Komang Sudiarta 12 Tahun Konsisten Rawat Alam Lewat Gerakan Malu Dong

Gandeng generasi millennials Bali untuk peduli lingkungan

Bermain di aliran sungai yang jernih sudah tak bisa lagi dirasakan oleh founder sekaligus penasihat Malu Dong, Komang Sudiarta (55). Tidak hanya dia, masyarakat yang dulunya memiliki kenangan manis dengan lingkungan yang asri dan bersih, kini juga harus gigit jari, apalagi mereka yang tinggal di Kota Denpasar. Kondisi itulah yang membuat tekadnya semakin bulat dan terus konsisten menjaga lingkungan, baik yang ada di hulu maupun hilir.

Denpasar, IDN Times – Laki-laki yang akrab dipanggil Om Bemo itu kepada IDN Times menceritakan bahwa kepeduliannya terhadap lingkungan tumbuh karena ia meyakini apabila persoalan lingkungan tidak tertangani dengan baik, maka akan menjadi bencana. Ia berpegang pada prinsip bahwa masalah lingkungan adalah masalah kehidupan. Artinya, akan menjadi masalah bagi generasi yang akan datang.

“Kalau tidak betul-betul ditangani dengan baik, dengan cepat, profesional, Bali akan hancur. Apalagi di pariwisata. Itu keinginan saya mengapa saya melakukan ini, mengapa kepedulian saya bisa lebih,” jelasnya pada Kamis (16/9/2021) malam.

Bagaimana perjalanan Bemo selama ini dalam merawat lingkungan Bali? Apa saja kendala yang dia alami? Berikut penuturannya:

Baca Juga: Petani di Tabanan Berhasil Modifikasi Traktor Bantuan dari Pemerintah

1. Banyak millennials akhirnya ikut bergerak bersama Malu Dong

Komang Sudiarta 12 Tahun Konsisten Rawat Alam Lewat Gerakan Malu DongInstagram.com/maludong

Menurut Bemo, gerakan kepedulian terhadap lingkungan yang ia jalankan selama ini terkendala dengan perilaku manusia yang tidak peduli dengan sampah. Menurutnya, apabila mereka mau peduli dengan kebersihan lingkungan, maka banyak masalah lainnya yang bisa terselesaikan. Baik permasalahan sosial maupun ekonomi.

“Kendalanya, perilaku manusianya yang tidak peduli dengan alam. Mental manusianya tidak ada kepedulian dengan alam. Terutama persoalan sampah ini,” jelasnya.

Melalui gerakan Malu Dong yang digagasnya pada tahun 2009 lalu, ia harus mulai bekerja di level paling bawah. Dalam setiap kegiatan Malu Dong, ia langsung berhasil menyelesaikan empat elemen persoalan sampah, di antaranya eksekusi, edukasi, sosialisasi, dan fasilitasi.

“Susah mengajak (masyarakat). Ya harus datang dari dirinya sendiri untuk berubah. Banyak anak muda merapat di Malu Dong. Semua anak-anak millennials, kami jarang generasi tua. Anak-anak sekolah itu. Kami merangkul semua komunitas,” jelasnya.

2. Malu Dong rangkul semua komunitas di setiap kabupaten di Bali

Komang Sudiarta 12 Tahun Konsisten Rawat Alam Lewat Gerakan Malu DongInstagram.com/maludong

Bemo mengungkapkan, baik pada masa pandemik maupun sebelumnya, anak-anak muda dan komunitas yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan, tetap berkumpul di basecamp Malu Dong di Denpasar. Selama ini relawan Malu Dong lebih banyak anak-anak sekolah di seluruh Bali. Mereka juga merangkul semua komunitas di setiap kabupaten, hanya saja memang berpusat di Denpasar.

Sejak tahun 2009, hingga saat ini ia perkirakan ada 60 persen dari generasi muda Bali berkumpul dan mendedikasikan dirinya untuk peduli lingkungan bersama Malu Dong. Ia juga telah menerbitkan buku berjudul Sampahku Tanggung Jawabku, hasil kerja sama dengan beberapa pihak.

