Mengenal Seniman Nyentrik Ubud Welldo Wnophringgo, Sempat Mati Suri

Punya prinsip dan pandangan hidup sendiri

Suara gemerincing gelang tangan yang bertabrakan terdengar jelas saat IDN Times bertamu di salah satu rumah dengan gaya arsitektur khas Bali. Rumah kos sederhana di Desa Lot Tunduh Ubud, Kabupaten Gianyar tersebut merupakan tempat tinggal seorang seniman nyentrik asal Surabaya yang gayanya selalu menyedot perhatian publik.

Saat itu dengan senyum sumringah sembari mengulurkan tangan, ia mengenalkan diri sebagai Welldo Wnophringgo alias Hyank Welldo. Ia lahir pada 11 September 1955 di Jakarta.

Bagi beberapa orang, mungkin sudah tak asing lagi dengan sosok ini. Namun bagi sebagian orang, barangkali bertanya-tanya siapa sesungguhnya seniman tersebut? Mengapa dia tampak begitu berbeda, terutama dari gaya berpakaiannya, gaya berbicaranya?

Hyank Welldo saat pertama kali ditanya IDN Times tentang siapa sebenarnya dia, ia tak langsung menjawab perihal asal-usulnya tersebut. Ia hanya menggambarkan bahwa dirinya adalah pelaku keberagaman dan ingin menjadi diri sendiri.

Ya, begitulah gaya seniman yang penuh filosofi ini. Sekilas, tampaknya hanya orang-orang yang seritme dengannya yang paham kata-kata tersebut. Tapi di balik semua itu, ia sesungguhnya sosok yang asyik kepada siapa saja.

“Ya saya yang jelas ingin menjadi diri saya yang sebenarnya. Dan saya ingin mengajarkan kepada orang untuk bisa memahami saya yang sebenarnya. Tidak sebagaimana apa yang mereka pikirkan. Sama seperti saya ingin merangsang orang lain untuk memahami siapa dirinya sebenarnya bukan seperti apa yang mereka pikirkan tentang dirinya,” jelasnya.

IDN Times mencoba mengulik detail kisah laki-laki ini hingga menjadi seorang cross dresser. Jangan kaget kalau dalam keseharian menemukan seniman ini hanya menggunakan cawat (celana dalam perempuan) atau bikini yang dipadukan dengan ratusan aksesoris aneh mulai dari berbagai jenis batuan, permata, akar, logam, tulang binatang, tanduk binatang, hingga taring binatang.

1. Sedari kecil suka memakai hiasan dan pakaian ala perempuan

Mengenal Seniman Nyentrik Ubud Welldo Wnophringgo, Sempat Mati SuriDok.IDN Times/facebook Welldo

Sudah sedari kecil sekitar usia 10 tahun, Hyank Welldo suka memakai hiasan dan pakaian perempuan. Kala itu situasi ia gambarkan bahwa mulai ada dogma peradaban sosial yang selalu mengatakan kita harus sama dengan pendapat umum atau apa yang dikatakan umum. Sementara apapun yang tidak sesuai dengan pendapat umum tersebut maka dinyatakan keliru

“Wah kamu itu ndak (tidak) umum”. Kata-kata tersebut tak asing lagi di telinga Hyank Welldo.

“Nah justru aku malah ingin menunjukkan bahwa yang berbeda itu sungguh-sungguh sesuatu yang luar biasa. Orang yang selalu menjadi sama dengan orang lain tidak akan mendapatkan apa-apa. Jadi menjadi berbeda kita akan kaya. Kita akan mendapatkan sesuatu yang tidak pernah didapatkan orang-orang yang ingin sama,” begitu katanya.

Kala itu, Hyank Welldo yang masih kecil tersebut meng-cover penampilannya dengan cara yang sederhana hanya untuk menegaskan bahwa perbedaan itu luar biasa. Dari mulai cara berpakaian, pakaian pemberian orang tuanya selalu ia sobek di bagian lengan, perut, dan lehernya. Karena hal itulah, orang tuanya sempat mengancam tidak mau membelikan pakaian lagi.

“Oke gak membelikan, saya pakai pakaian terus yang ada. Bahkan saya gak pakai pakaian. Sampai orang tua malu akhirnya nyoh kamu tak kasih uang beli. Akhirnya ketika saya disuruh beli sendiri pakaian, saya beli pakaian perempuan,” jelasnya.

Ia balik menegaskan bahwa zaman dulu pakaian laki-laki semuanya sama. Apalagi yang disebut kaos. Dianggap tidak ada bedanya. Sementara pakaian perempuan selalu banyak ragamnya dan memang gak harus feminine. Sontak, orang tuanya kelabakan melihat tingkah Hyank Welldo saat itu. Orang tua serta masyarakat sekitar memandangnya memiliki kelainan seksual. Terlebih, ketika ia mulai mengenakan giwang (anting-anting).

Namun ternyata ia kerap menjadi trendsetter (pembuat tren). Diakuinya apa yang dia kenakan saat ini cukup memerlukan waktu setengah tahun saja untuk kemudian diikuti masyarakat umum. Sayangnya, karena tidak mau disamai, ia kerap merubah penampilannya senyentrik mungkin.

“Saya merasa ada kesamaan. Mengapa model-model yang muncul di Paris kok sama setengah tahun yang lalu seperti yang aku pakai gitu. Sampai aku cari model yang orang lain itu gak bisa niru. Aku gak ingin meniru dan gak ingin ditiru gitu aja,” terangnya.

Ia ingin menunjukkan bahwa pakaian sama sekali tidak menunjukkan gender seseorang. Pakaian bukan letak dan ukuran penentuan laki-laki atau perempuan. Justru ia menganggap yang membedakan keduanya adalah bentuk tanggung jawab sebagai laki-laki atau perempuan.

Orang tuanya sudah tidak bisa lagi melarangnya menjadi cross dresser, terlebih sejak kejadian Hyank Welldo mati suri di usia 10 tahun. Saat itu ibunya sudah berjanji tidak akan melarang apapun yang akan dilakukan anaknya tersebut.

Diceritakannya, ia sempat mati suri sekitar empat sampai lima jam pada usia 10 tahun karena penyakit step. Tubuhnya sudah dikafani dan didoakan sesaat menjelang akan dikubur. Namun saat itu ibunya berdoa, andaikata anak ini (Hyank Welldo) hidup lagi, senakal apapun dia (ibu) tidak akan melarangnya. Doa tersebut kemudian dikabulkan Tuhan Yang Maha Esa.

2. Banyak printilan asesoris mulai dari metal (logam), taring, tulang, hingga batuan permata

Mengenal Seniman Nyentrik Ubud Welldo Wnophringgo, Sempat Mati SuriSalah satu asesoris favorit Welldo Wnophringgo alias Hyank Welldo yang berkaitan dengan Pantai Selatan (IDN Times/AYu Afria)

Tidak terhitung berapa puluh aksesoris yang melekat di badannya. Begitu pula dengan yang ada di dalam kamarnya. Mulai dari cincin, gelang, giwang kalung, dan lain sebagainya. Ia mengaku mendapatkan aksesoris tersebut dari pemberian-pemberian orang (tidak membeli), termasuk penekun budaya, yang ditemuinya secara tidak sengaja. Ternyata setiap barang yang melekat di tubuhnya memiliki cerita sendiri. Pun barang tersebut kebayakan berkaitan dengan hal mistik.

Misalnya, barang yang akan diberikan kepadanya sempat hilang bertahun-tahun di tangan pemilik pertamanya. Namun dengan kemunculan Hyank Welldo barang tersebut beriringan muncul kembali. Hingga muncul ungkapan barang yang dikeramatkan kembali muncul bersamaan dengan Hyank Welldo.

“Jadi saya mendapatkan mulai dari pemulung. Ada juga (wanita tuna susila). Banyak sekali ada yang hilang pada saat saya joget di diskotek. Bergerak terus, talinya kan putus. Banyak yang hilang,” ungkapnya.

