Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi kenangan (unsplash.com/Jon Tyson)
ilustrasi kenangan (unsplash.com/Jon Tyson)

Pernah gak sih, kamu tiba-tiba teringat momen indah masa lalu dan langsung pengen balik ke situ? Rasanya hangat, nyaman, dan bikin senyum sendiri. Tapi hati-hati, lho. Kalau terlalu sering tenggelam dalam kenangan, apalagi yang terlalu manis, itu bisa jadi racun buat mentalmu. Nah, ini dia 5 alasan terlalu larut dalam nostalgia bisa berdampak buruk, dan gimana cara mengatasinya biar hidup kamu tetap sehat dan bahagia. Yuk simak, dilansir dari berbagai sumber.

1. Nostalgia bisa bikin realitas jadi kabur

ilustrasi berkhayal (unsplash.com/Clay Banks)

Saat kita mengingat masa lalu, otak kita sering ‘ngedit’ kenangan jadi lebih indah dari kenyataannya. Ini disebut rosy retrospection. Masalahnya, kita jadi gampang ngerasa hidup sekarang itu hambar, karena terus-terusan dibandingin sama versi masa lalu yang udah dipoles.

Kalau kamu terlalu sering mikir “dulu tuh enak banget ya,” itu bisa bikin kamu gak puas sama kondisi sekarang. Kamu jadi stuck, susah berkembang, dan susah buat nikmatin momen yang lagi kamu jalanin sekarang. Jangan sampai kamu jadi penonton dalam hidupmu sendiri gara-gara sibuk nonton ‘film lama’ di kepala.

2. Kebanyakan nostalgia bisa bikin depresi

ilustrasi depresi (pexels.com/Nathan Cowley)

Mengingat kenangan lama itu gak salah. Tapi kalau terus-terusan, itu bisa bikin kamu jadi sedih, bahkan depresi. Apalagi kalau kamu sering ngebandingin masa lalu yang indah dengan hidup sekarang yang lagi gak ideal.

Orang yang sering larut dalam nostalgia punya risiko lebih tinggi buat ngalamin kecemasan dan depresi. Terutama kalau kamu cenderung mikirin hal-hal yang udah lewat terus-terusan tanpa bisa move on. Bukannya bikin tenang, malah bikin hati makin berat.

3. Kenangan lama bisa ganggu hubungan yang sekarang

ilustrasi huhungan toksik (pexels.com/Antoni Shkraba Studio)

Kamu masih sering mikirin mantan, atau masa-masa SMA yang katanya paling seru? Hati-hati, kebiasaan ini bisa bikin kamu susah connect sama orang-orang di sekitarmu sekarang. Kalau terus mengidolakan hubungan lama, kamu bisa aja jadi cuek sama hubungan baru yang punya potensi buat bikin kamu bahagia.

Efeknya, kamu jadi gak puas, merasa sendiri, dan susah bangun koneksi yang sehat. Bayangin, orang baru datang dengan niat baik, tapi kamu masih sibuk hidup di masa lalu. Gimana bisa bahagia kalau terus mengejar bayangan?

4. Terlalu menggenggam masa lalu bisa menghambat perkembangan diri

ilustrasi kesepian (pexels.com/cottonbro studio)

Terlalu fokus sama masa lalu juga bisa bikin kamu takut berubah. Kamu jadi malas mencoba hal baru karena terlalu nyaman sama kenangan lama. Akhirnya, kamu jalan di tempat. Padahal hidup terus jalan, dan kesempatan baru terus berdatangan.

Kalau kamu terus terjebak di masa lalu, kamu bakal ngelewatin banyak hal seru di masa sekarang. Hidup kamu jadi cuma soal 'dulu' tanpa ada cerita baru yang layak dikenang ke depannya.

5. Cara sehat mengelola nostalgia

ilustrasi dating (pexels.com/Josh Willink)

Nostalgia itu gak harus dibuang jauh-jauh. Tapi harus dikontrol biar gak menyeret kamu ke lubang gelap. Caranya, coba hidup di momen sekarang. Fokus sama hal-hal yang bisa bikin kamu bahagia hari ini. Jangan cuma hidup di masa lalu.

Lakukan hal-hal baru yang bisa ngasih kamu kenangan baru. Kalau kamu merasa kenangan itu udah terlalu dalam dan bikin kamu berat buat jalanin hari, jangan ragu buat cari bantuan profesional. Gak ada yang salahnya kamu mengobrol bersama psikolog.

Kenangan indah itu bukan musuh, tapi jangan biarin mereka menguasai kamu. Kalau tahu cara menikmati nostalgia dengan bijak, kamu bisa tetap tumbuh dan menikmati hidup yang sedang berjalan. Ingat, masa lalu cuma bagian dari cerita. Masa sekarang dan masa depan masih punya banyak kejutan kalau kamu siap menjalaninya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team