Foto hanya ilustrasi. (unsplash/Pablo Merchán Montes)
Berkaca dari penjelasan di atas, Aryani hanya berharap orangtua mau introspeksi diri, apakah sudah melakukan fungsi pengasuhan dengan baik, sudahkah membekali diri dengan wawasan dan keterampilan pengasuhan yang memadai di era sekarang ini.
"Bukan masalah sinetron atau kartunnya, namun apakah tayangan itu sudah ramah anak? Maksudnya tidak ada unsur pornografi, bullying, atau lainnya yang belum layak ditonton anak," ujar Aryani.
Lantas bagaimana jika tayangan sinetronnya ada adegan tawuran atau percintaan? Menurut Aryani, apa pun adegan yang disajikan dalam sinetron, orangtua wajib menjelaskannya kepada anak. Misalnya, Kenakalan itu terjadi karena kurangnya perhatian dan kasih sayang orangtua kepada anak atau perpecahan keluarga. Tawuran itu terjadi karena konflik sosial, dan lainnya.
"Percintaan itu adalah proses pengenalan karakter anak laki dengan perempuan untuk belajar tumbuh dewasa tetapi bukan untuk melakukan adegan dewasa," katanya.
Penjelasan-penjelasan seperti itulah yang Aryani maksud sebagai pembekalan diri orangtua, yang kemudian ditularkan kepada anak-anaknya. Anak-anak jadi ikut dibekali oleh pengetahuan secara kognitif untuk menjalani hidupnya kelak.
"Anak menjadi terbekali pengetahuan kognitif, dan sikap (Afektif) dan termasuk nantinya tindakan (Psikomotorik) dalam menjalani kehidupannya. Dampak menerima, menyerap, melakukan dengan meniru adegan kekerasan itu baru akan terjadi jika anak lepas dari penanaman nilai-nilai luhur, kering akan kasih sayang dan perhatian dari orangtua plus keluarga yang terpecah."