Potret perempuan di Bali sedang beraktivitas, tahun 1939-1941. (Spaarnestad via Instagram.com/SejarahBali)
Sejumlah guru yang mendapat pendidikan di Pulau Jawa, memiliki pemikiran ingin memajukan pendidikan masyarakat Bali, terutama bagi golongan Jaba. Di antara para guru itu tercatat nama Wayan Ruma, Ketut Sukarata, Nengah Metra, dan Ketut Kaler. Mereka mengajar sebagai guru di sekolah Tweede Klasse School dan HIS di Singaraja.
Akhirnya pada tanggal 1 November 1925 di Singaraja, atas inisiatif Ketut Sandi, Nengah Metra, dan Ketut Nasa, didirikan perkumpulan Surya Kanta. Mereka ingin memperbaiki dan memajukan cara berpikir yang kolot agar bisa lebih terbuka dan berkembang. Perkumpulan ini memberikan pendidikan bagi mereka yang sudah bisa membaca dan menulis, melalui media surat kabar Surya Kanta.
Melalui perkumpulan ini, mereka ingin memberikan pemahaman terkait kehidupan masyarakat. Misalnya soal penyederhanaan upacara adat seperti upacara Ngaben (Upacara pembakaran mayat) dan dengan tegas menentang berbagai bentuk pemborosan yang dapat menyebabkan kemelaratan. Surya Kanta terus menerus menggaungkan "paham kemajuan" dan menciptakan persamaan hak antara golongan Triwangsa dengan golongan Jaba, baik dalam bidang perlakuan maupun hukum.
Para anggota Surya Kanta ingin mengubah sistem status yang dinilai sangat merugikan dan merendahkan derajat golongan Jaba, semisal yang berlaku dalam sistem perkawinan. Pada saat itu dalam masyarakat Bali diterapkan aturan Asu Pundung dan Alangkahi Karang Hulu.
Asu Pundung merupakan larangan terjadinya perkawinan antara laki-laki dari kasta Ksatria, Wesia, dan Sudra (Jaba) dengan seorang gadis dari kasta Brahmana. Sementara Alangkahi Karang Hulu ialah larangan suatu perkawinan antara laki-laki dari kasta yang lebih rendah (Sudra atau Wesia) untuk mengambil seorang gadis dari kastanya yang lebih tinggi (Ksatria). Mereka yang melanggar aturan tersebut akan dijatuhi hukuman penjara atau dikenakan hukuman selong (buangan).
Dalam bidang pemerintahan, gerakan ini ingin agar pemerintah mengangkat pegawai negeri atau kepala pemerintahan berdasarkan kemampuan dan prestasinya, bukan karena tingkatan kasta. Dengan munculnya Surya Kanta ini benih-benih nasionalisme di Bali dinilai tumbuh kian dewasa.