Hampir seluruh badan dilumuri oleh lumpur (Dok.Pribadi/Natalia Indah)
Dilansir dari jurnal penelitian yang disusun oleh I Made Sudarsana dan Ida Ayu Gede Prayitna Dewi, yang keduanya merupakan dosen Fakultas Pendidikan UNHI Denpasar, pada era penjajahan Jepang tahun 1942-1945, Tradisi Mebuug-buugan sudah berakar dan menjadi permainan yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Kedonganan.
Pada waktu itu, tradisi ini dilaksanakan bertepatan dengan Hari Raya Nyepi. Zaman dahulu, perayaan Nyepi masih diperbolehkan melakukan aktivitas, hanya saja tidak boleh mesuunan atau memikul sesuatu di kepala. Sehingga mereka mengadakan permainan mebuug-buugan yang berjalan secara spontan.
Pada saat terjadinya letusan Gunung Agung pada 1963, dan peristiwa G30S PKI tahun 1965, tradisi ini sempat dihentikan sementara sambil menunggu situasi negara kondusif. Seiring berjalannya waktu, terdapat peraturan untuk tidak melakukan aktivitas apapun selama Nyepi. Hingga kemudian pelaksanaan mebuug-buugan berpindah hari, dan dilakukan setelah Nyepi. Lalu mulai rutin dilakukan kembali pada tahun 2015 hingga sekarang.