Dari Karya Tulis, Kini Pemuda Asal Buleleng Bangun Bisnis Agrowisata 

Bisa jadi inspirasi nih semeton

Dunia pertanian mungkin tidak semenarik dunia Informasi Teknologi (IT) bagi kalangan millennials. Figur petani millennials saat ini pun susah dijumpai, sementara Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Kebanyakan mereka memilih sektor pekerjaan lain yang lebih bergengsi dan diangap tidak kotor serta panas-panasan.

Namun siapa sangka anggapan pertanian identik dengan kotor, panas, dan kurang menghasilkan profit tidak berlaku bagi millennials asal Dusun Lalang Linggah, Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, yang bernama I Kadek Gandhi (22). Baginya, menjadi petani merupakan hal yang mulia.

Gandhi mulai fokus di dunia pertanian sejak tahun 2018. Ketika itu ia mendirikan usaha Hidden Strawberry Garden di Jalan Gatotkaca Nomor 10, Dusun Lalang Linggah, Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada. Selain budidaya stroberi, Gandhi juga menekuni pengolahan pasca panennya.

“Ini usahanya sebenarnya dari ide untuk karya tulis akhirnya jadi kenyataan,” ungkap Gandhi kepada IDN Times Rabu (16/6/2021).

Baca Juga: Anak Muda di Klungkung Kembangkan Sayuran Organik di Lahan 4x5 Meter

1. Kemampuan membaca peluang pasar semakin terasah

Dari Karya Tulis, Kini Pemuda Asal Buleleng Bangun Bisnis Agrowisata Hasil pertanian petani millennials Kadek Gandhi asal Kabupaten Buleleng. (Dok.IDN Times/Gandhi)

Gandhi mengungkapkan awalnya memikirkan konsep bisnis brokering, ia sebagai perantara yang mempertemukan petani dan konsumen langsung untuk memangkas rantai distribusi yang panjang. Berjalannya waktu, kemampuannya membaca peluang pasar semakin terasah.

“Saya melihat masih adanya peluang besar yang mampu diciptakan dari potensi yang ada. Akhirnya, sembari berbudidaya tanaman stroberi, tercetuslah konsep pengembangan pertanian lokal menjadi kawasan agroeduwisata dan pengolahan pascapanen pada tahun 2018," tuturnya.

Ia pun kian termotivasi dan melihat peluang, di mana pertanian konvensional yang telah diterapkan selama ini berujung memangkas pendapatan dan kesejahteraan petani lokal. Gandhi mencontohkan terkait dengan pemasaran hasil pertanian stroberi yang sepenuhnya bergantung pada tengkulak atau pengepul.

Namun sekarang, menurutnya bukan lagi mencari konsumen atau pasar, namun bagaimana caranya berkreasi untuk menarik minat konsumen agar datang ke tempat produsen (petani) langsung. Sebuah konsep usaha sekaligus dijadikan alat untuk memberdayakan petani lainnya. Sampai akhirnya terbentuk kelompok Tani Agrowisata Segening yang terdiri dari 22 petani.

2. Banyak hal yang bisa dikreasikan untuk meningkatkan produktivitas

Dari Karya Tulis, Kini Pemuda Asal Buleleng Bangun Bisnis Agrowisata Hasil pertanian petani millennials Kadek Gandhi asal Kabupaten Buleleng. (Dok.IDN Times/Gandhi)

Apa sesungguhnya yang menjadi alasan Gandhi tertarik menekuni dunia bercocok tanam? Ada beberapa alasan yang semakin memotivasinya. Selain menguntungkan, pertanian merupakan usaha guna memenuhi kebutuhan pangan orang lain. Selain itu, ia memegang prinsip bahwa pertanian merupakan hal yang mulia. Selain itu, menurutnya sektor ini merupakan wadah kreativitas. Banyak hal yang bisa dikreasikan untuk meningkatkan produktivitas. 

“Harapannya inovasi dalam budidaya, pengolahan hasil, bahkan sistem sosial pertanian dapat diterapkan bagi setiap petani lokal untuk dapat meningkatkan produktivitasnya dalam berusaha tani,” cetusnya.

Rupa selama ini Gandhi juga mendapatkan dukungan positif dari keluarganya. Dukungan ini mudah ia peroleh karena Gandhi terlahir dan dibesarkan dari lingkungan pertanian. Keluarganya dan lingkungan sekitar mengharapkan adanya pemuda yang memiliki keinginan kuat untuk terjun di dunia pertanian dan berhasil mengembangkannya.

