TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mangku Muriati, Perempuan Bali Pelestari Lukisan Wayang Kamasan

Bagi sang pelukis, berkarya adalah pengabdian pada budaya

Mangku Muriati saat ditemui kediamannya beberapa waktu lalu(IDN Times/Wayan Antara)

Mangku Nengah Muriati (56), merupakan satu dari sedikit perempuan Bali yang masih tekun melukis Wayang Kamasan. Terlahir sebagai seorang perempuan, tidak menjadi halangan untuk menekuni Seni Lukis Wayang Kamasan.

Klungkung, IDN Times - Melukis bagi Mangku Muriati merupakan bentuk pengabdiannya dalam melestarikan seni dan budaya warisan leluhur. Melukis Wayang Klasik Kamasan merupakan garis hidup yang harus dijalaninya dengan ketulusan hati.

Hal itulah yang diyakininya sampai saat ini, hingga akhirnya ia mampu menjadi seorang maestro Lukisan Klasik Kamasan. Mangku Muriati bahkan terbilang sejajar dengan para pelukis maestro lainnya seperti Mangku Muliarsa, maupun I Nyoman Mandra.

Baca Juga: 5 Fakta Lukisan Wayang Kamasan Klungkung, Diusulkan Jadi WBTB

1. Setiap sketsa yang dibuatnya selalu mengarah ke pakem Wayang Kamasan

Mangku Muriati saat ditemui kediamannya beberapa waktu lalu(IDN Times/Wayan Antara)

Mangku Nengah Muriati terlahir di lingkungan pelukis Seni Wayang Klasik Kamasan. Ia merupakan putri dari Mangku Mura, yang merupakan maestro Seni Lukis Wayang Kamasan asal Banjar Siku. Ketertarikannya melukis sudah tumbuh sejak duduk di bangku sekolah dasar.

“Sebenarnya orangtua tidak menuntun saya untuk menjadi seorang pelukis. Tapi saya memang tertarik untuk melukis Wayang Kamasan sejak kecil. Mungkin karena tumbuh di lingkungan seniman,” ungkap Mangku Nengah Muriati, Rabu (20/4/2022).

Pada tahun 1970an, Muriati hampir setiap hari melihat ayahnya melukis. Tidak ada latihan khusus, secara alamiah sejak SD ia sudah mampu melukis dasar-dasar Wayang Kamasan seperti melukis pohon dan binatang dengan gaya Kamasan.

“Baru sejak SMP saya bisa membantu orangtua melukis Wayang Kamasan. Awalnya bisa membuat figur dan mengenal cerita-cerita wayang sebagai tema lukisan, seperti Adi Parwa dan Pemuteran Mandala Giri," jelasnya.

Usai menuntaskan studi di Sekolah Menengah Atas (SMA), Mangku Nengah Muriati melanjutkan kuliah S1 ke Program Studi Seni Rupa Design Udayana. Ada cerita menarik saat ia kuliah. Ketika diminta dosen melukis gaya modern, ia selalu merasa kesulitan. Setiap sketsa yang dibuatnya selalu mengarah ke pakem Wayang Kamasan.

"Bisa dibilang saya saat itu tidak mengikuti kurikulum sehingga nilai pas-pasan. Para dosen juga memaklumi. Pakem saya Seni Wayang Klasik Kamasan," tuturnya. 

2. Tidak hanya melukis untuk hidup, tapi dedikasi dalam pelestarian budaya

Mangku Muriati saat ditemui kediamannya beberapa waktu lalu(IDN Times/Wayan Antara)

Pada tahun 1999, sang ayah meninggal dunia. Mangku Nengah Muriati memiliki tekad untuk meneruskan jejak sang ayah sebagai pelukis. Ia tidak tertarik untuk mencari pekerjaan lain. Jadi ia memilih melukis sebagai jalan hidupnya.

“Bagi saya melukis tidak hanya untuk hidup, tapi untuk melestarikan budaya leluhur. Ini pedoman yang saya pegang dan yakini. Walau seorang perempuan, saya memiliki tanggung jawab untuk melestarikan seni lukisan Wayang Kamasan ini,” ungkap Mangku Muriati.

Seiring waktu berjalan, karya-karya Nengah Muriati semakin diketahui publik. Ia dikenal sebagai seniman yang mampu mengembangkan tematik seni Wayang Kamasan. Dari yang awalnya hanya seputaran kisah Mahabrata atau Ramayana, lalu berkembang menjadi berbagai kisah.

Sebagai seorang perempaun, karya-karyanya diakui sejajar dengan maestro seni lukisan Wayang Kamasan lainnya. Bahkan ada karya-karyanya dibuatkan tempat khusus di sebuah museum di Denmark. Selain itu, ada empat karyanya yang dipajang di Museum Sydney, Australia.

"Di Denmark, bahkan lukisan saya dibuatkan tempat khusus di museum. Di tempat itu, khusus karya-karya lukisan Wayang Kamasan," ujarnya.

Berita Terkini Lainnya