Kisah Ida Nyoman Sugata, Seumur Hidup Mengabdi Sebagai Dalang di Bali

Sejak awal ia mendalang bukan bertujuan untuk bisnis

Karangasem, IDN Times - Tak bisa dipungkiri, seni budaya bagaikan jantung dan nyawanya Pulau Bali. Tanpa itu semua, tak mungkin Bali bisa seterkenal ini. Seni budaya hidup di tengah-tengah kehidupan masyarakat Bali, lestari lewat kegiatan adat dan sosial masyarakat. Hal itu dilakoni oleh masyarakatnya, sehingga masih terjaga sampai sekarang.

Ada banyak jenis seni budaya Bali. Satu di antaranya seni mendalang. Untuk menjadi seorang seniman dalang tidaklah mudah. Dalang adalah seniman multiperan. Dia juga seorang sutradara, narator, pemain karakter, penata pentas, hingga penyanyi. Seorang dalang juga harus menguasai bahasa pewayangan yang biasanya menggunakan Bahasa Kawi atau Jawa Kuno.

Di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali, nama Ida Nyoman Sugata sudah tak asing lagi. Dia adalah seniman alam yang sejak muda sudah mengambil peran mendalang Wayang Parwa dan Sudhamala, yakni jenis wayang yang ditampilkan ketika upacara adat maupun keagamaan. Dia kerap diminta untuk mendalang di berbagai wilayah Karangasem.

Prinsip ngayah (Mengabdi) untuk kepentingan masyarakat membuatnya mencintai seni mendalang sampai sekarang. Atas dedikasinya itu, belum lama ini Ida Nyoman Sugata mendapatkan penghargaan “Adi Sewaka Nugraha” di Pesta Kesenian Bali ke-43 Tahun 2021. Berikut ini perjalanan karier Ida Nyoman Sugata, dalang asal Kabupaten Karangasem:

Baca Juga: 10 Potret Tradisi Mageret Pandan di Desa Tenganan Karangasem

1. Lahir dari keluarga berdarah seni, ia tertarik jadi dalang karena sering diperdengarkan cerita pewayangan sebelum tidur

Kisah Ida Nyoman Sugata, Seumur Hidup Mengabdi Sebagai Dalang di BaliIda Nyoman Sugata, dalang dari Kabupaten Karangasem. (Dok.Ida Nyoman Sugata)

Ida Nyoman Sugata lahir dari keluarga berdarah seni. Ayahnya, Ida Wayan Padang adalah seorang dalang, penari, pelatih gambuh, topeng, dan penari arja. Sedangkan ibunya, Jero Nyoman Anyaran merupakan seniman arja di Sekaa Arja Budakeling, Karangasem yang seringkali memerankan Desak Rai di tahun 1945-an. Awal mula Ida Nyoman Sugata mencintai seni dalang adalah ketika mengungsi ke wilayah Kota Singaraja.

Pada saat itu, tahun 1963, gunung terbesar dan tertinggi di Bali, yakni Gunung Agung meletus hebat. Karena situasi erupsi yang juga menimpa kampungnya di Banjar Abang Jeroan, Desa Abang, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, Ida Nyoman Sugata bersama orangtuanya mengungsi ke daerah Singaraja untuk beberapa tahun.

Selama mengungsi, Ida Nyoman Sugata kerap diperdengarkan dongeng berupa cerita pewayangan. Dari situ cikal bakal Ida Nyoman Sugata tertarik dengan wayang.

2. Dibuatkan wayang dari karton dan plastik, hingga pentas wayang setiap malam minggu bersama teman-teman

Kisah Ida Nyoman Sugata, Seumur Hidup Mengabdi Sebagai Dalang di BaliIda Nyoman Sugata, dalang dari Kabupaten Karangasem. (Dok.Ida Nyoman Sugata)

Karena makin penasaran, Ida Nyoman Sugata meminta sang ayah untuk membuatkannya wayang. Dibuatkanlah wayang dari karton dan plastik tebal. Karena asyik belajar wayang, sepulang sekolah Ida Nyoman Sugata dan kawan-kawannya yang masih Sekolah Dasar (SD) bermain pertunjukan wayang.

Ida Nyoman Sugata memainkan wayang, sedangkan teman-temannya megambel menggunakan kaleng bekas cat dengan irama tak beraturan. Waktu itu, Ida Nyoman Sugata bersekolah di SDN 618 Liligundi Singaraja (1969-1972).

Permainan wayang mereka mendapatkan perhatian dari teman-teman di lingkungan tempatnya mengungsi. Akhirnya Ida Nyoman Sugata dan teman-teman penabuh yang mengiringi permainan wayangnya menggelar pertunjukan kecil setiap malam minggu. Setiap pentas, mereka diberikan uang 1 ringgit (Rp2,5) yang berasal dari urunan teman-temannya sesama penonton.

3. Kembali ke kampung halaman, Ida Nyoman Sugata sempat tak melanjutkan bermain wayang, tapi mempelajari kesenian baru

Kisah Ida Nyoman Sugata, Seumur Hidup Mengabdi Sebagai Dalang di BaliIda Nyoman Sugata, dalang dari Kabupaten Karangasem. (Dok.Ida Nyoman Sugata)

Tahun 1972, keluarga Ida Nyoman Sugata memutuskan untuk kembali pulang ke kampung halaman. Namun sejak itu ia tak lagi bermain wayang. Tetapi Ida Nyoman Sugata justru mempelajari jenis kesenian yang baru, yakni bergabung ke dalam Sekaa Drama.

Dalam jenis pertunjukan ini, Ida Nyoman Sugata mendapat peran tokoh putra kecil. Meski jiwanya mendalang, tapi ia termasuk sukses bermain peran kala itu. Karena sampai membuat penonton menangis terbawa emosi.

