnama tilem secara berkesinambungan hingga 100 tahun dan bertemu kembali Upacara Eka Dasa Rudra selanjutnya (Tahun 2079),” jelas Marayana.

Selain itu, Marayana juga mempelajari berbagai ilmu kalender. Mulai dari kalender Masehi, kalender Hijriah, kalender Jawa, kalender China, kalender Budha, dan kalender lainnya. Hingga Marayana menemukan satu kesimpulan, bahwa kalender Saka Bali yang paling sulit dipelajarinya. Menurutnya, penyusunan kalender Bali untuk menentukan sasih ditentukan berdasarkan surya atau matahari, candra atau bulan, serta bintang atau rasi bintang. Selain itu, sistem kalender Saka Bali juga diikat oleh pawukon dan wewaran.

“Warisan ilmu kita sangat luar biasa, kalau kita mau mengkaji dan mengembangkan. Walaupun hanya tertulis sekedar dalam lontar, tapi ternyata itu matematis. Kita bisa uji secara matematis dan ilmiah. Malah saya sudah saya seminarkan di ITB,” imbuhnya.

4. Pertama kali menerbitkan kalender sendiri tahun 1993

Ini Dia Pria di Balik Penyusun Diagram Kalender Saka BaliTengah: I Gede Marayana ketika menerima penghargaan. (Dok.IDN Times/Istimewa)

Setelah 14 tahun mendalami, mengkaji, hingga mengombinasikan berbagai referensi dan sumber-sumber sistem penanggalan lainnya, Marayana berhasil menerbitkan kalender hasil karyanya sendiri pada tahun 1993. Namun pada saat itu sistem kalender di Bali masih menemui kerancuan.

Marayana pun menceritakan kerancuan tersebut. Awalnya sistem penanggalan Bali Pengalantaka Eka Sungsang diterbitkan oleh Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI) Bali pada tahun 1959, dan terus disempurnakan hingga tahun 1979 ketika pelaksanaan upacara 100 tahun Eka Dasa Rudra di Pura Besakih. Namun pada tahun 1990, PHDI Bali kemudian membentuk tim pengkaji wariga. Pada tahun 1991, atas kajian dari tim pengkaji tersebut, sistem pengelantaka eka sungsang yang sebelumnya dipakai kemudian diganti dengan sistem kalender Niryana yang berlaku di India.

Kerancuan terjadi sejak penggunaan sistem kalender Niryana itu. Kerancuan itu terlihat pada jatuhnya tilem sasih kesanga yang bergeser. Jika berdasarkan sistem penanggalan eka sungsang, tilem sasih kesanga jatuh pada bulan Maret. Tetapi berdasarkan sistem niryana, tilem sasih kesanga bergeser ke bulan April. Kerancuan inilah diyakini akan berdampak kepada kesinambungan sistem penanggalan Purnama-Tilem pada tahun-tahun berikutnya.

Pada tahun 1996, Marayana berinisiatif untuk mengadakan seminar tentang kerancuan itu dengan sebuah universitas. Ia ingin memperjuangkan sistem pengalantaka eka sungsang agar bisa digunakan kembali.

Tahun 1998, paruman (Rapat) sulinggih dilakukan untuk membahas penyempurnaan pengalantaka. Permasalahan ini terus menjadi perhatian serius, hingga pada tahun 2001 juga dilakukan paruman oleh PHDI Bali dan PHDI Pusat. Saat itu, Marayana diberikan kesempatan untuk mengkaji dua sistem kalender nirayana dan pengalantaka eka sungsang.

Menurut Marayana, ada empat unsur dalam kedua sistem penanggalan itu antara lain unsur penghitungan, sistematis, geografis dan padewasan. Namun ternyata ada perbedaan pada unsur geografis di sistem penanggalan pengalantaka eka sungsang dan sistem niryana. Akhirnya tahun 2001, paruman sulinggih menetapkan kalender Bali dengan sistem pengalantaka eka sungsang kembali diberlakukan sampai sekarang.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya