Prosesi pelaksanaan tradisi Dewa Mesraman di Desa Paksebali, Klungkung. (YouTube.com/Dinas Kebudayaan Kabupaten Klungkung)
Saat tiba di madya mandala Pura Panti Timbrah, ketujuh jempana akan disambut oleh tarian rejang dewa dan tari baris yang membawa senjata keris. Kemudian, enam jempana akan diarak (digarap), sedangkan satu jempana tidak mengikuti prosesi tersebut karena jempana tersebut merupakan linggih Ida Bhatara Ratu Lingsir, Ida Bhatara yang dituakan. Ida Bhatara Ratu Lingsir hanya mengawasi jalannya prosesi Dewa Mesraman.
Keenam jempana saling beradu seolah-olah seperti sedang berperang. Hal inilah yang menyebabkan tradisi ini sering disebut dengan Dewa Mepalu. Padahal, sebenarnya gerakan ini sebagai simbol para Dewa yang sedang bergembira.
Setelah prosesi ini selesai, pengusung jempana seakan-akan berebutan saling mendahului untuk masuk ke area utama mandala Pura Panti Timbrah. Setelah seluruh jempana melinggih di utama mandala, mereka bersambahyang untuk memohon berkah dari Ida Sesuhunan yang melinggih di Pura Panti Timbrah. Setelah semua prosesi selesai, masing-masing pratima akan kembali ke tempat penyimpanannnya (gedong).
Pelaksanaan Dewa Mesraman sebagai penghormatan dan pemujaan Dewa yang dipuja yaitu Ida Bhatara Hyang Ratu Gumang, Ida Bhatara Hyang di Batur, Ida Bhatara Hyang Ratu Kelod Kangin, Ida Bhatara Hyang Manik Botoh (Manik Angkeran), Ida Bhatara Ratu Nganten, Ida Bhatara Manik Bingin, dan Sapta Rsi lainnya. Pemujaan dan penghormatan warga Desa Paksebali ini dilakukan agar mereka senantiasa mendapatkan anugerah, perlindungan, panen yang melimpah, serta dijauhkan dari segala penyakit maupun kekuatan negatif. Mereka percaya pelaksanaan Tradisi Dewa Mesraman ini membuat warga dilindungi oleh Ida Sesuhunan dan para leluhur.