“Sekitar 60 persen anak-anak muda terkumpul di sini,” jelasnya.

Menurutnya, apabila sejak Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Sekolah Menegah Atas (SMA) sudah diedukasi secara aksi dengan baik, maka selama 12 tahun edukasi tersebut Indonesia akan mendapatkan generasi yang baru. Ia yakin, di sinilah akan terjadi pembangunan mental peduli lingkungan untuk generasi muda.

Ia menegaskan Malu Dong tidak bergerak memanfaatkan atau mengelola sampah. Tugasnya adalah membangun, memupuk dan menumbuhkan generasi agar memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Dalam tahap eksekusi di lapangan, sampah-sampah tersebut akan diambil oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK).

“Sekarang yang terjadi persoalan sampah itu harus diselesaikan hulu hilir. Hulu itu perilaku manusianya, masyarakatnya yang ada di pegunungan yang tidak teredukasi dengan baik. Ini yang harus dilakukan bersama. Terutama peranan pemerintah harus hadir banyak di sini. Karena mereka punya segalanya,” jelasnya.

3. Pendidikan mental peduli lingkungan tergantung pada pemimpin daerah

Komang Sudiarta 12 Tahun Konsisten Rawat Alam Lewat Gerakan Malu DongInstagram.com/maludong

Bemo menyampaikan belum lama ini ia sempat bertemu dengan Walikota Denpasar. Pertemuan tersebut difasilitasi oleh Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga Kota Denpasar. Saat itu ia membahas soal buku Sampahku Tanggung Jawabku yang lebih ditujukan untuk pelajar. Selain itu ia juga menekankan tentang persoalan kepedulian akan lingkungan. Ia berharap generasi millennials saat ini memiliki rasa malu apabila membuang sampah sembarangan.

“Mudah-mudahan bisa dijalankan program itu. Karena saya tahu sekali, jelek atau bagusnya generasi yang akan datang, tergantung edukasi kita. Gitu. Saya hanya bisa membangun generasi ini, supaya mereka ada kepedulian terhadap masalah lingkungan alam ini. Gitu aja,” tegasnya.

Menurutnya, pihak pemerintah harus lebih serius dan konsisten dalam menjalankan apa yang mereka lakukan. Misalnya perihal aturan yang menurutnya jangan hanya dibuat dan dijalankan sesaat saja.

“Berapa peraturan mereka buat itu. Semuanya gak betul-betul telak kena ke masyarakat.  Itu yang saya inginkan. Seharusnya buat aturan yang benar, yang betul-betul membuat efek jera, pengawasannya, bentuk sanksinya,” ungkapnya.

4. Para pengusaha juga harus bertanggung jawab dengan kemasan yang mereka produksi

Komang Sudiarta 12 Tahun Konsisten Rawat Alam Lewat Gerakan Malu DongInstagram.com/maludong

Selain peran pemerintah, Bemo menegaskan agar para pengusaha juga memiliki tanggung jawab terhadap kemasan-kemasan yang mereka produksi. Menurutnya, tidak ada yang lebih bertanggung jawab selain kita sendiri sebagai tuan rumah negeri ini.

“Biar gak seenaknya mereka membuat kemasan-kemasan. Terus gak peduli,” tegasnya.

Saat ini Bemo dan timnya tengah mempersiapkan rencana bersih-bersih beberapa tebing di Bali. Rencananya, mereka akan membuat plang-plang edukasi yang melibatkan tokoh-tokoh masyarakat di lokasi tersebut.

Ia telah memetakan daerah-daerah mana saja yang akan jadi targetnya. Namun karena terkendala Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), rencana tersebut belum bisa diwujudkan. Dalam pelaksanaan kegiatannya, dengan mempertimbangkan ketinggian lokasi, maka diperlukan keterlibatan banyak orang.

“Saya akan mengeksekusi masalah sampah di Pura Lempuyang. Di tiga lokasi itu, Luhur yang di Pasar Agung dan Tlaga Mas. Ya, sampah-sampah yang ada di tebing itu,” katanya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya