Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Warga saat menari Tari Baris Kelemat saat piodalan di Pura Benega. (YouTube.com/Desa Cemagi)
Warga saat menari Tari Baris Kelemat saat piodalan di Pura Benega. (YouTube.com/Desa Cemagi)

Badung merupakan Kabupaten di Provinsi Bali dengan berbagai potensi seni dan budaya. Beberapa kesenian yang dimiliki telah diwariskan secara turun-temurun. Kesenian tersebut saat ini menjadi tari sakral yang sarat akan kekuatan religius.

Tari sakral ini tidak dipentaskan secara sembarangan, melainkan berhubungan dengan pelaksanaan suatu upacara atau yadnya. Berikut adalah daftar tari sakral yang ada di Kabupaten Badung.

1. Tari Rejang Salimpet

Para penari Tari Rejang Salimpet kesurupan saat menari. (YouTube.com/prama prama)

Tari Rejang Salimpet merupakan tari sakral dari Banjar Sawangan, Desa Peminge, Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan. Tari ini sudah ada sejak zaman dahulu, namun tidak dipentaskan lagi sehingga warga tidak mengetahui dengan pasti bentuk tarian tersebut. Hingga suatu ketika, seorang pemangku beserta beberapa warga pengempon (warga yang bertanggung jawab terhadap pura) di Pura Panti Arya Wang Bang Pinatih mendapatkan musibah sakit yang tidak diketahui penyebabnya. Setelah mencari petunjuk secara niskala (gaib), warga mendapatkan petunjuk tentang kain hitam putih atau poleng dan kipas yang tak lain adalah kostum dari Tari Rejang Salimpet.

Warga kemudian memutuskan untuk merekonstruksi ulang Tari Rejang Salimpet. Tari Rejang Salimpet dipercaya sebagai selir dari Ida Sesuhunan yang ada di pura tersebut. Ciri khas dari busana Tari Rejang Salimpet adalah selendang poleng atau salimpet, baju putih lengan panjang, kamen putih, selendang merah, sesimping hitam, gelungan atau mahkota, bros kulit, anting-anting atau subeng, dan kipas. Salimpet berwarna poleng sebagai simbol keterkaitan dengan Pura Dalem Ped di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung.

Dipercaya bahwa busana Tari Rejang Salimpet merupakan anugerah dari Pura Dalem Ped dan stana (linggih) Ratu Mas Maketel, yang terdapat di Pura Karang Boma, Pecatu, Kabupaten Badung. Tari rejang ini memiliki gerakan yang sederhana dan berulang-ulang. Walaupun sederhana, mampu memancarkan taksu atau aura spiritual yang luar biasa.

2. Tari Gandrung Giri Kusuma

Pura Batu Pageh, Ungasan. (YouTube.com/Sabda Arunika)

Tari Gandung Giri Kusuma merupakan kesenian sakral yang berasal dari Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan. Pura ini diperkirakan sudah ada sebelum Gunung Agung meletus pada 1970. Awalnya tarian ini menggunakan penari pria karena diciptakan saat para petani pria sedang berkumpul untuk membuat hiburan. Namun, seiring berjalannya waktu, sangat susah mendapatkan penari pria sehingga diganti menjadi penari perempuan.

Tari Gandrung Giri Kusuma dipentaskan di Pesambahyangan Pura Batu Pageh pada Rahinan Kajeng Kliwon, Rahina Kliwon, Rahinan Tumpek Wayang, serta saat Sugihan Bali di Pura Batu Pageh. Terdapat dua penari pilihan sebagai penari Tari Gandrung Giri Kusuma. Satu orang sebagai penari utama, sedangkan satunya lagi sebagai penari cadangan. Saat pementasan, hanya seorang saja yang menari.

Proses pemilihan penari Tari Gandung Giri Kusuma tidak sembarangan. Proses ini melalui beberapa tahap hingga ditetapkan dua orang menjadi penari Tari Gandrung Giri Kusuma. Tari Gandrung Giri Kusuma sebagai simbol Sang Hyang Dedari dengan paras menawan dan gerakan yang gemulai. Gerakan tariannya sederhana yang berulang-ulang.

3. Tari Sandar

Pementasan Tari Sandar di Desa Kedonganan. (YouTube.com/Made In Bali)

Tari Sandar berkaitan dengan pelaksanaan Tradisi Mepajar di Desa Kedonganan, Kecamatan Kuta. Tari sakral ini dipentaskan sebagai pengiring Ida Sesuhunan, Ida Ratu Ayu Manik Mas Mengetel, yang ada di pura desa setempat. Pementasannya dilakukan pada Hari Raya Galungan, Kuningan, dan Kajeng Kliwon tertentu yang berbarengan dengan pelaksanaan Tradisi Mepajar.

