Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
orangtua marah kepada anak (pexels.com/Kaboompics.com)
orangtua marah kepada anak (pexels.com/Kaboompics.com)

Setiap orangtua selalu memiliki pola asuh tersendiri untuk anaknya. Namun, tidak jarang orangtua kita dididik dengan pola asuh yang cukup keras sehingga mereka merasa harus meneruskan pola asuh tersebut kepada anak. Hasilnya, anak kadang mengalami luka psikologis yang cukup parah. Sebab kalimat yang terdengar "biasa" bagi mereka belum tentu cocok untuk sang anak.

Tidak semua orangtua paham akan hal tersebut. Padahal sebenarnya dapat merusak mental serta emosional anak jika tidak disampaikan dengan cara yang tepat. Meskipun luka tersebut tidak pernah terlihat, faktanya sebagian anak ada yang memendamnya selama bertahun-tahun. Berikut tujuh kalimat orangtua terlihat sepele tapi sangat melukai anak. Kamu pernah mengalaminya?

1. "Jangan manja, anak laki/perempuan tuh harus kuat"

ilustrasi anak laki-laki menangis (pexels.com/Mikhail Nilov)

Sebagian orangtua mengira bahwa emosi adalah bentuk kelemahan. Anak sering kali dituntut kuat dalam berbagai situasi. Tidak heran jika selalu ada stereotip anak laki-laki tidak boleh menangis, anak perempuan harus lebih lembut dan sabar. 

Padahal setiap anak boleh mengekspresikan perasaan mereka. Sebab, emosi adalah bagian bagian dari perasaan manusia, terlepas apa pun gender mereka. Jika dibatasi seperti ini, justru akan berdampak tidak baik untuk kesehatan mental mereka. Anak akan tumbuh dengan pribadi yang menahan emosinya, tidak mau terbuka dengan orang sekitar hingga perasaan bersalah hanya karena menangis.

2. "Udah tahu salah, masih aja ngeyel"

ilustrasi anak perempuan merasa kecewa dengan orang tuanya (pexels.com/Keira Burton)

Orangtua seharusnya menjadi ruang dialog yang baik bagi anak. Alih-alih memberikan pemahaman, beberapa orangtua justru memberikan kalimat yang menyudutkan kepada sang anak. Kadang, bukan rasa jera yang dihasilkan, namun akan membuat sang anak merasa dihukum secara emosional bahkan sulit terbuka di kemudian hari. 

Kalimat seperti ini dapat memberikan efek di masa depan, mereka akan selalu menganggap bahwa "lebih baik diam daripada berbicara terlalu banyak risiko". Padahal, sang anak membantah tidak selalu karena keras kepala. Bisa jadi, karena mereka punya alasan tertentu atau sekadar ingin menjelaskan sudut pandang mereka yang tak banyak orang tahu.

3. "Makanya dari dulu dengerin orangtua"

ilustrasi orang tua memarahi anak (pexels.com/August de Richelieu)

Perlu dipahami bahwa tidak semua keputusan orangtua selalu benar. Mereka hanya manusia biasa dan seharusnya dapat menjadi contoh baik bagi anak-anaknya. Namun, terkadang tidak semua keputusan orangtua cocok dengan kondisi sang anak. 

Sayangnya, kalimat seperti ini sudah seperti kata kunci untuk membenarkan keputusan orangtua. Sang anak akan merasa gagal karena tidak patuh, kondisi seperti ini justru akan menumbuhkan rasa bersalah yang tidak sehat. Sebab yang seharusnya, orangtua lebih banyak membangun komunikasi daripada menyalahkan tanpa memberi solusi.

4. "Kamu tuh kebanyakan main, makanya jadi begini"

ilustrasi orang tua marah kepada anak (pexels.com/Kaboompics.com)

Bermain sering dianggap menjadi sesuatu yang tidak bermanfaat bagi sang anak. Bahkan yang sering bermain, dicap sebagai anak bodoh serta pemalas. Mereka melupakan bahwa bermain adalah bagian hak dari anak yang bisa membantu mengembangkan kreativitas bahkan membentuk koneksi. 

Jika kalimat seperti ini sering diucapkan pada anak, maka anak akan tumbuh dengan rasa bersalah atas kebahagiaannya sendiri. Akibatnya, ketika dewasa bisa jadi sang anak akan menjadi takut mencoba hal baru bahkan merasa dirinya tidak pantas untuk bersenang-senang. Padahal, bermain adalah alternatif untuk mengekspolrasi dunia lebih luas.

5. "Udah besar kok masih gak ngerti juga?"

ilustrasi anak perempuan dimarahi orangtua (freepik.com/freepik)

Setiap anak selalu tumbuh dengan cara uniknya masing-masing. Kalimat seperti ini justru akan membuat sang anak merasa bodoh, tidak dihargai, serta gagal dalam memenuhi harapan orangtua. Bahkan bagi sebagian anak kalimat seperti ini bisa membuat anak kehilangan semangat untuk tumbuh lebih baik. 

Sayangnya sebagian orangtua tidak selalu mengerti hal tersebut. Sering kali mereka menuntut bahwa anak harus paham akan semua hal. Akibatnya, ketika tumbuh dewasa anak akan selalu ragu bahkan takut untuk mengambil keputusan karena mereka selalu salah di mata orangtua.

6. "Coba lihat anak tetangga, pinter banget"

ilustrasi orangtua dan anak sedang bertengkar (pexels.com/Gustavo Fring)

Membandingkan dengan anak tetangga sepertinya hal biasa yang pernah dilakukan hampir sebagian orangtua. Meskipun terkesan sepele, namun membandingkan seperti ini adalah bentuk tekanan mental. Orangtua mungkin mempunyai maksud untuk memotivasi, namun faktanya sang anak lebih merasa tersakiti.

Membandingkan dengan anak tetangga justru akan membuat sang anak tidak percaya diri akan kemampuannya. Padahal, setiap anak tentu mempunyai keunikan masing-masing. Mereka hanya butuh dukungan serta motivasi agar tumbuh lebih baik.

7. "Jangan sok tahu, dengerin aja"

ilustrasi anak laki-laki dimarahi sang bapak (freepik.com/rod_julian)

Anak seharusnya mempunyai ruang untuk bertanya hingga mengekspresikan opini. Orangtua tidak seharusnya mematikan opini mereka dengan kalimat "Jangan sok tahu, dengerin aja." Sebab, jika hal ini dilakukan anak cenderung akan merasa bahwa setiap pendapat yang mereka ucapkan tidak penting.

Dampaknya, di masa depan anak akan takut untuk bersuara. Rasa percaya diri pun akan hilang sebab mereka merasa diabaikan. Sejujurnya, sang anak hanya butuh di dengarkan dan dihargai setiap kali mempunyai opini berbeda dengan orangtua. 

Jika kamu adalah anak yang pernah mendengar kalimat-kalimat di atas, percayalah bahwa kamu tidak sendiri. Kita tidak bisa menyalahkan orangtua sepenuhnya, sebab mereka juga manusia biasa. Namun, sebagai orangtua tidak ada salahnya introspeksi untuk menjadi diri yang lebih bijak agar menjadi contoh baik bagi anak-anaknya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team