6 Asumsi Kerap Dikaitkan dengan Barang Branded dan Mahal

Siapa yang tidak kenal dengan barang branded dan mahal? Bahkan hanya dengan melihat iklannya kita sudah tertarik untuk membeli. Ternyata orang-orang memiliki asumsi tersendiri yang kerap dikaitkan dengan barang-barang branded dan mahal.
Entah asumsi yang berkaitan dengan prasangka positif. Atau bahkan menganggap barang branded sebagai suatu hal yang memicu pemborosan. Sudahkah kamu mengetahui asumsi yang kerap dikaitkan dengan barang branded dan mahal berikut ini?
1. Dianggap mencerminkan gaya hidup yang mapan

Apakah kamu termasuk orang yang gemar mengoleksi barang branded dan mahal? Baik dari segi barang fashion seperti tas dan baju. Atau barang branded dan mahal yang berkaitan dengan teknologi seperti smartphone. Terkadang beberapa orang menjadikan barang branded harus dimiliki.
Tapi ini juga tidak terlepas dari asumsi yang kerap dikaitkan dengan barang branded dan mahal. Barang-barang tersebut dianggap mencerminkan gaya hidup yang mapan. Orang-orang sekitar berpikir bahwa mereka yang memiliki barang branded dan mahal pasti memiliki pendapatan stabil.
2. Mampu mengoleksi barang branded dianggap keren

Tidak sedikit orang yang kecanduan dengan barang-barang branded dan mahal. Mereka berusaha memaksakan diri memiliki barang-barang tersebut. Namun demikian, terdapat beberapa asumsi yang kerap dikaitkan dengan keberadaan barang branded dan mahal.
Adakalanya mampu mengoleksi barang branded dianggap keren. Terutama saat bisa mengikuti tren yang saat ini sedang berlangsung. Belum lagi jika barang branded dan mahal memiliki jumlah terbatas sehingga tidak semua orang memiliki.
3. Dianggap sebagai penyebab utama pemborosan

Beberapa orang mungkin menganggap barang branded dan mahal sebagai simbol gaya hidup mapan. Karena hanya orang-orang dengan pendapatan tertinggi yang mampu memiliki. Tapi di satu sisi, tidak jarang keberadaan barang branded dan mahal juga dikaitkan dengan asumsi negatif.
Barang branded dan mahal dianggap sebagai penyebab utama pemborosan. Hanya karena ingin mengikuti tren validasi tertentu, terkadang seseorang sampai rela berutang. Padahal, keberadaan barang-barang branded tersebut tidak akan memengaruhi kualitas hidup secara keseluruhan.
4. Dianggap mencerminkan status sosial tertentu

Pernahkah kamu mengamati orang-orang yang memiliki barang branded dan mahal? Pastinya terdapat padangan tersendiri apa situasi tersebut. Kemudian muncul asumsi yang kerap dikaitkan dengan keberadaan barang branded dan mahal yang dimiliki seseorang.
Satu di antaranya anggapan bahwa barang branded mencerminkan status sosial tertentu. Seperti barang-barang branded yang sering dikoleksi oleh orang kaya. Atau mungkin barang yang menjadi incaran para influencer. Secara otomatis barang blender dan mahal akan mencerminkan privilege.
5. Asumsi bahwa barang branded pasti memiliki kualitas baik

Apakah kamu termasuk tipe orang yang gemar mengoleksi aneka barang dengan harga mahal dan brand ternama? Pada faktanya kita akan menjumpai tipe orang dengan kebiasaan tersebut. Namun yang perlu diketahui, ternyata mengoleksi barang branded dan mahal juga tidak terlepas dari asumsi.
Termasuk anggapan bahwa barang branded pasti memiliki kualitas baik. Semakin mahal harga suatu barang, maka semakin bagus pula bahan yang digunakan. Tidak jarang barang-barang branded dengan harga mahal cenderung bertahan lama.
6. Identik dengan sikap gengsi dan flexing

Barang branded dan mahal. Dua kata tersebut mungkin mewakili beberapa asumsi yang sering muncul dalam pikiran seseorang. Tidak sekadar asumsi positif, adakalanya keberadaan barang branded dan mahal justru diidentikan dengan kesan buruk.
Termasuk asumsi bahwa barang branded dan mahal identik dengan sikap gengsi serta flexing. Karena sebagian orang cenderung menunjukkan apa yang dimiliki di media sosial. Mereka merasa bangga sekaligus puas bisa menunjukkan barang dengan merk ternama dan mahal kepada orang lain di sekelilingnya.
Ternyata keberadaan barang branded dan mahal tidak terlepas dari berbagai macam asumsi. Baik yang bersifat positif maupun negatif. Adakalanya barang-barang tersebut dianggap sebagai pemborosan utama sekaligus pemicu tindakan flexing. Dalam menilai barang branded dan mahal, apakah kamu pernah memiliki asumsi tersebut?