“Respons keluarga, teman, dan lingkungan sekitar sangat positif di kala saya merintis usaha,” ungkapnya.

3. Keahlian budidaya tanaman hortikultura dipelajari secara otodidak bersama keluarganya

Dari Karya Tulis, Kini Pemuda Asal Buleleng Bangun Bisnis Agrowisata Hasil pertanian petani millennials Kadek Gandhi asal Kabupaten Buleleng. (Dok.IDN Times/Gandhi)

Di usianya yang sangat muda, Gandhi juga mampu memberdayakan lahan petani lain. Lahan pribadinya saja seluas 40 are, dengan total luas lahan kelompok tani yang diberdayakan luasnya lebih dari 4 hektare.

Lahan tersebut ditanami tanaman hortikultura. Mayoritas tanaman stroberi. Lalu beberapa tanaman hias dan herbal seperti anggrek, monster, mint, oregano, thyme, dan masih banyak lagi.

Menurutnya untuk budidaya tanaman hortikultura, khususnya stroberi, diperluan pengetahuan dan keahlian khusus. Keahlian ini ia pelajari secara otodidak bersama keluarganya dalam kurun waktu yang lumayan lama.

“Relatif lama. Pasalnya, stroberi merupakan tanaman perennial yang membutuhkan perawatan khusus. Pemberian nutrisi, peremajaan (rejuvenasi), sampai pemanenan memerlukan keterampilan dan perhatian yang tidak mudah. Hal tersebut sebanding dengan harganya yang lumayan menjanjikan,” ungkapnya.

Namun yang menjadi tantangan bagi petani pemula, salah satunya ketika menghadapi kepastian pasar yang fluktuatif. Penghasilan yang didapat pun tidak seberapa. Sebagai petani muda, ia dituntut memiliki daya kreativitas yang tinggi, mampu memperluas jaringan atau relasi dan berinovasi mengolah hasil pertanian menjadi suatu produk yang menarik dari berbagai macam sumber daya.

4. Pengolahan pasca panen dan pemasarannya menggunakan sentuhan teknologi

Dari Karya Tulis, Kini Pemuda Asal Buleleng Bangun Bisnis Agrowisata Hasil pertanian petani millennials Kadek Gandhi asal Kabupaten Buleleng. (Dok.IDN Times/Gandhi)

Lalu saat panen tiba, apakah Gandhi menjual hasil pertaniannya begitu saja? Menurut Gandhi, dulunya kawasan ini hanyalah pertanian stroberi dengan pemasaran yang konvensional. Hasil penjualan dan keuntungan petani belum optimal. Namun karena melihat peluang pengembangan dan potensi wilayah, akhirnya mereka menciptakan agroeduwisata stroberi sebagai diferensiasi pemasaran.

Pada awal pembentukan agroeduwisata, belum ramai pengunjung yang datang. Namun setelah berjalan sekian waktu dengan dibarengi promosi yang intens dan penataan wilayah yang lebih asri dan Instagramable, akhirnya pengunjung mulai ramai berdatangan walau di masa pandemik COVID-19 sekalipun dengan menerapkan protokol kesehatan.

Ia menceritakan, melakukan pengolahan pasca panen dan pemasarannya pun menggunakan sentuhan teknologi. Ia memaksimalkan konsep bertani dan pemasaran hasil pertanian ini, mulai dari memetik langsung buah stroberi, hingga pengemasannya.

Minuman fermentasi stroberi dikemas dengan botol kaca dengan varian ukuran 250ml, 500ml, dan 750ml. Kemudian untuk permintaan buah beku atau frozen, pengemasannya per kilogram atau per 5 kilogram. Selain itu, produk olahan jus stroberi untuk “welcome drink” di lokasi agrowisata.

“Karena kami berbasis agroeduwisata, jadi bentuk pemasaran kami yang utama melalui pariwisata dengan teknis yakni pengunjung atau konsumen memetik langsung buah stroberi di kebun,” ungkapnya.

Selain itu, sebagian kecil dari lahan stroberi, ia alokasikan produksinya untuk memenuhi kebutuhan pasar ataupun hotel. Industri yang memerlukan buah ini sebagian besar dalam bentuk segar maupun beku (frozen).

Selain itu, ditunjang dengan promosi melalui beberapa media digital seperti Instagram yang bernama Strawberry Corps dan Google My Business dengan alamat Hidden Strawberry Garden (Strawberry Corps).

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya