Watangan dalam calonarang. (YouTube.com/Darma Suwitra)
Pementasan Drama Tari Calonarang selalu mengikuti kebiasaan di suatu desa, atau desa kala patra yang menjadi tempat pelaksanaannya. Untuk mendapatkan suasana yang menyeramkan, biasanya pementasan dimulai pada malam hari. Puncak ceritanya terjadi pada tengah malam, dan dilakukan di dekat area kuburan sekitar Pura Dalem.
Prosesi yang paling ditunggu-tunggu oleh penonton adalah watangan atau bangke matah. Dalam prosesi ini terdapat orang memerankan sebagai jenazah atau mayat, di mana biasanya diberikan kekuatan gaib agar kelihatan benar-benar seperti orang yang sudah meninggal.
Prosesi ini sebagai simbol warga Daha yang banyak meninggal dunia akibat serangan ilmu hitam Calonarang. Selama prosesi ini, watangan tersebut akan diupacarai layaknya upacara orang yang sudah meninggal.
Sebelum dibawa ke kuburan (Setra), juru undang (Tokoh pengundang) akan mengundang semua manusia sakti yang memiliki ilmu hitam desti, leak, aji ugig, terang jana, dan roh jahat lainnya.
Walaupun tak kasat mata, namun prosesi undangan tersebut terkadang membangkitkan aura mistis selama pementasan. Setelah itu, barulah watangan dibawa ke kuburan untuk kemudian dibangunkan.
Lalu di penghujung pementasan akan ada aksi Patih Taskara Maguna (Pandung) naik ke atas tangga yang disebut dengan tragtag, untuk menusuk rangda sebagai simbol sebagai tokoh Walu Nateng Dirah.
Setelah prosesi ini, biasanya akan dilanjutkan dengan Ida Sesuhunan di pura untuk mesolah atau menari napak pertiwi (Turun ke tanah). Prosesi tersebut akan diikuti oleh kesurupan atau kerauhan, baik dari masyarakat yang hadir maupun penari yang menarikan tarian rangda atau barong Ida Sesuhunan.
Pertunjukan drama tari ini sempat menghilang di masa pandemik COVID-19. Namun sekarang, pertunjukan yang sarat dengan hal-hal berbau mistis tersebut mulai diadakan kembali.
Penontonnya pasti selalu membeludak. Selain karena pengisi acaranya sudah populer, mereka merindukan sang juru undang leak yang beraksi selama proses watangan dan menyaksikan kerauhan.