Saat pementasan, terdiri dari dua kelompok penari yaitu Sandar Gede dan Sandar Cenik. Keduanya mirip dengan barong dan rangda sebagai simbol kebaikan dan kejahatan atau Rwa Bhineda. Sandar Cenik digambarkan sebagai seorang putri menggunakan aksesori gelungan cecandian dan tedung atau payung. Sedangkan Sandar Gede digambarkan sebagai sosok menyeramkan atau antagonis dengan ciri khas topengnya berwarna merah, putih, dan hitam. Busananya mirip dengan Tari Telek.

Saat pementasan, Tari Sandar akan mengawali prosesi Tradisi Mepajar. Tarian sakral ini akan diiringi gamelan gong kebyar yang dinamis, cepat, dan keras. Tari Sandar dipercaya menjadi benteng pertahanan secara niskala bagi warga desa setempat karena mampu menetralisir kekuatan negatif.

4. Tari Baris Keraras

Tari Baris Keraras dengan kostum yang unik. (YouTube.com/Kadek Karunia)

Tari Baris Keraras erat kaitannya dengan pelaksanaan upacara Aci Tulak Tunggul di Desa Mengwi, Kecamatan Mengwi. Aci Tulak Tunggul merupakan upacara yang dilaksanakan setiap 210 hari sekali tepatnya pada Hari Anggara Kasih, wuku Medangsia. Selama upacara ini berlangsung, warga menghaturkan pakelem (larung) berupa hasil bumi ke dDam Pura Taman Ayun sebagai rasa syukur karena telah memberikan air bagi kebun dan sawah.

Pementasan Tari Baris Keraras bertepatan dengan prosesi upacara tersebut. Tari sakral ini terbilang sangat unik, penarinya hanya seorang yang diambil berdasarkan garis keturunan tertentu. Busana dan aksesorinya juga tak kalah unik yaitu berasal dari bahan alami.

Gelungan terbuat dari daging babi sebagai lambang bunga dan buah yang menggambarkan kesuburan tanah pertanian. Kalung urutan dan gelang kana sebagai simbol ular yang dipercaya bisa mengusir hama seperti tikus. Baju dari keraras (daun pisang kering) sebagai simbol hutan, sumbernya mata air. Keris terbuat dari adonan sate sebagai simbol purusha atau laki-laki, yang dianggap sebagai tulang punggung keluarga. Tari Baris Keraras tidak diiringi oleh gamelan, melainkan menggunakan vokal penarinya.


5. Tari Baris Kelemat

Patung Tari Baris Kelemat di Pantai Seseh. (YouTube.com/Desa Cemagi)

Tari Baris Kelemat merupakan tari sakral yang berasal dari Desa Cemagi, Kecamatan Mengwi. Tari sakral ini diciptakan pada XVII oleh I Meken Menega. Ia mendapatkan hadiah pusaka bende (gamelan) dan lemat (pisau kecil) karena berhasil menyembuhkan ratu yang berasal dari kerajaan di tengah laut. Saat Kerajaan Mengwi menyerang Desa Cemagi, bende dan lemat ini digunakan untuk mengusir pasukan Kerajaan Mengwi.

Warga dengan ikhlas memberikan bende dan lemat tersebut kepada Raja Mengwi. Untuk menghormati pusaka ini, nelayan di Pantai Seseh mendirikan sebuah pura bernama Pura Beneda. Saat peresmian pura, ditarikan sebuah tarian baris yang disebut dengan nama Tari Baris Kelemat.

Tari Baris Kelemat menggunakan perlengkapan sederhana, seperti yang dipakai kegiatan nelayan sehari-hari. Ada kancuh, yaitu tempat serokan untuk mengeluarkan air dari lambung jukung (perahu nelayan tradisional) yang berada di depan. Kemudian ada klemat berbentuk seperti dayung. Perlengkapan berikutnya adalah pancer atau setir jukung. Tari sakral ini tidak menggunakan busana khusus, melainkan menggunakan busana adat Bali.

Tari Baris Kelemat dipentaskan saat piodalan Pura Benega yang jatuh pada Rahinan Purnama Sasih Kapat (bulan keempat dalam kalender Bali), setiap setahun sekali. Tari ini sekarang menjadi ikon Desa Cemagi (Desa Adat Seseh). Saat mengunjungi Pantai Seseh, terdapat Patung Baris Kelemat berdiri dengan gagah di pinggir pantai.

Tari sakral dari Kabupaten Badung di atas masih dipentaskan sampai sekarang karena merupakan warisan seni dan budaya adiluhung. Pelestarian ini juga bertujuan agar saat pementasan tari sakral tersebut, warga mendapatkan anugerah dan kekuatan suci dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team