Warga saat persiapan tradisi Maboros I Bulu Pangi. (YouTube.com/Desa Adat Busungbiu)
Tradisi Maboros dimulai pukul 06.00 Wita. Sebelum para pria berangkat untuk meboros, mereka terlebih dahulu berkumpul di Pura Puseh Desa untuk melakukan persembahyangan bersama, yang dipimpin oleh tokoh agama dan desa setempat. Warga ini menggunakan topi berbahan upih (tangkai pelepah pinang) sebagai simbol siap berburu. Lokasi perburuan Kijang dilakukan di Hutan Pangkung Biu.
Uniknya, tradisi ini menambahkan sarana upacara atau banten berupa layang-layang, gangsing, dan kelereng. Masing-masing sarana memiliki makna yang berhubungan dengan Tradisi Maboros I Bulu Pangi. Layang-layang sebagai simbol keseimbangan, gangsing sebagai simbol satu tujuan, dan kelereng sebagai simbol tekad yang kuat dalam pelaksanaan Tradisi Maboros I Bulu Pangi.
Setelah upacara ini selesai, barulah warga menuju ke Hutan Pangkung Biu untuk melaksanakan Tradisi Maboros I Bulu Pangi. Lokasi yang dituju biasanya sesuai petunjuk saat pelaksanaan Tradisi Ngajit. Tradisi turun-temurun ini selalu mendapatkan Kijang. Kijang ini nantinya digunakan sebagai sarana bukakak dan paci-paci, yaitu hidangan mirip lawar yang dibagikan kepada warga desa).
Desa Busungbiu melaksanakan Tradisi Maboros I Bulu Pangi dua kali dalam lima tahun. Biasanya menggunakan tiga ekor kijang dalam rentan lima tahun tersebut. Hal ini juga berisiko mengganggu kelestarian Kijang sebagai hewan yang dilindungi di Indonesia. Namun di satu sisi, warga setempat justru melarang perburuan liar Kijang di wilayahnya untuk menjaga kelestarian.