ilustrasi konseling psikolog (pexels.com/cottonbro studio)
Tahap terakhir yaitu pelaku child grooming akan berusaha mempertahankan kontrolnya terhadap korban. Cara-cara yang dilakukan dengan manipulasi emosional atau ancaman terselubung. Misalnya dengan mangatakan kalau hanya dia yang bisa menyayangi korban dengan sepenuh hati.
Apalagi dengan kondisi anak yang sudah pernah melakukan hubungan seksual. Pelaku bisa membuat anak merasa bersalah dan takut bila hubungan tersebut terbongkar.
Pelaku mungkin akan mengatakan, "Bila orang-orang tahu kamu begini, kamu pasti akan dibenci semua orang." Ancaman seperti itu tentu mampu untuk membuat anak bungkam dan terus menurut pada pelaku. Sehingga sulit untuk membuat anak korban child grooming bercerita tentang kondisinya.
Dari lima tahap yang dilakukan pelaku di atas, kita tentu harus sadar bahwa child grooming bukanlah bentuk kasih sayang yang wajar. Di sinilah peran kita sebagai netizen sebaiknya tidak menghakimi korban dengan mengatakan kalau sama-sama suka pada kasus-kasus child grooming.
Pasalnya anak yang menjadi korban ini memang telah mendapatkan manipulasi secara psikologis oleh pelaku. Alangkah baiknya netizen mendukung korban dengan empati. Menjadikan suara kita di media sosial menjadi sebuah perlidungan, bukan sebuah mimpi buruk yang menjadi nyata bagi korban child grooming.
Referensi
Psychology Today. (2022). The 5 Stages of Predatory Sexual Grooming. Diakses 15 Maret 2025
Servants University. 6 Stages of Grooming – Child Sexual Abuse. Diakses 17 Maret 2025
Maryland Coalition Againts Sexual Assault (MCASA). (2023). The 6 Stages of Grooming: Preventing Child Sexual Abuse. Diakses 17 Maret 2025