3 Alasan Masyarakat Bali Melaksanakan Selamatan Hewan

Pada perayaan Hari Suci Tumpek Kandang atau disebut pula sebagai Tumpek Uye, masyarakat Hindu Bali mengadakan upacara untuk Dewa Shiwa sebagai Rare Angon (Pengembala). Pemujaan ini dilatarbelakangi oleh sebuah mitologi perjalanan Dewi Uma mencari susu ke dunia untuk mengobati Dewa Shiwa. Pada upacara ini, umat juga memberikan persembahan untuk ternak mereka.
Adapun upakara Tumpek Kandang ini di antaranya peras, ajuman, daksina, dapetan, penyeneng, pesucian, dan lainnya menurut kemampuan umat masing-masing. Semuanya dihaturkan di merajan (Tempat persembahyangan) masing-masing.
Berikut beberapa lontar yang membahas tentang Hari Suci Tumpek Kandang ini sebagaimana dijelaskan pada buku Jenis dan Hakikat Ritual Bhuta Yadnya pada Masyarakat Hindu Bali karya I Gusti Ayu Putu Suryani.
1. Lontar Sundarigama
Lontar Sundarigama menyebutkan, Hari Tumpek Kandang merupakan upacara selamatan untuk hewan yang disembelih maupun piaraan. Hakikatnya adalah untuk pemujaan pada Shiwa yang disebut sebagai Rare Angon, pengembala makhluk. Ditegaskan pula bahwa Tuhan Yang Maha Esa yang dipuja, bukan hewan.
Lalu barangkali akan muncul pertanyaan, mengapa membuat upacara selamatan untuk hewan? Dalam ajaran agama Hindu, diamanatkan untuk menjaga keharmonisan hidup dengan semua makhluk dan alam semesta. Manusia hendaknya bisa selaras dengan ciptaan-ciptaan Tuhan yang lain, dalam hal ini tentu termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Selain itu, dalam doa umat Hindu sehari-hari, khususnya pada puja Tri Sandhya, menyebutkan "Sarvaprani Hitankarah", yang berarti hendaknya semua makhluk hidup sejahtera. Doa tersebut sesungguhnya bersifat universal untuk keseimbangan semesta. Jadi, upacara selamatan hewan dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa kasih sayang kepada semua hewan ternak maupun piaraan. Terlebih bagi masyarakat agraris, hewan khususnya sapi, berperan penting dalam kehidupan manusia.