4 Perilaku Finansial Turunan dari Orangtua yang Perlu Kamu Evaluasi

Tanpa sadar, banyak dari kita menjalani kebiasaan finansial yang ternyata berasal dari pola didikan orangtua. Meski niatnya dulu mungkin baik, tapi gak semua kebiasaan itu cocok diterapkan di zaman sekarang. Bukan karena kita merasa lebih tahu, tapi karena situasi ekonomi, gaya hidup, dan tantangan hidup generasi sekarang jelas berbeda.
Beberapa perilaku finansial ini memang sering kali dianggap “biasa” karena sudah dilakukan sejak kecil. Tapi justru karena terlalu biasa itulah kita gak sadar kalau dampaknya bisa buruk buat kondisi keuangan pribadi. Yuk, coba evaluasi 4 perilaku finansial turunan dari orangtua yang mungkin masih kamu bawa sampai sekarang.
1. Anti utang banget, sampai gak mau punya kartu kredit sama sekali

Sejak kecil, banyak dari kita diajari bahwa utang itu buruk. Pokoknya kalau bisa, jangan punya utang sama sekali. Padahal, utang itu sendiri sebenarnya netral, yang bikin bahaya adalah cara kita mengelolanya. Kartu kredit, misalnya, sering dianggap sebagai “musuh” karena bisa bikin boros. Padahal kalau digunakan dengan bijak, kartu kredit bisa membantu cash flow, dapetin promo, bahkan bangun skor kredit.
Kalau kamu menolak semua bentuk utang hanya karena diajari begitu sejak kecil, coba deh evaluasi lagi. Di dunia modern, gak semua utang itu merugikan. Ada yang justru bisa bantu kamu berkembang, seperti KPR, pinjaman usaha, atau cicilan yang direncanakan dengan matang. Jadi, bukan berarti kamu harus langsung ambil utang, tapi lebih ke membuka diri untuk memahami fungsinya secara objektif.
2. Gak pernah diajarin soal investasi, pokoknya nabung aja di bank

Banyak orangtua menganggap bahwa menabung di bank adalah bentuk keuangan paling aman dan bertanggung jawab. Itu memang gak salah, menabung tetap penting. Tapi, zaman sekarang menabung doang sering kali gak cukup. Nilai uang di tabungan bisa tergerus inflasi, sementara kebutuhan terus naik.
Masalahnya, banyak dari kita yang akhirnya takut buat mulai investasi karena dari kecil gak pernah dikenalkan. Padahal sekarang ada banyak pilihan investasi yang bisa disesuaikan sama profil risiko kita. Bahkan, udah banyak aplikasi yang bikin investasi terasa mudah, aman, dan terjangkau. Kalau kamu masih memegang prinsip “nabung aja udah cukup”, bisa jadi itu warisan finansial yang perlu direvisi.
3. Menganggap membeli barang mahal itu boros, walau sebenarnya kualitasnya bagus dan tahan lama

Pernah gak dimarahin orangtua karena beli barang yang harganya agak mahal, padahal kamu tahu kualitasnya bagus dan bisa dipakai lama? Ini termasuk perilaku finansial turunan yang sering banget kita bawa tanpa sadar. Orangtua zaman dulu cenderung fokus ke harga, bukan ke nilai jangka panjang.
Padahal, membeli barang dengan kualitas bagus bisa jadi bentuk penghematan dalam jangka panjang. Misalnya, beli sepatu berkualitas bagus yang awet bertahun-tahun jelas lebih hemat daripada beli sepatu murah tapi cepat rusak dan harus sering diganti. Jadi, bukan berarti kamu harus konsumtif atau gengsi-gengsian, tapi lebih ke belajar melihat nilai di balik harga. Gak semua yang murah itu hemat, dan gak semua yang mahal itu boros.
4. Gak terbiasa ngomongin uang dalam keluarga, apalagi soal masalah keuangan

Dalam banyak keluarga, pembicaraan soal uang dianggap tabu. Anak-anak gak diajak diskusi soal kondisi keuangan keluarga, dan masalah keuangan cenderung ditutup-tutupi. Akibatnya, saat dewasa, kita jadi canggung atau bahkan gak tahu gimana caranya ngomongin uang, entah itu sama pasangan, teman bisnis, atau bahkan diri sendiri.
Padahal, keterbukaan soal keuangan justru penting. Gak perlu buka-bukaan semuanya, tapi punya budaya diskusi soal uang bisa bikin kita lebih sadar, terencana, dan gak gampang terjebak masalah. Kalau kamu merasa gak nyaman bicara soal uang, mungkin ini saatnya mulai belajar dan membangun budaya baru yang lebih sehat secara finansial. Karena pada akhirnya, uang bukan cuma soal angka, tapi juga soal pola pikir dan komunikasi.
Setiap generasi pasti punya cara sendiri dalam mengelola uang. Tapi bukan berarti kita harus meniru semuanya mentah-mentah hanya karena itu sudah “biasa” dilakukan. Evaluasi perilaku finansial yang kita warisi bukan bentuk durhaka, tapi justru tanda bahwa kita ingin bertumbuh dan beradaptasi dengan zaman. Tetap hormat pada ajaran orangtua, namun tetap berani membuat keputusan finansial yang paling sehat untuk diri kita sendiri.