Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Dampak Negatif AI untuk Anak yang Belum Punya Nalar Kritis

Ilustrasi anak bermain gadget (freepik.com/freepik)

Gak bisa dimungkiri, teknologi sekarang makin cepat berkembang, dan anak-anak jadi generasi paling awal yang bersentuhan langsung sama Artificial Intelligence. Dari mainan cerdas sampai chatbot yang bisa bantu kerjain PR, semuanya terlihat canggih dan seru. Tapi, ada satu hal yang mulai bikin khawatir: apakah mereka siap mental buat hadapi teknologi secanggih itu?

Buat anak-anak yang belum punya nalar kritis, AI bisa jadi pedang bermata dua. Bukannya membantu belajar, malah bisa bikin mereka kehilangan banyak kemampuan dasar yang penting. Mulai dari berpikir mandiri sampai peka secara sosial, bisa-bisa semuanya terkikis kalau gak diawasi dengan bijak.

1. Terlalu bergantung pada jawaban instan

Ilustrasi anak belajar dengan gadget (freepik.com/freepik)

Siapa yang gak tergoda cari jawaban cepat lewat AI chatbot? Sekali ketik, semua langsung muncul tanpa perlu repot mikir. Sayangnya, buat anak-anak, ini bisa jadi kebiasaan buruk yang bikin mereka cuma mau jawaban cepat tanpa peduli proses berpikirnya.

Lama-lama, mereka jadi malas belajar dan cenderung mengandalkan mesin buat semua hal, bahkan buat hal-hal sepele. Padahal, belajar itu bukan cuma soal hasil, tapi juga soal proses dan pemahaman. Kalau dari kecil udah terbiasa disuapin jawaban, gimana mereka bisa berkembang jadi pemikir yang kritis nantinya?

2. Mengurangi keinginan untuk berpikir mandiri

Ilustrasi anak belajar (freepik.com/photoroyalty)

AI bisa kasih solusi, tapi dia gak ngajarin anak-anak cara menyelesaikan masalah sendiri. Anak-anak jadi kurang punya dorongan buat mikir, bertanya, dan menganalisis suatu hal secara mandiri. Semua terasa terlalu mudah karena ada asisten digital yang bisa diandalkan setiap saat.

Ini bahaya jangka panjangnya, mereka gak terbiasa berjuang lewat proses trial and error. Padahal, kemampuan berpikir mandiri itu salah satu fondasi penting buat menghadapi tantangan hidup. Kalau dari kecil udah tergantung sama AI, gimana mereka mau belajar ambil keputusan saat dewasa nanti?

3. Mudah percaya hoaks atau manipulasi konten

Ilustrasi anak bermain gadget (freepik.com/freepik)

Anak-anak belum bisa bedain mana informasi yang valid dan mana yang cuma tipuan belaka. Apalagi sekarang, AI bisa bikin deepfake, gambar palsu, atau bahkan artikel palsu yang kelihatan nyata banget. Mereka bisa dengan mudah tertipu tanpa sadar.

Dan parahnya, mereka bisa menyebarkan hoaks tanpa tahu bahwa informasi itu salah. Ini bukan cuma soal teknologi, tapi juga soal literasi digital yang belum mereka kuasai. Gak cukup cuma pintar pakai aplikasi, harus dibarengi sama pemahaman soal bagaimana informasi dibentuk dan disebarkan.

4. Menurunnya rasa ingin tahu alami

Ilustrasi anak bermain gadget (freepik.com/freepik)

AI bikin semuanya bisa dijawab dalam hitungan detik. Tapi justru karena itu, anak-anak jadi gak penasaran lagi. Rasa ingin tahu yang biasanya jadi bahan bakar kreativitas malah bisa padam.

Mereka gak merasa perlu menggali lebih dalam karena semuanya udah tersedia secara instan. Padahal, keingintahuan itu penting banget buat perkembangan otak dan karakter anak. Tanpa rasa penasaran, anak-anak bisa kehilangan semangat belajar hal-hal baru di luar yang ada di layar mereka.

5. Kurang kemampuan memahami konteks sosial

Ilustrasi anak di kelas (freepik.com/freepik)

AI memang pintar dalam ngasih informasi, tapi dia gak bisa ngajarin empati atau memahami perasaan orang lain. Anak-anak yang terlalu lama berinteraksi sama AI bisa jadi kurang peka terhadap situasi sosial di sekitarnya. Mereka lebih nyaman ngobrol sama bot daripada sama teman sebayanya.

Lama-lama, ini bisa menghambat kemampuan mereka dalam membaca ekspresi, memahami konflik sosial, atau bahkan kerja sama dalam kelompok. AI gak bisa gantiin proses belajar yang datang dari interaksi nyata. Dan ini penting banget buat kehidupan sosial mereka ke depan.

AI memang keren, tapi bukan berarti semua urusan hidup harus dikasih ke teknologi. Anak-anak butuh bimbingan, arahan, dan ruang buat berkembang lewat proses berpikir alami, bukan cuma lewat jawaban instan dari mesin. Jadi, yuk, dampingi mereka, ajak ngobrol, dan jangan biarkan AI yang jadi guru utama di masa kecil mereka. Karena gak ada teknologi secanggih apa pun yang bisa gantiin peran manusia dalam membentuk karakter anak.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us