Tetapi yang namanya cinta terhadap wayang, ke mana pun akan dikejar. Setiap ada pertunjukan wayang, Ida Nyoman Sugata selalu meniatkan diri untuk menonton meskipun harus menempuh jarak yang cukup jauh. Ada kepuasan batin di situ.

Baca Juga: Salut! Ini 5 Tradisi Unik di Karangasem yang Masih Dipegang Teguh

4. Pesan sang ayah agar Ida Nyoman Sugata melanjutkan pengabdian mengisi seni wewalen (Kesenian untuk mengiringi upacara adat dan keagamaan di Bali)

Kisah Ida Nyoman Sugata, Seumur Hidup Mengabdi Sebagai Dalang di BaliIda Nyoman Sugata, dalang dari Kabupaten Karangasem. (Dok.Ida Nyoman Sugata)

Setelah tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP), Ida Nyoman Sugata berencana untuk mengikuti seleksi polisi mengikuti impiannya. Namun usahanya gagal. Saat itu pula orangtua Ida Nyoman Sugata berpesan agar ia ikut ngayah (Mengabdi untuk kepentingan masyarakat) dalam mengisi kesenian wewalen yang sangat dibutuhkan oleh umat setiap menggelar upacara keagamaan.

Sembari mengasah kemampuannya bermain wayang, Ida Nyoman Sugata tetap melanjutkan pendidikannya. Ia memilih menempuh ilmu di Pendidikan Guru Agama Hindu (PGAH) Amlapura selama 1977-1980. Setelah tamat, Ida Nyoman Sugata langsung diangkat menjadi guru Agama Hindu.

5. Tahun 1983 adalah momen pertama kali Ida Nyoman Sugata pentas dalang secara resmi

Kisah Ida Nyoman Sugata, Seumur Hidup Mengabdi Sebagai Dalang di BaliIda Nyoman Sugata, dalang dari Kabupaten Karangasem. (Dok.Ida Nyoman Sugata)

Singkat cerita, pada tahun 1983 ketika seluruh umat Hindu melaksanakan upacara Ngaben dan Ngeroras menjelang Karya Panca Wali Krama di Pura Besakih. masyarakat di Karangasem sangat kesulitan untuk mendapatkan Wayang Sudhamala. Hal itu karena minimnya dalang di Kabupaten berjulukan Gumi Lahar ini.

Ada seorang masyarakat yang mengetahui kemampuan mendalang Ida Nyoman Sugata, karena pernah melihatnya melatih anak-anak bermain pertunjukan Wayang Parwa. Pada saat yang bersamaan, ada seorang tokoh dari Desa Tista, Kecamatan Abang, Karangasem yang merupakan mantan dalang, juga memaksanya agar menjadi dalang. Mantan dalang itu bahkan bersedia untuk memberikan guna pakai wayangnya sebanyak satu keropak.

Namun, mantan dalang itu memberikan syarat, agar ketika siapa saja masyarakat Desa Tista yang memintanya untuk ngewayang, Ida Nyoman Sugata wajib bersedia, kecuali sedang sakit. Karena dorongan nurani, Ida Nyoman Sugata memberanikan diri untuk mengabdi (Ngayah) dengan mendalang seni wewalen Wayang Sudhamala.

Segenap persiapan ia lakukan, mulai dari upacara penyucian diri (Mawinten), serta meminta ilmu mantra membuat tirta Wayang Sudhamala kepada sang paman yang kini menjadi pedanda di Budakeling.

Ida Nyoman Sugata memulai pentas perdana di Banjar Juwuk Desa Datah, Kecamatan Abang. Dari penampilan perdana itu, masyarakat mulai mendengar kemampuan mendalangnya. Jadwal untuk ngewayang pun semakin padat. Dari yang semula mendalang untuk muput karya dengan ngewayang sudhamala saja, sampai ada beberapa masyarakat yang mempunyai kaul (Sesangi) yang mencarinya.

Ida Nyoman Sugata pernah mengambil pentas di wilayah Karangasem, bahkan ke Goris, Gumbrih, Kampung Tinggi Singaraja, Sangsit, Tembok, Glogor Denpasar, Sawan Klungkung, Batumadeg Nusa Penida, Selumbung Mataram, Cakra, Semeru dan lainnya. Selain itu, Ida Nyoman Sugata juga sering dilibatkan dalam ajang-ajang kesenian seperti Pesta Kesenian Bali (PKB).

6. Dari ngayah, Ida Nyoman Sugata merasakan kepuasan batin lebih dari profit oriented

Kisah Ida Nyoman Sugata, Seumur Hidup Mengabdi Sebagai Dalang di BaliIlustrasi wayang. (Novriananda via Wikipedia.org)

Ida Nyoman Sugata menyadari, bahwa menjadi seniman dalang adalah pilihan hidup sekaligus takdir hidupnya. Bisa membantu masyarakat yang membutuhkan seorang dalang adalah kepuasan batin baginya. Sejak awal ia mendalang bukan bertujuan untuk bisnis, melainkan mengabdikan diri kepada masyarakat.

Meski kini ada seni wayang kreasi untuk kepentingan profit oriented, namun Ida Nyoman Sugata lebih memilih mendalang untuk kepentingan masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan adat dan keagamaan. Ia pernah mencoba sekali pentas wayang kreasi, namun sulit baginya bicara soal bisnis.

Sampai sekarang, Ida Nyoman Sugata masih tetap teguh menjalankan kewajibannya mendalang. Bahkan seumur hidupnya ia akan mengabdikan diri. Menurutnya, penting bagi seorang dalang untuk memahami filsafat atau tattwa sebagai dasar dalam ngewayang, agar antara pertunjukan dan tujuan pertunjukan itu menyatu dan metaksu.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya