Pemuda di Buleleng Buka Les Bahasa Inggris dengan Upah Sampah Plastik

Perkenalkan, dia namanya Dika. Usianya baru 23 tahun

Buleleng, IDN Times – Generasi Gen Z atau remaja yang lahir pada 1996-2010 sekarang ini menjadi tongkat estafet untuk mempertahankan kemerdekaan. Keberadaannya memiliki peranan penting dalam perkembangan Indonesia. Apa saja yang mereka lakukan?

Seperti I Gede Andika Wira Teja atau Dika (23) yang melakukan berbagai gerakan kreatif untuk memajukan bangsa dan merekatkan persatuan. Tindakannya menjadi salah satu bukti, bahwa Gen Z telah mengambil porsinya dalam mencerdaskan bangsa. Keterlibatan pria asal Kabupaten Buleleng ini sama besar tanggung jawabnya seperti terciptanya Sumpah Pemuda zaman dulu.

Pemuda di Buleleng Buka Les Bahasa Inggris dengan Upah Sampah PlastikSosok I Gede Andika Wira Teja mencerdaskan anak-anak di wilayah Bali Utara. (Dok. IDN Times / Johannes P. Christo)

Bagi Dika, Sumpah Pemuda adalah momentum untuk refleksi diri, apa saja yang sudah kita lakukan di usia muda. Usia yang tidak seharusnya dibiarkan berlalu begitu saja tanpa karya. Karena ini kesempatan yang paling baik untuk menjadi "Apa yang bisa kita lakukan."

Apalagi Indonesia mempunyai transformasi struktur penduduk usia muda yang akan mendominasi. Maka saatnya mengambil peran sesuai kemampuan dan ketertarikan bidang yang ditekuni.

“Sumpah Pemuda itu menjadi sumpah bersama bagi setiap pemuda untuk terus bergerak nyata demi kemajuan bangsa. Usia muda, waktunya berkarya, berbagi, menginspirasi, dan menunjukkan dedikasi nyata. Bergerak bersama untuk membangun bangsa,” ucapnya.

Lalu bagaimana peran strategis yang ia mainkan? Sebagai pemuda, ia mengambil porsi untuk pembangunan pendidikan dan literasi, khususnya untuk wilayah pinggiran. Ia melakukan gerakan kecil namun membawa dampak perubahan dalam jangka panjang.

1. Kebijakan sekolah daring tidak efektif untuk siswa dari keluarga menengah ke bawah

Pemuda di Buleleng Buka Les Bahasa Inggris dengan Upah Sampah PlastikSosok I Gede Andika Wira Teja mencerdaskan anak-anak di wilayah Bali Utara. (Dok. IDN Times / Johannes P. Christo)

Apa yang melatarbelakangi Dika melakukan gerakan Kreasi Edukasi Bahasa dan Literasi Lingkungan di Desa Pemuteran, Kabupaten Buleleng?

Tidak lain karena kebijakan pembelajaran daring selama pandemik COVID-19 kurang efektif untuk sebagian siswa. Keputusan Pemerintah Indonesia untuk memutus rantai penyebaran virus COVID-19 di lingkungan pendidikan, berdampak bagi siswa yang memiliki keterbatasan kondisi akses internet karena lokasi tempat tinggalnya tidak mendukung.

“Strategi dan rencana awal yang baik untuk menerapkan pembelajaran jarak jauh untuk solusi pencegahan penyebaran virus COVID-19. Namun di balik kebijakan tersebut, tidak semua anak siap untuk mengikuti kelas daring dengan beberapa kondisi,” jelasnya.

Beberapa siswa mengalami kesulitan memahami materi sekolah. Lalu metode belajar (Daring) yang terbilang mahal, dan fasilitas dukung yang tidak dimiliki oleh siswa. Kondisi ini ia gambarkan seperti halnya di Desa Pemuteran. Desa kecil yang berkembang karena pariwisata di wilayah Bali Utara.

Gerakan ini sudah direncanakan sejak Maret 2020, dan direalisasikan pertama kali pada Mei 2020 untuk merespon dampak pandemik. Tujuannya untuk mengajak anak-anak tetap melakukan aktivitas positif di tengah tekanan yang mereka rasakan secara tidak langsung.

“Terlebih lagi dengan siswa yang kurang terbiasa belajar daring, orangtua yang kurang mampu mengarahkan siswa untuk mengikuti proses belajar daring karena minimnya pengetahuan, dan juga keterbatasan media belajar.”

Untuk menjamin keberlangsungan belajar siswa di tengah pandemik, ia membuat kelas luring yang dimulai dari belajar Bahasa Inggris. Karena ilmu ini, menurutnya sangat dibutuhkan oleh generasi muda Desa Pemuteran.

2. Bahasa menjadi kebutuhan penting bagi generasi Desa Pemuteran

Pemuda di Buleleng Buka Les Bahasa Inggris dengan Upah Sampah PlastikKondisi masyarakat di wilayah Bali Utara. (Dok. IDN Times / Johannes P. Christo)

Sejak virus COVID-19 masuk ke Indonesia, dampak bagi perekonomian masyarakat Desa Pemuteran sangat terasa, khususnya menengah ke bawah. Kondisi ini memaksa setiap keluarga harus memikirkan kebutuhan primer dari pangan terlebih dahulu, daripada memfasilitasi anak-anak untuk ikut belajar daring. Apalagi menyediakan kebutuhan gawai atau laptop.

“Kemampuan orangtua untuk memenuhi kebutuhan anaknya dalam belajar online dan siswa. Juga yang merasa sulit belajar secara online karena masalah kuota yang mahal, membuat banyak anak akhirnya tidak bisa ikut belajar online dari rumah.”

“Kekhawatiran mengenai keberlangsungan proses belajar siswa dengan keterbatasan yang dimiliki menjadi alasan yang mendorong saya untuk melakukan kelas luring khususnya Bahasa Inggris. Karena daerah Desa Pemuteran masuk dalam Desa Pariwisata sehingga mudah untuk menarik ketertarikan siswa dalam belajar Bahasa.”

Dika mengajarkan ilmu bahasa kepada generasi Desa Pemuteran. Hal ini ia sesuaikan dengan potensi pariwisata yang ada di desa tersebut. Selain juga sudah beberapa kali mendapatkan penghargaan nasional maupun internasional.

Pemuda di Buleleng Buka Les Bahasa Inggris dengan Upah Sampah PlastikKondisi anak-anak sekolah di wilayah Bali Utara. (Dok. IDN Times / Johannes P. Christo)

Ia bekerja sama dengan pihak desa untuk membangun kelas les Bahasa Inggris. Kegiatan ini rupanya dapat menjaga anak-anak tetap melakukan aktivitas positif. Selain itu pendidikan yang ia berikan juga dibarengi dengan edukasi kebersihan.

“Pembayaran les menggunakan sampah plastik yang sudah dipilah di rumah masing-masing sebagai upaya edukasi sejak dini bagi siswa dan keluarga siswa untuk peduli dengan keberadaan sampah di sekitar mereka,” kata Dika.

3. Sekitar 150-an anak terbantu memahami materi sekolah dan kelas bahasa asing

Pemuda di Buleleng Buka Les Bahasa Inggris dengan Upah Sampah PlastikSosok I Gede Andika Wira Teja mencerdaskan anak-anak di wilayah Bali Utara. (Dok. IDN Times / Johannes P. Christo)

Bagaimana Dika mengedukasi siswa-siswi tersebut? Yakni melalui kelas belajar secara langsung dengan kuota terbatas dan sesuai protokol kesehatan (Prokes), di antaranya:

  • Siswa diajak untuk belajar dengan metode student learning center yang mendorong keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar
  • Kelas softskill (Keterampilan di luar kelas)
  • Kelas pendidikan karakter (Kepedulian lingkungan dan kepedulian sesama) yang semuanya adalah praktik langsung komunikasi Bahasa Inggris. Sehingga bentuk edukasi yang dilakukan untuk mengajar Bahasa Inggris bisa dikatakan sistem bauran kelas hardskill dan softskill.

Sedangkan hasil yang dicapai dari kegiatan ini adalah:

  • Telah membantu 150 anak untuk memahami materi sekolah khususnya Bahasa Inggris, dan berani mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai bagian dari sumber daya manusia yang memiliki potensi desa dengan pariwisata
  • Setiap anak sekarang memiliki kamus Bahasa Inggris lengkap dengan buku tulis dan alat tulis dengan jumlah yang cukup. Anak-anak yang berprestasi dan kurang mampu akan mendapatkan reward berupa kelengkapan sekolah seperti tas serta sepatu. Sampai sekarang sudah ada 19 anak yang menerima tas dan sepatu
  • Terbentuknya kelompok belajar di luar kelas antar anak yang memiliki kesamaan minat dalam belajar Bahasa Inggris
  • Kegiatan positif selama sekolah masih belum dibuka kembali selain membantu orangtua
  • Membantu desa menyiapkan generasi muda yang fasih berbahasa Inggris untuk mendukung pembangunan pariwisata
  • Menjadi acuan semangat belajar mata pelajaran yang lain di sekolah
  • Membantu pengurangan pembakaran sampah plastik yang menyebabkan polusi di Desa Pemuteran sebanyak 314 kilogram, yang tercatat sampai Mei 2021
  • Membantu banyak lansia yang kurang mampu dengan pemberian beras sebanyak 5 kilogram per rumah.

4. Seberapa pentingnya gerakan edukasi dan literasi ini dilakukan di Bali?

Pemuda di Buleleng Buka Les Bahasa Inggris dengan Upah Sampah PlastikSosok I Gede Andika Wira Teja mencerdaskan anak-anak di wilayah Bali Utara. (Dok. IDN Times / Johannes P. Christo)

Menurut Dika, kegiatan semacam ini sangat perlu dilakukan di Bali. Terutama untuk kawasan marginal, pinggiran, dan wilayah pelosok Bali. Karena pembangunan dari pinggiran perlu mendapat perhatian yang serius dalam upaya peningkatan modal insani, pengurangan kemiskinan, hingga pengurangan ketimpangan.

“Literasi adalah langkah awal dan merupakan pondasi bagi proses pendidikan, sehingga penting sekali siswa tidak hanya mampu mengetahui apa yang dipelajarinya, melainkan memiliki motivasi untuk mengimplementasikan bahkan membagikannya kepada orang lain,” ungkapnya.

Edukasi dan literasi adalah satu paket penting untuk meningkatkan skor pendidikan Indonesia dalam penilaian internasional, dan juga meningkatkan kemampuan kognitif namun tetap memiliki jiwa yang kontributif terhadap masyarakat luas.

Sosok Dika sendiri telah mendapatkan berbagai macam penghargaan seperti:

  • Delegasi Indonesia dalam ASEAN – India Students Exchange Program (AISEP) oleh CII dan Kemenpora RI
  • Mahasiswa Berprestasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Tahun 2018
  • Penerima Beasiswa Bank Indonesia Scholarship 2017-2018
  • Duta Pemuda Indonesia Provinsi Bali Tahun 2019
  • Founder Komunitas Jejak Literasi Bali
  • Penerima Beasiswa Studi Singkat di Singapore (National University of Singapore dan Singapore Management University).

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya