Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi sembahyang (pexels.com/Agung Pandit Wiguna)
Ilustrasi sembahyang (pexels.com/Agung Pandit Wiguna)

Sembahyang adalah cara umat beragama menuangkan sembah bakti kepada Sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Kuasa. Tahapan persembahyangan tak sepenuhnya sama, begitu pula dengan etikanya. Namun, ada dasar-dasar tata cara, urutan, dan etika yang melekat dalam proses persembahyangan. Kali ini, IDN Times akan merangkum tata cara urutan persembahyangan umat Hindu di Bali.

Umat Hindu di Bali mengenal dua bentuk bakti, yaitu bakti persembahan dan bakti persembahyangan. Keduanya saling berkaitan dan terlaksana secara berurutan. Mengawali dengan bakti persembahan terlebih dahulu, dilanjutkan dengan bakti persembahyang. Lalu, bagaimana tahapan dan etika persembahyangan umat Hindu Bali secara rinci? Baca selengkapnya di bawah ini.

Sebelum bakti persembahyangan, umat Hindu Bali mengawali dengan bakti persembahan

Ilustrasi canang. (IDN Times/Yuko Utami)

Sebelum sembahyang, umat Hindu Bali akan mempersembahkan sesajen. Tidak ada baku standar khusus soal sesajen ini, tapi yang terpenting adalah rasa bakti tulus dan ikhlas. Tidak harus megah dan besar, melainkan niat dan bakti. Ada penyesuaian yang dapat memudahkan umat Hindu Bali memilih bakti persembahan sesuai dengan kemampuannya. Tingkatan upakara sesajen atau bebanten yang dipersembahkan tergolong kanista (alit) seperti canang, soda atau pejati, yang biasanya dihaturkan serangkaian rerahinan atau hari raya tertentu (naimitika yadnya) seperti Tilem, Purnama, Siwaratri, atau Saraswati.

Canang adalah sesajen untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa, ada unsur Tri Murti yakni Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa, yang dihaturkan setelah mempersembahkan yadnya sesa atau mesaiban (sesajen berupa sejumput nasi dan serundeng di atas potongan daun pisang). Jika seluruh bakti persembahan sudah lengkap dengan niat yang tulus ikhlas, maka dapat berlanjut ke tahapan bakti persembahyangan.

Bakti persembahyangan diawali dengan Tri Sandhya dan Panca Sembah

Ilustrasi sembahyang. (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Setelah mempersembahkan yadnya sesa dan canang, prosesi selanjutnya adalah bakti persembahyangan. Proses sembahyang umat Hindu Bali diawali dengan Tri Sandhya, yakni ritual sembahyang tiga kali sehari, setiap pagi, siang, dan sore hari. Selanjutnya, dapat melakukan persembahyangan Panca Sembah, yakni lima tahapan sembahyang dengan sarana bunga dan dupa sebagai saksi bakti.

Selain melakukan Tri Sandhya dan Panca Sembah, beberapa keluarga di Bali memiliki kebiasaan melakukan meditasi bersama. Pemimpin keluarga akan memandu proses meditasi dengan menarik napas sekitar tujuh kali lalu mengembuskannya.

Percikan Tirta Wangsuh Padha sebagai tahapan akhir proses bakti persembahyangan

ilustrasi Tirta Empul (unsplash.com/Florian GIORGIO)

Jika sudah selesai bakti persembahyangan, biasanya akan diakhiri dengan percikan tirta. Khusus untuk setelah sembahyang tirta yang digunakan yakni tirta wangsuh padha. Tirta tersebut adalah air suci yang digunakan pada akhir persembahyangan. Caranya dengan dipercikkan tiga kali ke kepala, diminum tiga kali, lalu diusapkan ke bagian lain tubuh (wajah, telinga, leher, atau dada) tiga kali. Tirta ini merupakan lambang karunia atau berkah dari Tuhan.

Kalau saat hari raya biasanya ada penggunaan bija, terbuat dari rendaman air suci dan beras. Biasanya diletakkan di kening pada saat mengakhiri persembahyangan sebagai lambang benih Hyang Widhi dalam manifestasi Dewa Siwa. Itu dia tahapan persembahyangan umat Hindu di Bali, jika membicarakan etikanya sangat sederhana. Sebelum mulai bakti persembahan dan persembahyangan, harus membersihkan diri dengan mandi.

Ingat kenakan busana yang bersih dan sopan, biasanya umat Hindu Bali akan mengenakan kain dan selendang untuk sembahyang sehari-hari. Lalu membersihkan pikiran, perkataan, dan perbuatan. Tujuannya agar memfokuskan niat baik dan menguatkan rasa tulus ikhlas, berserah kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Editorial Team