TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Arti Otonan, Hari Ulang Tahun Bagi Umat Hindu di Bali

Izin pake fotonya ya. Lucu-lucu banget bayinya

Instagram.com/@monica_soraya_hariyanto

Otonan merupakan suatu perayaan yang sudah lumrah dilakukan di Bali. Otonan dimaknai sebagai peringatan hari kelahiran menurut tradisi Hindu di Bali, atau singkatnya bisa disebut sebagai ulang tahun versi Bali. Setiap otonan, umat Hindu Bali diingatkan kembali tentang kelahirannya dan kesempatan berbuat baik selama masih hidup.

Dalam tradisi Hindu di Bali sebenarnya tidak mengenal adanya perayaan ulang tahun, karena mempunyai sistem perhitungan hari kelahiran yang berbeda. Otonan didasarkan pada pertemuan Panca Wara (Pasaran Umanis, Pahing, Pon, Wage, Kliwon), Sapta Wara (Hari Senin – Minggu), serta Wuku. Dalam menentukan hari otonan pun yang harus dijadikan patokan adalah sistem kalender Saka-Bali, di mana dalam pergantian hari atau tanggal dihitung ketika matahari terbit (Sekitar jam 6 pagi).

Misalnya saja, seseorang lahir tepat pada Hari Raya Galungan pukul 07.00 Wita. Maka otonan si anak tersebut adalah setiap Rabu Kliwon Wuku Dungulan. Namun jika si anak lahir sebelum matahari terbit, maka si anak dianggap lahir pada Selasa Wage Wuku Dungulan.

Dalam penghitungan kalender Bali, Rabu Kliwon Wuku Dungulan akan bertemu kembali setiap 210 hari atau 7 bulan kalender masehi. Karena itu, setiap otonan manusia Bali yang beragama Hindu akan dirayakan setiap 210 hari sekali. Apa saja yang dilakukanselama saat otonan, dan apa doa yang dipanjatkan? Berikut rangkuman dari berbagai sumber:

Baca Juga: Doa Mandi Hindu, dari Gosok Gigi Hingga Memakai Pakaian

1. Otonan bermakna sebagai ucapan syukur dan harapan agar bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi

IDN Times/Imam Rosidin

Otonan adalah hari di mana seseorang memperingati hari kelahirannya, ditujukan untuk memanjatkan rasa syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi atas napas dan kehidupan yang telah diberikan.

Manusia dilahirkan ke dunia diberikan kesempatan untuk memperbanyak perbuatan baik, sehingga bisa meningkatkan kualitas hidupnya. Melalui otonan, seseorang diharapkan bisa mengubah perilakunya menjadi lebih baik, bijaksana, dan welas asih baik kepada orangtua, saudara, keluarga, serta masyarakat.

2. Otonan tidak mesti digelar mewah, yang terpenting adalah nilai dan maknanya

Foto hanya ilustrasi. (IDN Times/Imam Rosidin)

Untuk merayakan otonan, tidak mesti dibuatkan upacara yang besar dan mewah. Hindu Bali memberikan kebebasan bagi umat merayakan otonan bisa menyesuaikan dengan kemampuannya masing-masing. Yang terpenting adalah bagaimana nilai dan maknanya benar-benar dipahami, diresapi, dan dilaksanakan.

Ada tiga tingkatan upacara yang bisa dipilih, yakni tingkat sederhana, menengah, dan utama (Besar). Dengan adanya tiga tingkatan itu, maka umat bisa memilih sesuai kemampuannya. Yang paling penting lagi, landasan utamanya adalah sraddha (Keimanan), kesucian atau ketulusan hati.

Baca Juga: 4 Doa Hindu Memohon Kesembuhan, Menjenguk Orang Sakit Hingga Melayat

3. Berikut banten sederhana yang dihaturkan selama otonan:

Foto hanya ilustrasi. (IDN Times/Rehuel Willy Aditama)

Sesuai tradisi di Bali, setiap upacara agama selalu dilengkapi dengan banten atau sesajen yang masing-masing jenisnya memiliki makna simbolis tertentu. Merangkum dari berbagai sumber, berikut ini banten otonan tingkat sederhana:

  • Banten pejati: bertujuan sebagai upasaksi yakni rasa kesungguhan hati seseorang kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan memohon agar Tuhan bersaksi terhadap upacara yang akan diselenggarakan
  • Banten Byakala: mengandung makna simbolis untuk menjauhkan kekuatan Bhutakala (kekuatan negatif) yang mengganggu umat manusia, agar yang bersangkutan bersih lahir dan batin
  • Banten Peras: bertujuan untuk memohon keberhasilan dan kesuksesan upacara yang dilaksanakan. Terkandung pula permohonan kepada Sang Hyang Widhi untuk menyucikan Tri Guna pada diri manusia yakni sifat satwam (tenang dan bijaksana), rajas (energik dan ambisius) serta tamas (pasif dan malas)
  • Banten Ajuman atau Sodan: maknanya umat manusia diwajibkan mempersembahkan terlebih dahulu apa saja yang mesti dinikmati. Seseorang yang menikmati makanan tanpa mempersembahkan terlebig dahulu kepada-Nya, dinyatakan sebagai pencuri yang menikmati pahala dosanya sendiri
  • Pengambean: mengandung makna simbolis memohon karunia Sang Hyang Widhi dan para leluhur guna dapat menikmati hidup dan kehidupan senantiasa berdasarkan kebenararan. Juga memohon ketegaran dan ketangguhan untuk menghadapi tantangan hidup
  • Banten Dapetan :  mengandung makna agar seseorang siap menghadapi kenyataan hidup dalam suka dan duka. Manusia mensyukuri anugerah Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan selalu meminta perlindungan dari-Nya
  • Banten Sayut Lara Malaradan: mengandung makna keselamatan, mohon kesejahtraan, dan berkurang serta lenyapnya semua jenis penyakit.
Berita Terkini Lainnya