Setidaknya lebih dari 300 buah berbagai jenis aksesoris nyentrik dan memiliki cerita yang kini ia simpan di kamarnya. Hanya tertentu yang ia sukai saja, untuk digunakan setiap harinya. Beberapa asesoris yang ia sukai berkaitan dengan legenda Pantai Selatan (Kisah Nyi Roro Kidul).

Namun seniman yang suka bepergian ini, kala ditanyai saat pemeriksaan di bandara mengaku memiliki pengalaman unik. Pendeteksi metal selalu berbunyi saat iya melewati jalur pemeriksaan. Namun petugas tetap tidak kuasa meminta yang bersangkutan melepaskan semua aksesorisnya tersebut.

“Iya ke detect. Ngapain dilepas. Ngapain dilepas kan udah kelihatan. Tapi kalau mereka maksa, aku bilang mengapa harus dilepas. Tujuan deteksi ini kan hanya untuk mendeteksi benda-benda berbahaya. Kalau ini kan gak berbahaya,” jelasnya.

Kejadian ini kerap ia alami ketika dalam perjalanan ke Singapura dan Malaysia. Namun Hyank Welldo mengaku tidak pernah menggubris para petugas tersebut. “Mereka banyak polisi syariatnya itu. Tapi aku gak gubris. Mereka memeriksa aku suruh lepas. Sampeyan (petugas) bisa melepas piercing yang ada di kemaluan saya gitu. Kalau sampeyan (petugas) mau melepas, silahkan lepas,” ungkapnya meniru jawabannya kala itu.

Petugas tersebut disebutnya langsung bengong mendengar Hyank Welldo memakai piercing di kemaluannya. Dan langsung saja ia tinggal pergi, sang petugas pun tidak menahannya sama sekali.

Hal yang sama juga ia alami kala melakukan pengurusan di salah satu kantor imigrasi. Ia sempat distop masuk lantaran cara berpakaiannya dianggap tidak rapi. Hingga saat itu berujung pada adu argument, hingga petugas yang bersangkutan menyerah.

“Asyik (memakai banyak aksesoris). Asyik aja. Justru kalau gak ada suara-suara (gemerincing aksesoris yang bertabrakan) itu aku kehilangan. Aku keluar gitu ada yang lupa aku bawa, aku balik lagi,” ungkapnya.

Ratusan aksesoris tersebut baru akan dilepas semua jika ia berada di dalam kamarnya. Ia memegang prinsip, ketika tidur harus benar-benar seperti bayi. Dan hampir semua simbol agama melekat di aksesorisnya. Ia menyampaikan bahwa hal itu untuk menunjukkan ke orang-orang tentang keberagaman serta semua agama adalah sama.

3. Aktif melukis dan maknai Tarian Taresva

Mengenal Seniman Nyentrik Ubud Welldo Wnophringgo, Sempat Mati SuriWelldo Wnophringgo saat tampil di Ubud, Gianyar. (IDN Times/Ni Ketut Sudiani)

Keunikan lain yang nampak adalah dreadlock rambut yang dilakukannya sejak tahun 1991. Di mana saat itu sedang booming orang melakukan dreadlock rambut sebagai gaya khas tersendiri. Sebelum ia memutuskan untuk dreadlock rambut, rambutnya memang sering gimbal menjadi satu.

“Aku mulai tahun 1991 itu, tal belah pakai cutter,” jelasnya.

Lalu apakah kesibukannya Hyank Welldo saat ini? Seniman ini memiliki beberapa lukisan yang dibanderol hingga ratusan juta rupiah. Lukisan tersebut menggambarkan dirinya yang sedang menari dengan guratan yang sangat detail.

“Saya kebetulan juga pelukis, penari,” terangnya.

Hobinya melukis ini sudah ia tekuni sejak Sekolah Dasar. Sementara keahliannya menari diungkapkannya dalam konsep tarian kosmik yang ia maknai sebagai tarian yang tidak biasa dan berkaitan erat dengan meditasi. Tarian itu ia namai Tarian Taresva yang merupakan singkatan dari Tarian Esoteric Tandava. Tandava sendiri ia ungkapkan sebagai tariannya Dewa Siwa.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya