Hubungan yang sehat itu seharusnya penuh cinta dan saling mendukung, tapi kenyataannya banyak orang masih terjebak dalam hubungan yang penuh kekerasan. Entah itu fisik, emosional, atau verbal, kekerasan dalam hubungan bisa merusak harga diri dan bahkan merenggut kebahagiaan. Kenapa banyak orang merasa sulit untuk keluar dari situasi ini? Apa yang sebenarnya menghalangi kita untuk lepas dan mulai kembali menghargai diri sendiri? Kalau kamu pernah berada di situasi seperti ini atau kenal seseorang yang mengalaminya, artikel ini mungkin bisa memberi sedikit pencerahan.
5 Alasan Orang Sulit Lepas dari Kekerasan dalam Hubungan

1. Ketergantungan emosional yang terbentuk
Kekerasan dalam hubungan bukan hanya soal fisik, tapi juga psikologis. Pelaku seringkali membuat korban merasa bahwa mereka tidak bisa hidup tanpa mereka—menciptakan ketergantungan emosional yang sangat dalam. Kamu mungkin merasa tak mampu keluar karena rasa takut akan kesepian atau khawatir tak ada yang akan menerima kamu lagi. Padahal, inilah yang membuat kamu terjebak lebih lama. Perasaan tidak cukup berharga seringkali dimanfaatkan oleh pelaku untuk mempertahankan kontrol.
Pada titik tertentu, perasaan ini bisa mengaburkan logika kita. Kita mungkin berpikir bahwa "ini adalah satu-satunya hubungan yang akan kita dapatkan" atau "mereka sayang aku, mereka hanya melakukan itu karena cinta". Hal ini menghalangi langkah pertama untuk keluar, karena korban mulai merasa terisolasi dan takut menghadapi dunia tanpa pasangan yang menyakiti mereka.
2. Lingkaran kekerasan yang berulang
Kekerasan dalam hubungan sering kali datang dalam bentuk siklus: pelaku menunjukkan perilaku baik setelah melakukan kekerasan, dan korban merasa seolah-olah mereka mendapatkan "kehidupan normal" kembali. Begitu perasaan itu muncul, korban jadi merasa seperti semua akan baik-baik saja. Namun, siklus ini kembali terulang. Ini bisa membuat seseorang merasa bahwa mereka hanya harus menunggu sampai pasangan mereka kembali ke versi yang lebih baik.
Kebanyakan korban merasa bahwa hubungan ini bisa berubah, dan mereka masih bisa memperbaikinya. Padahal, harapan ini hanya akan memperpanjang penderitaan. Siklus ini mengaburkan pemahaman korban bahwa hubungan seperti ini tidak hanya tidak sehat, tapi juga berbahaya untuk jangka panjang.
3. Rasa takut akan pembalasan
Pelaku kekerasan dalam hubungan sering menggunakan ancaman untuk menahan korban tetap berada di sisi mereka. Rasa takut akan pembalasan—baik itu fisik, sosial, atau emosional—membuat korban merasa seperti tidak ada jalan keluar. Mungkin mereka merasa bahwa jika mereka pergi, pasangan akan menghancurkan hidup mereka atau bahkan membahayakan diri mereka.
Ini sering kali terjadi pada korban yang merasa terpojok dan tak punya siapa-siapa. Rasa takut ini bukan hanya datang dari fisik, tapi juga dari kontrol sosial yang dilakukan oleh pelaku, seperti mengisolasi korban dari teman-teman dan keluarga. Ketika dunia kita terbatas hanya pada satu orang, jalan keluar terasa semakin sulit.
4. Gambaran cinta yang salah
Terlalu sering kita mendengar tentang cinta yang penuh pengorbanan, cinta yang bisa membuat kita melakukan apapun untuk orang yang kita sayangi. Namun, konsep ini sering disalahpahami. Banyak orang yang terjebak dalam hubungan kekerasan berpikir bahwa mereka harus bertahan karena itu adalah bentuk “cinta sejati.” Mereka merasa jika mereka menyerah, mereka tidak cukup mencintai atau bahkan tidak layak untuk dicintai.
Penting untuk menyadari bahwa cinta sejati bukan tentang merelakan diri untuk disakiti demi orang lain, melainkan tentang tumbuh bersama dalam hubungan yang sehat dan saling menghormati. Pemahaman yang salah tentang cinta ini sering membuat kita bertahan di tempat yang salah.
5. Kurangnya dukungan sosial
Sering kali, korban kekerasan merasa malu untuk berbicara atau meminta bantuan. Mungkin mereka takut dikucilkan atau tidak diterima oleh teman-teman dan keluarga. Mereka merasa bahwa jika orang lain mengetahui apa yang terjadi, mereka akan dianggap lemah atau bahkan disalahkan. Akibatnya, mereka menutup diri dan tetap dalam hubungan yang merusak ini, merasa tidak ada tempat untuk lari.
Tapi, kenyataannya, banyak orang di luar sana yang peduli dan siap memberikan dukungan. Mengakui bahwa kita membutuhkan bantuan bukanlah tanda kelemahan, justru ini adalah langkah berani menuju pemulihan dan kebebasan.
Jika kamu merasa terjebak dalam hubungan yang penuh kekerasan, ingatlah bahwa kamu punya hak untuk merasa aman, dicintai, dan dihargai. Mungkin saat ini terasa sangat sulit, tetapi proses untuk keluar dan memulai hidup baru adalah langkah yang paling berharga untuk diri kamu. Jangan biarkan rasa takut, rasa bersalah, atau ketergantungan mengendalikan hidupmu. Mulailah dengan langkah kecil, carilah dukungan, dan ingat bahwa kamu berharga. Setiap hari adalah kesempatan untuk membangun hidup yang lebih baik, lebih sehat, dan lebih bahagia—tanpa kekerasan.