Ilustrasi upacara ngulapin di Bali. (YouTube.com/KM Studio Bali)
Upacara Ngulapin lebih sering dilakukan ketika ada seseorang, baik yang meninggal maupun tidak, karena musibah atau kecelakaan. Sekarang akan dibahas satu per satu, dimulai dari Upacara Ngulapin untuk orang yang meninggal karena musibah. Upacara ini dilaksanakan untuk menyatukan roh dengan badan kasar atau unsur Panca Mahabutha (lima unsur atau elemen dasar pembentuk alam) sebelum melaksanakan upacara penyucian seperti ngaben atau penguburan.
Jro Mangku yang ngayah (bertugas) di Pura Dalem Pejanji, Banjar Pelagan, Penatih, Kota Denpasar ini menyebutkan dalam ajaran Agama Hindu, badan manusia terdiri dari tiga bagian yaitu Stula Sarira (badan kasar), suksma sarira (badan halus), dan ananta karana sarira (atma). Dalam kehidupan ini, ananta karana atau atma ini terbungkus oleh maya yang disebut roh. Maka saat manusia hidup, badan dan rohnya masih menyatu. Unsur-unsur tersebutlah yang membentuk badan manusia, karena terdiri dari roh dan Panca Mahabhuta.
Saat mengalami musibah yang menyebabkan korban jiwa, masyarakat Hindu di Bali meyakini roh orang tersebut masih berada di lokasi musibah. Kalau meminjam bahasa umumnya di masyarakat, roh tersebut sedang gentayangan tanpa arah di lokasi musibah. Jadi dengan melaksanakan Upacara Ngulapin di lokasi musibah ini akan menuntun roh tersebut untuk kembali ke tempat asalnya.
"Agar roh tidak menjadi bhuta cuil atau roh gentayangan yang dapat mengganggu kehidupan di sekitar lokasi," ungkap Jro Mangku.
Upacara Ngulapin juga ditujukan kepada Catur Sanak atau saudara empat yang dibawa sejak lahir. Tujuannya agar keempat saudara ini turut menyertai roh kembali ke asalnya.