Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

7 Tekanan Kuliah di PTN Favorit yang Gak Banyak Diceritakan

ilustrasi mahasiswa (pexels.com/Armin Rimoldi)

Bisa kuliah di perguruan tinggi negeri (PTN) favorit adalah mimpi banyak orang. Euforianya luar biasa: kamu merasa berhasil, orangtua bangga, dan lingkungan sekitar menaruh ekspektasi tinggi. Tapi di balik semua tepuk tangan dan status “anak kampus top”, ada sisi lain yang jarang diceritakan—tekanan yang datang diam-diam dan menggerus dari dalam.

Namun di tengah reputasi kampus yang gemilang, banyak mahasiswa justru berjuang sendirian melawan ekspektasi, persaingan, dan pencarian jati diri. Kalau kamu sedang atau akan menjalani kehidupan di PTN bergengsi, penting untuk tahu bahwa tak semua hal terlihat seperti di permukaan. Berikut ini tujuh tekanan nyata yang sering dirasakan, tapi jarang dibicarakan.

1. Tuntutan untuk selalu tampil cerdas

ilustrasi suasana perkuliahan (pexels.com/Yan Krukau)

Begitu kamu diterima di kampus bergengsi, orang-orang langsung menganggap kamu pintar, tahu segalanya, dan selalu siap menjawab. Padahal, kamu juga manusia biasa yang bisa bingung, keliru, atau bahkan tidak paham apa-apa. Tapi ekspektasi itu terus membayangi—baik dari luar, maupun dari dalam dirimu sendiri.

Rasa takut terlihat “bodoh” bisa jadi sangat menekan. Kamu mungkin jadi enggan bertanya di kelas, ragu menyampaikan pendapat, atau malah memaksakan diri untuk tampil sempurna demi validasi. Padahal, proses belajar justru dimulai dari keberanian untuk mengakui bahwa kamu belum tahu. Tidak harus selalu benar untuk dianggap cerdas—yang penting, kamu terus tumbuh.

2. Kompetisi yang diam-diam menguras mental

ilustrasi suasana perkuliahan (pexels.com/RDNE Stock project)

Kelas penuh dengan mahasiswa hebat: ada yang aktif organisasi, jago coding, langganan beasiswa, atau punya portofolio magang yang bikin minder. Bahkan tanpa kamu sadari, kamu bisa terjebak dalam siklus membandingkan diri terus-menerus—dengan teman sekelas, dengan senior, bahkan dengan bayangan “ideal” versi dirimu sendiri.

Kalau kamu tidak punya pijakan yang kuat, rasa percaya diri bisa luntur sedikit demi sedikit. Padahal, semua orang punya jalannya masing-masing. Terlalu fokus pada kompetisi hanya akan membuatmu lupa bahwa kamu juga sedang berproses. Nilai dan prestasi penting, tapi tidak lebih penting dari ketenangan dan keseimbangan batinmu sendiri.

3. Ekspektasi keluarga yang tidak bisa kamu tolak

ilustrasi mahasiswa (pexels.com/George Pak)

Kamu mungkin merasa menjadi kebanggaan keluarga karena berhasil masuk PTN favorit. Tapi di balik kebanggaan itu, muncul beban: kamu harus sukses, harus lulus cepat, harus “membalas” semua perjuangan orangtua. Maka kamu pun berjuang bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk harapan banyak orang.

Ini terasa berat karena kamu bisa kehilangan kendali atas hidupmu sendiri. Setiap keputusan seolah harus disesuaikan dengan ekspektasi, bukan kebutuhan jiwamu. Padahal, kamu juga berhak memilih jalur hidup yang membuatmu utuh dan bahagia. Menyenangkan keluarga itu baik, tapi jangan sampai kamu mengorbankan dirimu sendiri demi ekspektasi yang tidak kamu pilih.

