Dalang Gus Cupak sedang meruwat seorang anak dengan Wayang Cupak. (instagram.com/guscupak)
Wayang Cupak juga berfungsi sebagai sarana ruwatan mirip dengan Wayang Sapuhleger. Jika Wayang Sapuhleger untuk meruwat anak yang lahir di wuku Wayang, maka Wayang Cupak digunakan untuk meruwat anak yang memiliki sifat tidak baik atau memiliki hari kelahiran yang tidak baik. Hal ini bertujuan untuk pembersihan diri baik secara niskala maupun sekala agar nantinya menjadi anak yang lebih baik.
Bebantenan dan prosesi ruwatan mirip dengan Wayang Sapuhleger, di mana yang melakukan ruwatan adalah sang dalangnya langsung setelah pementasan. Bebantenan atau sarana upacara juga ada tingkatannya, tergantung dari kemampuan dan permintaan keluarga anak yang akan diruwat.
Kenapa digunakan untuk meruwat? Hal ini terkait dengan Cupak yang merupakan putra dari Dewa brahma. Orang yang memiliki watak atau sifat tidak baik diruwat oleh orang yang bersifat buruk agar menjadi baik. Dewa Brahma melambangkan api. Segala sesuatu yang tidak baik akan dilebur oleh api, kemudian dinetralkan atau disomya menjadi baik.
Prosesi ruwatan dilakukan setelah pementasan wayang selesai. Sang anak akan diperciki oleh tirta wayang dan juga dibersihkan dengan minyak lampu blencong atau kelir. Prosesi ruwatan juga dapat dilalui tanpa adanya pementasan wayang untuk menghemat biaya. Namun terkadang, hal ini terasa kurang lengkap jika ruwatan tanpa adanya pementasan Wayang Cupak.
Sebagai seni langka, sudah seharusnya para generasi penerus mau menjadi dalang Wayang Cupak. Tentu saja dengan bimbingan dalang yang lebih dulu mempelajari Wayang Cupak ini. Hal ini diperlukan agar kesenian yang adiluhung tidak punah ditelan waktu. Kalau bukan kita, siapa lagi?