Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi Tumpek Landep. (YouTube.com/Coceto)
ilustrasi Tumpek Landep. (YouTube.com/Coceto)

Tumpek Landep jatuh setiap Saniscara Kliwon Wuku Landep, bertujuan memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi sebagai Ida Batara Sang Hyang Siwa Pasupati. Selama ini perayaan Hari Tumpek Landep semakin bergeser. Modernitas dan kapitalisme merenggut keaslian makna hari raya ini. Manusia modern justru menyembah Batara Pasupati dengan menggunakan kendaraan seperti motor dan mobil.

Sejatinya, Tumpek Landep adalah hari raya untuk memaknai ketajaman diri dalam mengasah pengendalian diri, pemikiran, dan kebajikan. Terdengar cukup abstrak, sehingga leluhur masa lalu menggunakan keris dan benda-benda tajam sebagai wujud benda sebagai sarana bakti. Simbol ketajaman intelektual dan kebajikan berupa keris bertujuan untuk menyembah Batara Pasupati. Terlepas dari berbagai perdebatan ini, lalu sebenarnya siapa Batara Pasupati, apa iya beliau disembah untuk motor dan mobil? Baca selengkapnya di bawah ini.

Satu di antara sekian manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa

Ilustrasi sembahyang (pexels.com/Agung Pandit Wiguna)

Hindu di Bali adalah agama yang menyembah lebih dari satu Tuhan atau disebut dengan politeisme. Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dalam keyakinan umat Hindu dapat diyakini sebagai berbagai batara dan batari, maupun dewa dan dewi. Khusus pada Hari Raya Tumpek Landep, Ida Sang Hyang Widhi Wasa dipuja dalam manifestasi Ida Batara Sang Hyang Siwa Pasupati.

Jadi, besarnya kuasa yang tiada tara dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, menjadikan setiap umat manusia dapat meyakini wujud dan kekuatan beliau. Meyakininya sesuai dengan keyakinan dan bakti masing-masing. Sehingga, pada perayaan Hari Tumpek Landep, umat Hindu di Bali dapat memuja Batara Pasupati.

Batara Pasupati sebagai dewa taksu, ketajaman pikiran untuk laku lebih bijak

ilustrasi membaca buku di kebun (pexels.com/cottonbro studio)

Kitab Sarasamuscaya menuliskan tentang memuliakan pemikiran dahulu sebelum bertindak. Menjernihkan pikiran manusia adalah dasar untuk berbicara dan bertindak yang baik dan benar. Batara Pasupati adalah manifestasi dari taksu, yakni kebijaksanaan, kewarasan, dan ketajaman pikiran dan laku. Ketajaman pikiran ini akan memengaruhi keputusan dan perbuatan sehari-hari. Sebagai manusia, apakah kita mampu memilah mana yang baik dan buruk, maupun benar atau salah.

Modernitas dan kapitalisme saat ini membuat manusia modern mencari berbagai makna lainnya terhadap Tumpek Landep yang erat dengan simbol senjata. Masa kini, senjata tidak hanya keris, ada kendaraan, mesin pabrik, bahkan laptop dan gawai kerja kamu juga jadi benda yang diupacarai saat Tumpek landep. Pada akhirnya, manusia Bali memohon taksu kepada Batara Pasupati untuk benda-benda teknologi tersebut.

Bagaimana mengembalikan makna Tumpek Landep yang sejati?

ilustrasi merenung (unsplash.com/ Sandy Millar)

Bali dan Indonesia sedang tidak baik-baik saja, kita berdoa memohon ketajaman dengan perantara benda-benda duniawi. Namun, beragam sesajen yang diberikan tidak terkelola dengan baik secara sekala (terlihat), kita masih sibuk merayakan yang terlihat di depan mata kita. Akhirnya itu menjadi rutinitas dan membuat kita merasa kesulitan terhadap apa yang kita yakini. Namun, pernahkah kita bertanya apakah Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan seluruh manifestasinya pernah meminta itu?

Tuhan tidak pernah memaksa kita, ketulusan dan bakti yang nyata masih jauh di pelupuk mata. Ketajaman pikiran untuk melahirkan perbuatan mengasihi sesama dan makhluk hidup masih dapat diupayakan. Belum terlambat bagi kita untuk berbenah, tapi amarah Sang Pencipta tak dapat dihindari. Sudahkah kita berpikir kembali, sudahkah kita mendalami?

Editorial Team