Suasana ritual Nyepi di Provinsi Kalimantan Barat. (Dok.Pribadi/Atre Senudin)
Ritual ini diawali dengan meletakkan sesajen di dalam capan (wadah dari anyaman tumbuhan senggang), dan teresang (wadah dari anyaman bambu). Dalam ritual ini, capan berjumlah 3 buah dan teresang berjumlah 7 buah. Isi dari sesajen adalah telur ayam, rokok, sirih pinang, gambir, pulut, tumpe, dan rendai. Seluruh isi tersebut diletakkan ke dalam capan maupun teresang, kemudian dibiau (dikibaskan) dengan ayam jantan sembari tetua adat membacakan ayat-ayat permohonan (sampi).
Setelahnya ayam tersebut disembelih, dan darahnya dioleskan ke dahi seluruh masyarakat rumah betang. Secara simbolis, tujuannya adalah sebagai tanda bahwa manusia tersebut bukanlah korban sehingga selamat dari hal-hal buruk.
Setelah sampi dilakukan, masyarakat akan makan dan minum bersama. Makanan yang disuguhkan adalah pulut, beras ketan yang dimasak di dalam bambu; tumpe, terbuat dari tepung ketan yang dibentuk menjadi pipih; dan rendai, beras ketan yang disangrai menjadi poprice. Sedangkan untuk minumannya sendiri adalah tuak beram, yaitu nasi ketan yang difermentasi.
Sembari makan dan minum, masyarakat yang telah berkumpul di rumah betang diusap oleh air dan batu engkrabun. Batu engkrabun atau batu perlindungan merupakan batu yang berusia ratusan tahun. Masyarakat suku Dayak Iban percaya, bahwa dengan mengoleskan batu dan air engkrabun ini dapat melindungi mereka dari segala mara bahaya. Masyarakat berbondong-bondong mengambil air batu engkarabun menggunakan botol untuk disimpan.
Proses terakhir adalah sesajen diantarkan ke Langkau Ampun, yaitu tempat penyimpanan sesajian. Untuk sesajian di dalam capan diletakkan di tiga tempat yakni hilir sungai, tempat pemandian masyarakat (tengah), dan hulu bagian pintu gerbang. Sedangkan untuk sesajian di dalam teresang digantung di beberapa pohon yang dinilai sakral.
Ketika proses pengantaran sesajian dilakukan, masyarakat yang tadinya berkumpul kembali ke bilik masing-masing. Setelah pengantaran sesajen, hal yang dilakukan selanjutnya adalah memasang dedaunan di gerbang dusun dan tangga rumah betang sebagai pertanda bahwa tidak boleh ada yang memasuki daerah dusun tersebut dalam kurun waktu sehari atau 12 jam sesuai dengan kesepakatan masyarakat rumah betang. Selama Ritual Ngampun ini dilaksanakan, masyarakat menutup akses terhadap dunia luar.