Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi orang jahat (pexels.com/RAY LEI)
ilustrasi orang jahat (pexels.com/RAY LEI)

Pernahkah kamu merasa sudah berbuat baik, tapi tetap saja ada yang menilaimu jahat? Dalam hidup, tidak semua orang akan melihat kita sebagai pahlawan, karena setiap orang memiliki penilaian dan cara pandangnya tersendiri terhadap kita. Akhirnya, walaupun niat kita tulus, tetap ada yang menganggap kita sebagai sosok antagonis. Untuk memahami kenapa hal itu bisa terjadi, mari simak beberapa alasan yang paling sering membuat seseorang dianggap jahat di cerita orang lain.

1. Perbedaan perspektif

ilustrasi percakapan kolega (pexels.com/Mikhail Nilov)

Setiap orang melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda. Nilai, pengalaman, dan luka pribadi membentuk cara mereka menafsirkan tindakan orang lain. Sesuatu yang menurutmu jujur bisa terlihat menyakitkan di mata orang lain. Bahkan niat baikmu bisa berubah jadi kesan kejam hanya karena mereka menilainya dengan kacamata berbeda.

Contoh sederhananya saat memberi kritik. Bagimu itu bentuk perhatian, tapi bagi mereka bisa terdengar sebagai upaya merendahkan. Perbedaan tafsir inilah yang membuatmu mudah dicap sebagai orang jahat. Padahal, letak masalahnya bukan pada niat, melainkan cara orang lain menangkap tindakanmu.

2. Konflik kepentingan

ilustrasi perdebatan kolega (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Manusia selalu berusaha memenuhi kebutuhannya masing-masing. Saat pilihanmu menguntungkan dirimu tapi merugikan orang lain, konflik pun muncul. Dari posisimu, itu keputusan logis untuk bertahan. Namun dari sisi mereka, kamu terlihat egois dan tidak peduli.

Misalnya, ketika kamu memilih pekerjaan baru yang lebih baik. Bagimu itu langkah wajar, tapi bagi rekan kerja lama mungkin terasa seperti pengkhianatan. Mereka melihatmu sebagai orang yang tega meninggalkan. Inilah yang akhirnya membuatmu diposisikan sebagai antagonis dalam cerita mereka.

3. Ekspektasi yang tidak terpenuhi

ilustrasi wanita yang dipenuhi tuntutan (pexels.com/Monstera Production)

Banyak orang diam-diam menaruh harapan besar padamu. Masalahnya, harapan itu sering tidak pernah mereka sampaikan dengan jelas. Saat kamu tidak berhasil memenuhi harapan tersebut, kekecewaan pun muncul. Lalu, kamu akan dianggap sebagai sosok yang menyakiti mereka.

Padahal, kamu tidak seharusnya memiliki kewajiban untuk memikul semua ekspektasi. Ada yang berlebihan, ada juga yang sebenarnya bukan tanggung jawabmu. Namun, orang lebih mudah menyalahkanmu daripada mengakui ekspektasi mereka sendiri tidak realistis. Akhirnya, label “jahat” pun berhasil melekat padamu.

4. Kesalahpahaman komunikasi

ilustrasi pasangan berdebat di meja (pexels.com/Alex Green)

Bahasa adalah hal yang paling rawan disalahartikan. Satu kalimat bisa dipahami dengan makna yang berbeda tergantung situasi dan kondisi lawan bicara. Apa yang kamu maksud sebagai lelucon, bisa terdengar kasar bagi orang lain. Begitu pula intonasi dan ekspresi bisa mengubah makna seluruh pesanmu.

Contohnya, saat kamu bercanda tentang kelemahan temanmu. Bagi mereka yang sedang rapuh, kata-kata itu bisa terasa seperti serangan. Seketika, maksudmu yang sebenarnya ringan berubah jadi luka yang mendalam. Dan di mata mereka, kamu lah yang bersalah.

5. Kamu memilih dirimu sendiri

ilustrasi gestur menolak (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Mengatakan “tidak” sering kali dipandang sebagai penolakan personal. Padahal, itu adalah bentuk menjaga batas agar dirimu tetap sehat. Ketika kamu menolak permintaan orang lain, mereka bisa merasa kamu tidak peduli. Akibatnya, keputusanmu dipelintir menjadi sikap tega.

Misalnya, kamu butuh waktu untuk istirahat daripada ikut acara tertentu. Bagi orang lain, itu bisa dianggap menolak mereka, bukan sekadar acara. Padahal, kamu hanya sedang berusaha tidak kehilangan dirimu sendiri. Ironisnya, justru pilihan sehat itu membuatmu terlihat jahat.

Menjadi orang jahat di cerita orang lain adalah hal yang wajar dan sulit dihindari. Kita tidak bisa mengontrol cara orang memaknai sikap kita, karena itu selalu dipengaruhi oleh emosi dan sudut pandang mereka sendiri. Yang bisa kita lakukan hanyalah menjaga niat agar tetap bersih dan tindakan agar tetap selaras dengan nilai yang kita pegang. Jadi, jangan biarkan label dari orang lain membuatmu kehilangan kepercayaan pada dirimu sendiri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team