Kisah I Nyoman Relana, Pemulung Bergelar S2 di Tabanan Bali
Ia pernah jadi konsultan sistem manajemen lingkungan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Tabanan, IDN Times - Perawakan I Nyoman Relana sama seperti pria pada umumnya. Ia seorang pemulung yang bercita-cita lingkungan sekitarnya bersih dan bebas dari sampah plastik. Relana sudah lima tahun menerjuni dunia ini. Namun siapa sangka jika ia memiliki gelar Ir I Nyoman Relana SE MSi. Pria berusia 55 tahun ini mengenyam pendidikan S1 Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Ekonomi Studi Pembangunan (ESPA) Universitas Terbuka (UT), dan S2 Ilmu Lingkungan Universitas Riau.
Relana pulang kembali ke Bali tepatnya ke Desa Petiga, Marga, Kabupaten Tabanan setelah merantau dari Pekanbaru, Riau bersama keluarganya. Selama di kampung halamannya, Relana yang merupakan Praktisi Lingkungan dan Konsultan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ISO:14001, memulung sendirian untuk memerangi sampah plastik. Namun pandemik COVID-19 dan tenaga yang masih terbatas, kegiatan untuk memerangi sampah plastik tersebut tidak bergerak secara maksimal.
Baca Juga: Lagi Viral, Ini Cara Budidaya Lele dan Kangkung dalam Ember
1. Sebagai praktisi lingkungan, ia tergerak untuk mengurangi pencemaran lingkungan
Setelah merantau dari Pekanbaru dan pulang ke Bali lima tahun lalu, Relana tergerak untuk mengurangi beban pencemaran lingkungan sekaligus mengisi waktu luangnya disela-sela off konsultasi.
"Ini juga sebagai media atau wadah langsung implementasi atau aplikasi dari ilmu yang saya pelajari saat belajar S2 Ilmu Lingkungan," ujarnya.
Dari pengamatannya, Desa Petiga sudah mulai mengelola sampahnya sendiri. Anggota masyarakatnya telah mengumpulkan sampah, terutama anorganik, seperti botol plastik untuk dijual.
"Jadi sudah ada setidaknya mindset masyarakat jika botol plastik jika dikumpulkan bisa menghasilkan uang. Biasanya masyarakat menjualnya ke saya," jelasnya.
Namun Relana mengakui, sampah organik dan sampah kresek bekas sampai sekarang belum dikelola secara baik dan masyarakat masih ada yang membuangnya sembarangan atau dibakar.
"Masyarakat kebanyakan membuang sampah di teba (Pekarangan di belakang rumah) masing-masing bagi yang punya atau bagi yang tidak punya, dibuang di saluran air atau dibakar," tutur Relana.