Selain CB, seorang transgender bernama Tariska Putri (44) juga berbagi pengalaman. Tariska berasal dari Surabaya dan sudah sembilan tahun tinggal di Bali. Ia mengaku pernah mengalami diskriminasi di sebuah pelayanan kesehatan. Diskriminasi yang dialaminya seperti dinomorduakan dalam pelayanan. Justru orang lain yang antreannya lebih belakang didahulukan.
“Saat saya mau periksa atau berobat, kadang yang lain didahulukan. Kayak kita digampangin gitu. Harusnya saat itu giliran saya, tapi tapi mereka bilang, 'tunggu dulu ini ibunya lebih penting lebih gawat'. Padahal sakitnya sama, cuma sakit demam dan flu,” ceritanya.
Tariska menyadari sisi perempuan dalam dirinya lebih mendominasi ketika usia 10 tahun. Kala itu ia masih sembunyi-sembunyi dari keluarganya. Sejak tinggal di Bali, barulah ia berani menampakkan diri menggunakan pakaian-pakaian perempuan. Kadang, ejekan dan gunjingan masih dilakukan oleh masyarakat.
“Kalau di Bali sih biasa saja menerima kelompok seperti kami. Tidak terlalu welcome, tidak terlalu menentang. Kalau di masyarakat ya masih ada sikap-sikap seperti mengejek. Terus kalau pas kita lewat, diomongi. Prinsip saya, selama saya tidak mengganggu mereka, saya tidak peduli mereka mau ngomong apa,” katanya.
Tariska aktif ikut berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Saat ini ia bekerja di bidang properti. Ia bersyukur di tempat kerjanya tidak sampai ada yang melecehkan atau mengejeknya hanya karena Tariska seorang transgender. Ia cuma berharap satu, hidup setara dengan masyarakat lainnya.
“Kalau di tempat kerja, ngejek sih gak ada. Tapi gak tahu juga di pikiran mereka kayak gimana. Saya selalu bilang kepada yang ngejek, bagaimana bisa dihargai kalau kamu sendiri tidak bisa menghargai orang lain,” jelasnya.