TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Tradisi Unik Upacara Kelahiran Bayi di Indonesia, Masih Lestari

Untuk memohon keselamatan bagi si bayi

Upacara Otonan di Bali. (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Indonesia memiliki beragam tradisi unik yang telah diwariskan oleh leluhur atau nenek moyang terdahulu. Tradisi-tradisi ini masih terjaga kelestariannya, karena masyarakat percaya tradisi ini memberikan suatu berkat baginya. Satu di antara tradisi yang masih lestari adalah tradisi atau upacara terkait kelahiran bayi di berbagai daerah.

Saat bayi lahir, tentunya akan membawa kebahagiaan bagi orangtua maupun keluarga si bayi. Ada beberapa tradisi unik terkait kelahiran bayi yang berasal dari berbagai daerah di tanah air. Seperti apa tradisinya?

1. Rangkaian upacara bayi lahir di Bali

Upacara Otonan di Bali. (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Saat suatu keluarga Hindu di Bali memiliki bayi, maka mereka akan melakukan serangkaian upacara untuk buah hatinya. Saat bayi dalam kandungan, akan dilakukan upacara yang disebut dengan Magedong-gedongan. Upacara ini dilakukan ketika usia kehamilan 7 bulan yang bertujuan untuk memohon keselamatan kepada calon bayi dan kelancaran proses kelahirannya.

Upacara Kepus Pungsed dilakukan saat bayi lepas tali pusar. Ketika bayi telah berumur 12 hari akan melaksanakan upacara Ngelepas Aon yang dilaksanakan di dapur, tempat mandi, pekarangan, dan tempat suci. Saat bayi berumur 45 hari atau a bulan pitung dina (satu bulan tujuh hari kalender Bali) dilakukan upacara Tutug Kambuhan yang berguna untuk membersihkan bayi dan orang tuanya secara lahir dan batin.

Nelu Bulanin adalah upacara yang dilakukan saat bayi berumur tiga bulan kalender Bali atau 105 hari. Upacara ini biasanya sebagai tanda pertama kalinya anak menginjak tanah. Saat bayi sudah berumur enam bulan kalender Bali atau 210 hari maka orang tuanya akan melaksanakan upacara Otonan. Saat otonan akan dilakukan upacara mepetik atau potong rambut.

Masing-masing desa memiliki tata cara pelaksanaan upacara tersebut. Misalnya, ada yang melakukan upacara besar saat Nelu Bulanin, ada yang saat Otonan, dan juga ada yang saat Telung Oton atau tiga otonan. Semua upacara bertujuan agar anak selalu dikaruniai keselamatan, kesehatan, dan rezeki.

2. Mamoholi dari Sumatera Utara

Prosesi pelaksanaan tradisi Mamoholi. (YouTube.com/Ferdinnandus Ferry)

Dikutip dari jurnal berjudul Tradisi Menyambut Kelahiran Anak Mamoholi dalam Adat Masyarakat Batak Toba Desa Onanrunggu II Kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara, tradisi Mamoholi merupakan tradisi yang berasal dari masyarakat Batak Toba. Tradisi dilaksanakan untuk menyambut kelahiran anak atau bayi. Tradisi Mamoholi bertujuan sebagai ucapan terima kasih atas kelahiran anggota baru keluarga dan berharap agar anak atau bayi serta keluarganya senantiasa diberikan kesehatan dan kelimpahan rejeki.

Tradisi Mamoholi memiliki beberapa rangkaian prosesi yang harus dijalankan. Prosesi tersebut adalah pemberian boras sipir ni todi atau beras penguat roh atau disebut juga dengan nama boras parbue atau beras buah kehidupan. Selanjutnya ada prosesi mandok hata atau berbicara, pemberian makanan adat (ikan mas) dari pihak hula-hula/tulang serta makanan lainnya yang disebut dengan istilah aek ni unte (air asam) atau makanan berupa sayuran bersantan yang diberi asam dan daging ayam (bangun-bangun).

Kemudian akan dilanjutkan dengan prosesi pemberian ulos parompa, pemberian makanan adat lomok-lomok lengkap dengan namargoar dari keluarga ayah anak yang lahir (pihak paranak) kepada pihak hula-hula/tulang, pemberian tudu-tudu sipanganon sebagai penanda jamuan. Prosesi akan diakhiri dengan makan bersama dan pemberian jambar (bagian tubuh tertentu pada hewan).

3. Ngurisang, tradisi potong rambut di Lombok

Prosesi pelaksanaan tradisi Ngurisang. (YouTube.com/Maidianto Production Official)

Dikutip dari jurnal Sejarah Gumi Sasak Lombok, Institut Teknologi Nasional, Malang, masyarakat Lombok khususnya masyarakat Sasak percaya bahwa rambut yang dibawa sejak dalam kandungan adalah bulu panas yang harus dihilangkan. Untuk menghilangkan rambut ini, masyarakat Sasak melaksanakan upacara yang disebut Ngurisang.

Biasanya, orangtua bayi akan melaksanakan upacara Ngurisang secara besar-besaran dengan mengundang tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat untuk mendoakan bayi dengan membacakan selakaran yang terdiri dari untaian doa dan Shalawat Nabi. Masing-masing undangan akan memotong rambut bayi dengan gunting yang telah direndam dalam air bunga. Untuk menggendong bayi menggunakan alat yang disebut sabuk pemalik. Sabuk ini dianggap keramat karena proses pembuatannya dibuat dengan ritual khusus.

4. Brokohan upacara kelahiran di Jawa

Prosesi pelaksanaan tradisi Brokohan. (YouTube.com/Cindhelaras Video)

Dikutip dari Nu.or.id dan Budaya.jogjaprov.go.id, upacara Brokohan adalah upacara selamatan atas kelahiran bayi yang dilakukan masyarakat di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Upacara ini diartikan sebagai upacara mengharapkan berkah keselamatan kepada Sang Pencipta untuk bayi yang baru lahir.

Brokohan dilakukan segera setelah bayi lahir. Prosesi yang dilakukan adalah memendam (menanam) ari-ari atau plasenta di halaman rumah. Masyarakat Jawa menyebut ari-ari atau plasenta ini dengan batur bayi atau teman bayi. Oleh karena itu, ari-ari harus dirawat setelah bayi dilahirkan dengan dipendam, diberi lampu, dan dipagari.

Setelah menanam ari-ari, keluarga akan menyiapkan sarana sesaji Brokohan. Brokohan terdiri dari telur ayam mentah, kelapa setengah buah, gula Jawa setengah tangkep, dawet, dan kembang brokohan seperti melati, kantil, dan mawar. Keluarga akan mendoakan bayi agar selalu diberi keselamatan, kesehatan, dan rejeki. Setelah upacara selesai, keluarga bayi akan memberikan Brokohan kepada tetangga di sekitarnya.

Verified Writer

Ari Budiadnyana

Menulis dengan senang hati

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya