Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Upacara Tumpek Wariga. (instagram.com/dewajhon01)
Upacara Tumpek Wariga. (instagram.com/dewajhon01)

Bali dikenal sebagai pulau yang memiliki beragam upacara atau yadnya. Upacara ini telah dilakukan secara turun-temurun. Termasuk upacara yang berkaitan dengan alam. Tujuannya untuk menghormati dan menjaga keseimbangan atau keharmonisan alam beserta isinya. Apa saja? Berikut daftarnya!

1. Tumpek Wariga

Upacara Tumpek Wariga. (instagram.com/balisajacom)

Tumpek Wariga sering disebut dengan nama Tumpek Uduh, Tumpek Bubuh, Tumpek Pengatag, atau Tumpek Pengarah. Rahinan atau hari suci ini jatuh setiap 210 hari sekali tepatnya pada Sabtu, Saniscara Kliwon, wuku Wariga. Upacara ini juga sebagai penanda bahwa Hari Raya Galungan akan tiba 25 hari lagi.

Tumpek Wariga merupakan wujud umat Hindu dalam menghormati tumbuh-tumbuhan, karena telah membantu kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Umat Hindu menghaturkan sarana upacara (banten) kepada tumbuh-tumbuhan sebagai ucapan terima kasih dan berdoa agar tumbuh-tumbuhan bisa subur serta berbuah atau berbunga lebat.

Hasilnya nanti bisa digunakan oleh manusia untuk kehidupan, serta perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan. Walaupun memberikan persembahan, bukan berarti umat Hindu menyembah pohon, melainkan lebih kepada menghormatinya.

2. Tumpek Kandang

Seorang warga sedang melakukan upacara Tumpek Kandang. (Instagram.com/barc4balidog)

Selain tumbuh-tumbuhan, umat Hindu juga menghormati keberadaan hewan. Hal ini karena hewan telah membersikan sumber makanan untuk manusia. Sebagai ucapan terima kasih, umat Hindu memberikan persembahan berupa sarana upacara sederhana kepada hewan ternak maupun hewan peliharaan pada saat Tumpek Kandang.

Tumpek Kandang diperingati setiap 210 hari sekali. Rahinan ini jatuh pada Sabtu, Saniscara Kliwon, wuku Uye. Karena bertepatan dengan wuku Uye, Tumpek Kandang juga disebut dengan Tumpek Uye.


3. Upacara Segara Kerthi

Orang sedang memancing di laut. (Pixabay.com/Chiec_Dep)

Upacara Segara Kerthi merupakan upacara memuliakan air sebagai unsur alam yang penting untuk kehidupan manusia. Segara Kerthi berasal dari kata Segara dan Kerthi. Segara berarti laut, dan Kerthi berarti suci. Sehingga Upacara Segara Kerthi bisa dimaknai sebagai upacara untuk membersihkan laut secara niskala (lahir) dan sekala (batin).

Upacara ini dilakukan di laut sebagai sumber kehidupan umat manusia yang perlu dijaga kelestariannya. Umat Hindu biasanya melakukan mulang pakelem, atau melarung beberapa sarana di tengah laut sebagai persembahan kepada Dewa Baruna, Sang Penguasa laut. Dengan pelaksanaan upacara ini, diharapkan akan terjadi harmonisasi di laut sehingga memberikan pengaruh dan vibrasi positif kepada kehidupan umat manusia. Upacara Segara Kerthi dipimpin oleh seorang sulinggih atau pedanda.

4. Upacara Danu Kerthi

Ilustrasi danau. (Pixabay.com/Pixabay)

Upacara memuliakan air berikutnya adalah Danu Kerthi. Upacara ini mirip dengan Segara Kerthi, namun dilakukan di danau atau sungai. Upacara Danu Kerthi bertujuan untuk memuliakan dan menjaga kesucian danau atau sungai sebagai sumber air bagi umat manusia.

Seperti diketahui, danau atau sungai menjadi sumber air bagi sawah atau subak dan kebun milik warga Bali. Jika sumber air ini bermasalah, kotor, atau rusak, tentu akan berimbas kepada sawah dan kebun. Oleh karena itu, upacara Danu Kerthi dilaksanakan untuk menjaga keharmonisan unsur-unsur dan ekosistem yang ada di sungai atau danau.

Umat Hindu akan menghaturkan pakelem beberapa sarana upacara ke tengah danau atau sungai. Upacara ini dipimpin oleh sulinggih. Baik Segara Kerthi atau Danu Kerthi, tidak dilaksanakan berdasarkan hari tertentu (rahinan). Melainkan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi.

5. Melasti

Prosesi Melasti. (pixabay.com/alitdesign)

Upacara Melasti biasanya identik dengan rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi. Padahal, upacara ini tidak hanya dilakukan saat sebelum Nyepi. Ada juga dilakukan pada hari-hari tertentu, misalnya saat piodalan (hari raya pura) atau karya di pura. Melasti berasal dari kata lasti, yang berarti menuju sumber air. Oleh karena itu, warga akan mengiring Ida Sesuhunan (kekuatan suci yang ada di pura) menuju ke sumber air seperti laut (pantai), sungai atau campuhan (pertemuan dua atau lebih aliran sungai), serta danau.

Lontar Sang Hyang Aji Swamandala dan Lontar Sundarigama menyebutkan, Melasti berfungsi untuk menyucikan alam jagat raya beserta makhluk hidupnya. Banyak yang salah persepsi, bahwa Melasti adalah upacara menyucikan Ida Sesuhunan beserta tempat stananya. Hal ini tidaklah benar.

Prosesi upacara Melasti ditentukan berdasarkan rapat pengurus desa maupun pengurus pura. Begitu harinya telah ditentukan, warga akan beriringan bersama Ida Sesuhunan menuju sumber air yang telah ditentukan pada rapat sebelumnya. Saat berada di lokasi Melasti, umat Hindu memohon kesucian diri dan alam, kerahayuan jagat kepada Ida Sang Hyang Widhi beserta manifestasinya. Setelah bersembahyang, umat Hindu akan diperciki tirta atau air suci untuk membersihkan diri dan alam sekitarnya.

Pelaksanaan ini diharapkan terjadi harmonisasi atau keseimbangan alam beserta isinya. Sehingga, umat manusia beserta makhluk hidup lainnya bisa menjalankan kehidupan sesuai dengan fungsinya masing-masing.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team