Sarana upacara keroso saat melaksanakan upacara Biyukungkung. (YouTube.com/YANA Chanel)
Keunikan Upacara Biyukungkung terletak pada sarana yang digunakan. Upacara yang juga disebut dengan nama Ngiseh ini memakai sarana keroso dan penjor. Keroso adalah alat yang dibuat dari anyaman daun kelapa. Anyaman ini dibentuk melingkar menyerupai corong. Keroso merupakan simbol sarang burung. Dengan sarana ini, petani berharap burung tinggal di sarangnya secara alami, dan tidak merusak tanaman padi yang sedang berbuah. Keroso ini nantinya dijadikan sebagai wadah untuk beberapa sarana seperti kulit telur dan sarang lebah.
Sarana penjor yang digunakan dalam Upacara Biyukungkung tidak sebesar penjor pada Hari Galungan. Penjornya terdiri dari bakang-bakang dari daun enau, pelepah enau, gantungan gubag-gabig, dan hiasan pelawa. Penjor ini nantinya dipasang di hulu dekat temuku atau sumber air (parit kecil). Penjor dalam upacara ini sebagai simbol, gunung yang memberikan kesejahteraan dan keselamatan. Penjor juga sebagai simbol Pertiwi, yang mana segala hasilnya memberikan kehidupan dan keselamatan.
Selain keroso dan penjor, ada sarana upacara lain yang digunakan. Yaitu sanggah cucuk sebagai simbol tempat berstananya Dewi Sri, banten jerimpen wakul sebagai simbol permohonan kepada Tuhan beserta manifestasinya, gebogan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Dewi Sri, dan beberapa sarana upacara lainnya.