Mengapa gendingan gambelan gambang ini disebut berasal dari lontar milik wong gamang? dilansir dari sumber yang sama, disebutkan bahwa Cokorda Agung Suyasa dari Puri Saren Ubud, menyimpan lontar tentang sejarah gambelan gambang.
Cokorda Agung Suyasa menjelaskan sekitar tahun 1460-1550 muncul sebuah kerajaan di Tabanan. Putra raja yaitu I Gusti Ngurah Tabanan dan adiknya I Gusti Ngurah Klating bersiteru memperebutkan kekuasaan hingga berujung pada perang.
Dalem Watu Renggong mendengar kejadian itu dan akhirnya meminta Gusti Ngurah Klating untuk mencari lontar milik wong gamang, yaitu lontar tanpa sastra (tanpa tulisan) dan hanya diberi waktu selama tujuh hari. Apabila gagal, maka Gusti Ngurah Klating akan dihukum mati, tapi apabila berhasil, akan diberi kedudukan sebagai raja. Dalem Watu Renggong percaya tugas itu tidak akan bisa dipenuhi oleh Gusti Ngurah Klating.
Berbagai tempat sudah dikunjungi, namun tak kunjung juga menemukan lontar yang dimaksud. Namun kejadian yang aneh terjadi pada hari ketujuh. Saat berteduh di bawah pohon kepuh di sebuah kuburan, tiba-tiba muncul banyak burung gagak mengitari pohon kepuh tersebut.
Dari kerumunan burung gagak itulah kemudian jatuh sebuah lontar, tepat di hadapan Gusti Ngurah Klating. Ketika diambil dan digenggam, burung-burung gagak itu pun seketika hilang. Gusti Ngurah Klating pun kembali dan menyerahkan lontar tersebut.
Dalem Watu Renggong tidak menyangka Gusti Ngurah Klating mampu menemukannya. Sebagaimana janjinya, Gusti Ngurah Klating akhirnya dinobatkan sebagai raja. Namun sebelum itu, Gusti Ngurah Klating diminta membuat seperangkat gambelan yang gending-gendingnya diambil dari lontar tersebut.