Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi takut melihat tagihan (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
ilustrasi takut melihat tagihan (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Berutang tidak salah. Terkadang siapa pun memerlukan uang lebih banyak daripada tabungannya. Pun meminjam uang secara baik-baik lebih tepat daripada melakukan pencurian atau aksi kejahatan serupa.

Namun, sukar lepas dari jeratan utang juga masalah besar. Hidup gak bakal tenang. Bukan cuma perasaan yang selalu ketar-ketir. Orang yang terlilit banyak utang dan tak juga berhasil melunasinya mungkin sampai berpindah-pindah tempat tinggal.

Bahkan dia dikejar penagih utang ke kantor atau diadang di jalan. Lantaran pada dasarnya siapa pun bisa berutang, hindari kamu punya salah satu ciri di bawah ini. Hidup tanpa utang adalah yang paling ideal. Kalaupun suatu saat dirimu perlu pinjam uang pastikan dapat melunasinya tepat waktu.

1. Bekerja hanya kadang-kadang

ilustrasi butuh pekerjaan (pexels.com/Ron Lach)

Pekerja tetap sudah jelas bekerja setiap hari sesuai peraturan kantor. Maka bekerja kadang-kadang lebih mungkin dialami oleh para pekerja lepas. Ini harus dicamkan oleh semua freelancer, pekerja serabutan, dan pemilik usaha sendiri.

Apa pun pekerjaan yang dipilih olehmu, setidaknya 5 hari dalam sepekan dirimu mesti melakukan aktivitas yang menghasilkan uang. Itu dilakukan sepanjang tahun. Bukan lantas kamu bekerja 1 atau 2 hari saja dalam seminggu bahkan sebulan. Pendapatan menjadi sangat minim. Padahal, pengeluaran jalan terus.

2. Punya mindset kalau gak utang tak afdal

ilustrasi rebahan sambil scrolling (pexels.com/PNW Production)

Ada orang yang berpandangan begini. Dia sudah menganggap utang sebagai pelengkap hidup. Tanpa pinjaman ke orang lain, hidupnya terasa ada yang kurang. Utang baginya bukan sekadar jalan ketika terdesak kebutuhan.

Butuh atau tidak butuh, ia akan tetap mengajukan pinjaman. Bisa ke perseorangan atau bank. Dia juga selalu memiliki ide penggunaan dana pinjaman tersebut.

Kalau manusia sudah berkehendak, daya kreativitasnya dapat tanpa batas. Termasuk mengada-adakan keperluan menggunakan uang pinjaman. Urusan bunga dan cicilan malah kurang dipikirkan.

3. Sengaja tidak melunasi sisa cicilan

ilustrasi dompet kosong (pexels.com/Towfiqu barbhuiya)

Sekarang tak sedikit orang yang sengaja membuat dirinya seakan-akan gagal bayar. Utamanya untuk pinjaman online. Utangnya lebih ke satu penyedia pinjaman. Akan tetapi, mereka sengaja tidak menyelesaikan pembayaran.

Sisa pinjamannya di berbagai tempat barangkali tinggal sekian ratus ribu. Namun, kalau sisa cicilan ini dibiarkan tentu bakal terus berlipat. Selain bunga, juga ada denda yang bisa dihitung per hari.

Mau tak mau akhirnya mereka mesti menyelesaikan tanggung jawab tersebut. Sisa cicilan yang tadinya tinggal 100 atau 300 ribu barangkali sudah menjadi jutaan rupiah. Kecil kemungkinan mereka mampu membereskan semua tunggakan itu.

4. Sayang keluar uang banyak dan pilih segalanya dibayar kredit

ilustrasi uang bertebaran (pexels.com/Peggy Anke)

Memang membeli sesuatu yang cukup mahal secara cash kadang rasanya bikin jantungan. Saldo tabungan yang semula banyak mendadak raib setelah dipakai buat membayar belanjaan. Akan tetapi, nyesek di awal lebih baik daripada pusingnya belakangan.

Orang yang mau beli apa saja dicicil padahal sebenarnya punya uang cukup rentan selamanya terjerat utang. Jangankan barang mahal seperti kendaraan atau properti. Belanja kebutuhan bulanan pun pakai kartu kredit.

Begitu juga pakaian baru untuk hari raya dan sebagainya. Mereka lebih suka pada akhirnya membayar jauh lebih banyak asalkan cicilannya gak terasa. Daripada membayar lunas sesuatu lalu besok-besok tinggal menabung lagi.

5. Salah kaprah tentang tolong-menolong

ilustrasi minta bantuan (pexels.com/Gustavo Fring)

Tolong-menolong memang baik dan sangat dianjurkan dalam hubungan antarmanusia. Namun, salah kaprah mengenai hal ini justru membuat utangmu bisa menumpuk. Ketika kamu berpikir semua orang harus siap menolongmu dalam hal keuangan, dirimu cuma bakal terus berutang.

Kamu tak mendidik diri sendiri supaya lebih mandiri dalam hal finansial. Dirimu bahkan tidak pernah berpikir bahwa kamu pun perlu siap membantu orang lain secara ekonomi. Konsep tolong-menolong dalam pikiranmu hanya untuk menguntungkan diri sendiri.

6. Tanggungan jauh lebih banyak dibandingkan pendapatan

ilustrasi pria stres (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Seseorang bekerja sekeras apa pun, jika tanggungannya terlalu banyak bakal kewalahan. Kamu bisa membayangkan banyaknya tanggungan seperti atap rumah yang besar dan berat. Agar atap itu tidak ambruk, penyangganya mesti kuat serta banyak.

Empat dinding saja belum cukup. Masih dibutuhkan beberapa tiang agar beban atap terbagi rata. Orang dengan tanggungan yang banyak kerap terpaksa pinjam uang sana sini demi dapur tetap mengepul.

Tanpa utang, bebannya sudah berat. Ditambah jeratan pinjaman berbunga tinggi yang habis cuma buat konsumsi, masa depannya amat suram. Setidaknya sebagian dari tanggungannya mesti membantunya mencari uang.

7. Punya kebiasaan buruk yang menghabiskan banyak uang

ilustrasi kecanduan minuman keras (pexels.com/Nicola Barts)

Kebiasaan buruk itu misalnya, berjudi. Uang yang sebenarnya dapat ditabung atau dibelanjakan berbagai kebutuhan malah dibuang-buang buat judi. Sama seperti ketagihan berjudi, kecanduan minuman keras dan narkoba juga gak cuma bikin orang jatuh miskin.

Mereka tanpa pikir panjang mau mengambil pinjaman berbunga selangit asal pencairannya mudah dan cepat. Sebab mereka tidak tahan lagi memakai uang tersebut buat berjudi atau beli miras dan obat-obatan terlarang. Begitu juga kebiasaan buruk pria main perempuan. Gaji habis, utang pun menjadi pilihan demi kesenangan sesaat.

Sekuat-kuatmu jauhilah utang. Jangan berutang untuk hal-hal yang gak penting serta mendesak. Gunakan uang milikmu secara bijak supaya tak habis dengan cepat. Bila pun kamu sempat meminjam dana pada siapa pun, tunaikan kewajibanmu membayarnya sesuai kesepakatan dan ambil pelajarannya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team