4. Tekanan untuk punya karier gemilang sejak dini

ilustrasi mahasiswa (pexels.com/Keira Burton)

banyak mahasiswa seperti sudah “siap tempur” sejak awal di kampus unggulan. Ada yang sudah magang di startup besar, aktif jadi mentor, atau bahkan punya bisnis sendiri. Timeline kesuksesan jadi terasa seperti perlombaan. Kalau kamu masih mencari tahu apa yang kamu mau, kamu bisa merasa tertinggal.

Tekanan ini bisa membuatmu terlalu fokus pada pencapaian dan melupakan proses belajar. Kamu jadi sibuk membangun CV, bukan membangun pemahaman. Padahal masa kuliah bukan cuma soal mengejar hasil, tapi juga soal mengenal diri dan membentuk nilai. Tidak apa-apa kalau kamu belum punya semua jawaban. Fokuslah pada perjalanan, bukan hanya tujuan.

5. Kehidupan sosial yang “wah” tapi kadang melelahkan

ilustrasi mahasiswa (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

PTN favorit sering punya lingkungan sosial yang ramai: acara besar, komunitas prestisius, koneksi elit. Tapi tidak semua orang cocok dengan suasana ini. Kadang kamu merasa perlu ikut arus agar dianggap relevan, padahal jauh di dalam hati kamu merasa tidak sepenuhnya nyaman.

Perasaan seperti ini bisa membuatmu merasa sendirian meskipun dikelilingi banyak orang. Ketika kamu terus-menerus menyesuaikan diri tanpa bisa jadi diri sendiri, kelelahan emosional pun tak terhindarkan. Kehidupan sosial seharusnya memberi dukungan, bukan tekanan. Kamu berhak memilih lingkungan yang membuatmu merasa diterima apa adanya.

6. Sulit minta bantuan karena takut dianggap lemah

ilustrasi mahasiswa yang sedang belajar (pexels.com/RDNE Stock project)

Budaya “semua harus bisa sendiri” sering kali tidak tertulis, tapi terasa kuat di lingkungan kampus unggulan. Minta tolong kadang dianggap sebagai tanda kelemahan. Maka kamu pun memilih diam, padahal di dalam hati kamu sedang kewalahan, stres, atau bahkan hampir menyerah.

Padahal, tidak semua tekanan bisa kamu tangani sendiri. Menolak minta bantuan justru bisa memperparah rasa terisolasi dan memperbesar potensi burnout. Jangan ragu mencari teman bicara, konselor, atau dosen yang bisa mendukungmu. Minta tolong bukan kelemahan, tapi tanda bahwa kamu cukup berani dan bijak untuk mengenali batasmu.

7. Krisis identitas yang datang diam-diam

ilustrasi mahasiswa yang mengalami krisis identitas (pexels.comAnna Shvets)

Ironisnya, bahkan setelah masuk kampus impian dan mengejar semua target, kamu bisa tetap merasa kosong. Kamu mulai bertanya: “Ini beneran jalanku?”, “Kenapa aku masih merasa hampa meski semua orang menganggap aku sukses?” Pertanyaan-pertanyaan ini menandai krisis identitas yang tak sedikit mahasiswa rasakan.

Ini saatnya kamu berhenti sejenak dan mengenal ulang siapa kamu di balik semua label—IPK tinggi, jabatan organisasi, atau predikat mahasiswa unggulan. Yang paling penting bukan cuma lulus dari kampus, tapi juga lulus dari kebingungan tentang siapa dirimu sebenarnya. Dan untuk itu, kamu butuh ruang untuk mendengarkan isi hatimu sendiri.

Kuliah di kampus favorit memang membanggakan, tapi itu bukan akhir dari perjalanan. Di balik prestasi dan reputasi, ada proses batin yang juga butuh perhatian. Jangan takut mengakui tekanan yang kamu rasakan. Merasa lelah, bingung, atau tidak yakin bukan tanda gagal—itu tanda bahwa kamu sedang tumbuh, dan kamu tidak harus tumbuh sendirian.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us