Belajar Ikhlas dan Mandiri dalam Kegelapan
Meskipun penyandang netra, Diartini tak mau dikasihani
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Tabanan, IDN Times - Pandemik COVID-19 tidak menyurutkan penyandang disabilitas netra untuk tetap berkarya dan memikirkan cara bertahan hidup. Seperti Ni Kadek Diartini (42), warga Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Untuk tetap menarik pelanggan, Diartini menggabungkan usaha pijat penyegaran dan pengobatannya dengan pijat kecantikan, yang menerapkan protokol kesehatan (Prokes) secara ketat.
Ia berharap, para penyandang disabilitas lainnya diberikan jalan seperti pelatihan atau kursus supaya bisa mandiri dan terus berkarya.
Baca Juga: Perempuan Disabilitas Daksa Asal Sulawesi Buat Boneka Deddy Corbuzier
Baca Juga: Tanam Porang di Lahan Tidak Produktif Bisa Menghasilkan Uang Lho
1. Diartini tidak putus asa meskipun kehilangan kemampuan netranya pada usia 33 tahun
Bagi Diartini, kehilangan kemampuan untuk melihat (Disablitas netra) adalah cobaan paling berat dalam hidupnya. Bagaimana tidak, Diartini selama 33 tahun melihat warna-warni dunia sebelum kegelapan datang.
"Saya waktu kecil mengalami benturan di kepala akibat kecelakaan lalu lintas," ujarnya ketika diwawancara, Selasa (25/5/2021).
Tak disangka kecelakaan yang dialaminya ketika masih kecil menyebabkan adanya tumor di kepala, yang menekan asupan oksigen ke indra matanya. Sehingga pada saat memasuki usia 32 tahun, pandangan Diartini mulai kabur dan pada usia 33 tahun menjadi gelap total.
"Berat saat itu. Karena saya harus belajar lagi dari awal untuk bisa hidup dalam kegelapan."
Diartini tidak putus asa. Pertengahan tahun 2015, ia mengikuti kursus pijat di Panti Sosial Bina Netra Mahatmiya yang berlokasi di Kecamatan Kediri. Selama belajar di sana, Diartini diajarkan praktik dan teori mengenai pemijatan.
"Ada pijat dasar yang fungsinya untuk menyegarkan seperti pijat untuk yang pegal-pegal. Ada juga pijat tingkat lanjut untuk pengobatan seperti keseleo di kaki hingga cedera pinggang karena jatuh. Teknik pijat yang diajarkan juga banyak seperti pijat refleksi sampai pijat shiatsu," paparnya.
Selain praktik, Diartini juga diberikan teori tentang patologi dan fisiologi tubuh. Sehingga ia lebih mengetahui kondisi fisik, seperti apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan pemijatan, serta penyakit apa yang diperbolehkan pijat di seluruh badan atau tidak.
"Misalnya orang yang panas, menderita asam urat atau diabetes, tidak boleh pijat badan tetapi telapak kakinya saja," ungkap Diartini.
Baca Juga: 7 Doa Agama Hindu Supaya Mendapatkan Kedamaian Hidup